Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
BANK Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan (BI rate) pada level 6,5%. Pertimbangan dari keputusan tersebut adalah kondisi perekonomian global yang masih mengkhawatirkan.
Kita mungkin harus perÂtimbangkan seperti juga negara-negara lain adalah perkembangan dari ekoÂnomi dunia,†ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Ini terutama pasca referendum Inggris yang keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan nama Brexit. Dalam jangka pendek, efek dari persoalan tersebut sudah terkenÂdali, namun masih ada risiko jangÂka panjang. “Kita kan sama-sama mengikuti bahwa Brexit itu damÂpaknya adalah nanti kepada neraÂca perdagangan dan juga kepada ketidakpastian karena nanti perlu ada renegosiasi dari semua perÂjanjian perdagangan yang ada dan bagaimana nanti outlook-nya kita masih belum tahu,†papar Agus.
Tidak hanya bagi Indonesia, Amerika Serikat (AS) sekalipun maÂsih waspada. Niat Bank Sentral AS the Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuan, beÂsar kemungkinkan ditunda hingga tahun depan. “Amerika pun menÂgatakan sangat masih melihat ada dampak dari Brexit ini kepada ekoÂnomi dunia dan juga kepada ekoÂnomi Amerika,†jelasnya.
Agus mengakui, ruang pelongÂgaran kebijakan moneter masih terbuka lebar. Terutama melihat data perekonomian Indonesia yang membaik, seperti terkendalinya inÂflasi dan defisit transaksi berjalan. Namun sekarang masih mencari waktu yang tepat. “Kita melihat maÂsih ada ruang pelonggaran tapi tenÂtu kita masih ada waktu untuk meÂlihat kapan waktu yang tepat untuk melakukan pelonggaran itu,†tegas mantan Menteri Keuangan tersebut.
Terkait dengan pergantian BI rate menjadi BI 7 days reverse repo rate, Agus menilai, sekarang tengah dalam persiapan. BI tetap konsisten untuk merealisasikan pada Agustus mendatang. “Kita harapkan dengan kita gunakan 7 day reverse repo rate itu transmisi kebijakan moneter kita akan semakin efektif untuk memÂpengaruhi kondisi interbank interÂest rate,†tukasnya.
Sementara itu, Menko PerekoÂnomian Darmin Nasution menilai ruang pelonggaran kebijakan monÂeter masih terbuka cukup lebar unÂtuk mendorong pertumbuhan ekoÂnomi, terutama menurunkan suku bunga acuan (BI Rate). Walaupun akhirnya Bank Indonesia (BI) lebih memilih untuk menahan pada level 6,5%. “Sebetulnya ruang pelonggaÂran moneter itu masih terbuka. Jadi kalau BI tidak menurunkan BI rate, saya melihatnya kok lebih karena mereka mau melakukan kebijakan baru yang tingkat Reverse Repo 7 hari,†jelas Darmin di kantornya, JaÂkarta, Minggu (24/7/2016).
Indikasinya terlihat pada realisaÂsi inflasi yang terjaga dengan baik. Inflasi pada Juni 2016 tercatat sebeÂsar 0,66% (month to month) atau 3,45% (year on year), relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode Ramadan dalam empat tahun terakhir. “Kalau dilihat ruang untuk pelonggaran moneter, dilihat dari inflasi, dilihat dari kebuÂtuhan untuk mendorong pertumÂbuhan sebenarnya cukup jelas,†terangnya. “Sehingga saya kok perÂcaya pada bulan bulan mendatang, BI masih akan mengembangkan lebih jauh, supaya dia sejalan denÂgan situasi perekonomian,†ungkap Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut.
Sementara, Bank Indonesia (BI) memprediksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2016 ini akan berada di kisaran 5-5,4% di tahun ini. Faktor yang menjadi perhatian BI adalah cerainya Inggris dan Uni Eropa (Brexit) dan program penÂgampunan pajak atau tax amnesÂty di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, menÂgatakan ekonomi global memang akan tumbuh lebih lambat karena efek Brexit. Cerainya Inggris dari Uni Eropa ini berpotensi memÂperlambat pertumbuhan ekonomi negara maju dan beberapa negara berkembang yang memiliki hubunÂgan kuat dengan Inggris dan Uni Eropa.
“Selain berdampak pada ekoÂnomi Inggris dan Uni Eropa, perÂtumbuhan ekonomi Tiongkok dan India, yang memiliki pangsa ekspor cukup besar ke kawasan tersebut, diperkirakan dapat tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya,†kata Tirta.
Di sisi lain, lanjut Tirta, di tenÂgah pertumbuhan ekonomi AS yang membaik dan adanya Brexit, maka dolar AS mengalami penguatan. BI memperkirakan, penguatan dolar AS ini mengurangi peluang naiknya suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR). «Sehingga FFR diperkiÂrakan hanya meningkat satu kali di akhir tahun 2016,» ujar Tirta.
Sementara di pasar komoditas, Tirta mengatakan, harga minyak dunia bergerak naik akibat penuÂrunan produksi AS dan gangguan pasokan di beberapa negara. Ke depan, harga minyak diperkirakan masih berada pada level yang relaÂtif rendah seiring permintaan yang masih lemah. Sementara itu, harga beberapa komoditas ekspor IndoneÂsia membaik, khususnya batu bara dan CPO.
Kemudian dari dalam negeri, BI melihat bahwa program penÂgampunan pajak berpotensi meÂnambah likuiditas perekonomian nasional, yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif di dalam negeri. “Bank Indonesia akan terus melakukan pendalaman pasar keuangan dengan menamÂbah produk investasi dan lindung nilai (hedging) di pasar keuangan, memperkuat strategi pengelolaan moneter, dan mendorong sektor riil untuk memanfaatkan dana repatriÂasi secara optimal. Bank Indonesia juga akan terus berkoordinasi denÂgan Pemerintah agar pelaksanaan UU Pengampunan Pajak termasuk repatriasi dana dapat bermanfaat bagi perekonomian nasional,†paÂpar Tirta.
Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II- 2016 akan membaik, namun terbaÂtas, Konsumsi rumah tangga disebut membaik, yang terlihat dari tumÂbuhnya penjualan eceran dan mobil menjelang lebaran.
Namun, pertumbuhan investasi, khususnya non bangunan, belum menunjukkan perbaikan yang sigÂnifikan di tengah tingginya belanja modal dan barang pemerintah. Dari sisi eksternal, ekspor diperkirakan masih lemah, meskipun beberapa komoditas mulai mengalami penÂingkatan. «Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan mendatang diperkirakan akan terus membaik. Hal ini didukung oleh pelonggaran moneter dan makroprudensial, serta penguatan stimulus fiskal yang sejalan dengan implementasi UU Pengampunan Pajak, serta tetap tingginya belanja pemerintah. DenÂgan perkembangan tersebut, perÂtumbuhan ekonomi untuk keseluruÂhan 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4%,» tandasnya.(*)
Bagi Halaman