Dwi Agustoni merintis bisnis pembuatan tas kamera berawal dari keinginannya memiÂliki tas kamera bermerek. NaÂmun, keinginan itu tak terwuÂjud karena uangnya tak cukup.
“Awal mulanya waktu dulu butuh tas kamera, tapi hargÂanya mahal banget yang aku mau itu yang bermerek Rp 2,5 juta. Bukannya nggak bisa beli tapi kalau beli bisa nggak makan soalnya anak kos mikir gimana caranya supaya bisa punya tas kamera,†ujar Dwi, pemilik usaha tas kamera, SeÂlasa (28/6/2016).
Kemudian ia mulai berÂpikir bagaimana bisa memÂproduksi tas-tas itu sendiri, mulai dari mencari produsen hingga mencari tukang jahit
yang bisa menciptakan tas-tas kamera. Ia mengatakan saat kuliah sudah diberikan ide oleh kampusÂnya untuk membuka lapangan peÂkerjaan. Â
Berbagai kendala ditemuinya seperti disaat mencari produsen misalnya banyak yang tidak mau menerimanya untuk menjahit tas kamera tersebut karena jumlah pesanannya masih sedikit sampai akhirnya ia menemukan seorang penjahit yang mau mengerjakan pesanannya.
“Di Bandung nyari banyak proÂdusen tapi nggak melayani satuan terimanya partai besar, sampai akhirnya ketemu satu orang mau bikinin,†lanjut Moha, sapaan akrab Dwi.
Dengan bermodal Rp500.000 hasil patungan bersama teman, Moha akhirnya mencoba membuat desain tas kamera yang kemudian diberikan ke tukang jahit untuk dibuat. Setelah selesai, tas tersebut digunakan Moha untuk kuliah yang kemudian dilirik oleh salah satu dosen di kampusnya.
“Akhirnya coba dengan modal Rp 500 ribuan patungan sama teÂman coba bikin ke tukang jahit tas. Aku kasih desain udah gitu jadi dipakai kuliah, dosen aku suka mau jahit satu lagi tapi penjahitnya ngÂgak mau bikin lagi karena udah muÂlai menjahit partai besar sedangkan aku masih partai kecil kan,†tutur Moha.
Semenjak itu ia mulai berpikir untuk memproduksi tas kamera dan memasarkannya lebih banyak lagi.
“Setelah itu awal mula muÂlai kembangin lagi buat 12 pieces modalnya Rp700.000- Rp1.000.000-an lah patungan lagi kita coba pasarin di twitter 80% yang paling banyak sisanya di FaceÂbook, dan di blog,†ungkap Moha. Sempat Ditipu Penjahit
Namun, ia harus menghaÂdapi permasalahan lain, bisnis tas kamera milik Moha ini menÂgalami penipuan yang dilakukan oleh penjahitnya. Pada saat itu ia mendapatkan pesanan yang cukup banyak yaitu sebesar 300 buah tas kamera.
“Waktu itu dapat 300 order unÂtuk dijadikan souvenir tamu dari imigrasi Indonesia di acara APEC di Bali. Mereka dapat kontak aku dari website. Aku bawa ke tukang jahit di DP-in 50% eh nggak taunya diboÂhongin sama dia, barangnya nggak dijahit-jahit.
Waktu tinggal 1 minggu lagi tapi nggak ada barang jadi yang bikin ngelak melulu H-3 baru dia ngaku tas belum dibikin, akhirnya aku jadi nombok sekitaran Rp 5 juta,†kata Pria lulusan Universitas Telkom ini.
Sejak 2013 ia mulai serius menekuni bisnisnya ini. Saat ini bisnis tas kamera Moha mampu meraup omzet sekitar Rp10 juta per bulannya. Target pasar yang diincar Moha yaitu anak sekolah dan mahasiswa tentunya yang memiliki hobi fotografi. Selain itu juga, Moha ingin memperkeÂnalkan produk lokal bisa setara dengan produk dari luar negeri. “Tas bisa bikin 100 tas kamera, omzet ya masih kecil sih sekitar Rp 10 juta/bulan. Ngomongin market share kita lebih fokus ke orang yang punya kamera, yang kedua memÂperkenalkan produk lokal mindset orang Indonesia masih susah.
Aku dua tahun ngurek-ngurek Cirebon nggak ada yang mau pake tas aku. Sekarang Alhamdulillah kualitas dan harga bersaing. Target market mahasiswa, anak sekolah, dan orang umum. Kenapa mahaÂsiswa dan anak sekolah, dulu aku beli susah dengan adanya aku merÂeka bisa punya tas kamera dengan harga terjangkau dan kita bisa cusÂtom,†tukas Moha.
Pria yang saat kuliah mengamÂbil jurusan marketing communicaÂtion ini mengatakan saat ini ia telah memiliki satu orang karyawan yang menjahit tas kameranya. Ia juga berencana menambah jumlah penÂgrajinnya karena permintaan yang sudah mulai banyak.
“Dulu bikin di orang, sekarang Alhamdulillah punya pengrajin sendiri 1 orang, yang kerja ada 2 terÂmasuk saya, saya desain dan packÂaging, selling, dia proses jahitnya per bulan digaji, abis Lebaran mau nambah soalnya banyak orang nyari tas, tapi tas kamera susah bikinÂnya,†terang Moha.
Tas kamera milik Moha ini dijual dengan harga mulai dari Rp170.000 yang paling murah hingga yang palÂing mahal Rp450.000. Ia memasarÂkan produknya secara online juga di galeri miliknya di Cirebon.
Moha juga telah memasarkan produknya ke berbagai kota di InÂdonesia bahkan sempat ada calon pembeli yang berasal dari Jerman, tetapi karena harga pengiriman yang lebih mahal pembeli terseÂbut mengurungkan niatnya untuk membeli produk Moha.
“Sekarang lewat jualan lewat online ada di Facebook, twitter, dan website, ada juga di galeri di CireÂbon di daerah batik Trusmi,†kata Moha
Dia menambahkan, kalau kenÂdala saat ini itu harga kirim barang yang lebih mahal dari harga barangÂnya itu sendiri. Moha menceritakan, waktu itu ada calon pembeli di JerÂman harganya cocok tapi biaya penÂgirimannya tak cocok, akhirnya tak jadi.
Selain itu, dia juga pernah dapat order dari Papua, yang ongkos kirÂimnya juga mahal.
“Makanya kalau ada pesan dari Papua aku bilang supaya mereka cari teman jadi pesannya disatuin aja ongkirnya bisa patungan gitu,†jelas Moha.
Ke depan, ia berharap mengemÂbangkan galeri miliknya di Cirebon selain menjadi tempat penjualan dan tempat pembuatan ia berharap ke depan bisa menjadi tempat unÂtuk fotografi.
“Galeri di Cirebon mau dikemÂbangkan jadi nanti siapa pun yang mau foto-foto bisa di sini ada konsep buat fotografinya. Bisnis ini terus mau dijalanin sampai ujung nyawa sampai semampunya selagi bisa,†tutup Moha.(Yuska Apitya/dtk/ ed:Mina)
Bagi Halaman