SESUNGGUHNYA bulan suci Ramadhan penuh berkah dan ampunan yang dirindukan kedatangannya, sudah sekian lama kita tunggu-tunggu, kini tidak lama lagi dan kurang dari sepekan yang akan datang akan segera meninggalkan kita. Menjauh dari keseharian kita, hilal syawal akan muncul dan mengakhiri bulan mulia itu.
Oleh: AHMAD AGUS FITRIAWAN, M.PD.I
Guru MTs. Yamanka dan SMK Avicenna Mandir
Kec. Rancabungur Kab. Bogor
Kalau kita perhatiÂkan masyarakat di sekeliling kita, sebagian mereka bahkan mulai disiÂbukkan dengan hiruk pikuk Idul Fitri. Luapan kegembiraan sudah terasa. Mall-mall menjadi padat. Lalu lintas kendaraan di jalanan lambat merayap. BanÂyak rumah berganti cat. Baju baru dan makanan enak juga telah siap.
Jika demikian gempitanya masyarakat di sekeliling kita berbahagia di penghujung akhir Ramadhan, tidak demikian halÂnya dengan para sahabat dan salafus shalih. Semakin dekat dengan akhir Ramadhan, kesÂedihan justru menggelayuti generasi terbaik itu. Tentu saja kalau tiba hari raya Idul Fitri mereka juga bergembira karena Ied adalah hari kegembiraan. Namun di akhir Ramadhan sepÂerti ini, ada nuansa kesedihan yang sepertinya tidak kita miliki di masa modern ini.
Maka, tidak mengherankan bila pada malam-malam teraÂkhir Ramadhan, pada masa Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf. Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terÂkadang menangis terisak-isak, karena Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka. Ada satu riwayat yang menÂgisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhÂluk-makhluk Allah lainnya.
Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam teraÂkhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya RamadÂhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.â€
Kemudian ada seorang sahaÂbat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?†“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajiÂkan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu suÂdah berlalu?â€
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih. Mengapa para sahabat dan orang-orang shalih bersedih keÂtika Ramadhan hampir berakhÂir? Kita bisa menangkap alasan kesedihan itu dalam berbagai konteks sebab.
Pertama, patutlah orang-orang beriman bersedih ketika menyadari Ramadhan akan pergi sebab dengan perginya bulan suci itu, pergi pula berbÂagai keutamaannya. Bukankah Ramadhan bulan yang paling berkah, yang pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka dituÂtup? Bukankah hanya di buÂlan suci ini syetan dibelenggu? Maka kemudian ibadah terasa ringan dan kaum muslimin beÂrada dalam puncak kebaikan? “Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diÂwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta para syetan dibelenggu… (HR. Ahmad)