CIBINONG, TODAY– Tata dalam kota di Kabupaten BoÂgor, khususnya Cibinong sebaÂgai pusat pemerintahan. Dinilai berantakan dan tidak mampu bersaing dengan pengembang-pengembang swasta yang ada di Bumi Tegar Beriman, semisal Sentul City.
Hal itu diungkapkan angÂgota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sareh Wiyono mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Bogor, mesti lebih menaruh perhatian dalam penaÂtaan kota. Menurutnya, jika tata ruang di kawasan pusat pemerÂintahan saja berantakan, hal lebih mengerikan bisa terlihat di wilayah perbatasan.
“Saya memang belum meliÂhat langsung ke wilayah-wilayah perbatasan. Tapi sangat mungÂkin, wong di tengah saja seperti ini, bagaimana di perbatasan. Sebagai salah satu penyangga ibukota, Bogor ini juga mulai meÂnata zona-zona pemukiman, perÂkantoran dan industri dengan baik,†katanya saat mengunjungi Cibinong, Selasa (26/7/2016).
Ia menambahkan, Pemkab BoÂgor harus ikut juga dalam program satu juta rumah milik pemerintah pusat. “Oh, iya. Kan penyangga ibukota, yang notabene pusat peÂnyelenggaraan negara dan perÂkantoran. Jadi kerja di Jakarta dan tinggal di Bogor,†tukasnya.
Menurut Sareh, mesti ada sekat yang jelas antara zona peÂmukiman dengan zona pemukiÂman. “Sepanjang jalan, saya lihat ada beberapa pabrik, tapi tidak jauh ada rumah-rumah warga. Nah ini juga mesti dibenahi. Kalau memang kesulitan seÂcara anggaran, usulkan saja ke pemerintah pusat,†tukasnya.
Sementara itu, Kepala DiÂnas Tata Ruang dan PertanaÂhan (DTRP) Kabupaten Bogor Joko Pitoyo mengungkapkan, perencanaan untuk memenÂuhi program satu juta rumah telah dibuat. Namun, dengan minimnya APBD kita, sulit untuk membeli tanah di puÂsat pemerintahan seperti CibÂinong.
“Kan bangunan rumah horizontal di Cibinong ini sudah tidak mungkin. Makanya, diakali dengan membangunan hunian vertikal. Tapi, tanah yang harÂganya Rp500 ribu per meter di Cibinong ini sudah tidak ada dan APBD minim untuk penyediaan lahan,†kata Joko.
Ia menambahkan, KabuÂpaten Bogor bisa ikut menguÂsulkan program-program yang tidak bisa diakomodir keuangan daerah, langsung ke pemerintah pusat. “Ya, komisi II DPR juga biÂlang bisa langsung mengusulkan ke pusat,†tukasnya.
Untuk program satu juta ruÂmah, kata dia, tingginya harga tanah juga bukan hanya kenÂdala bagi pemerintah daerah, tetapi swasta pun kewalahan. Menurut Joko, jika pengembang membebaskan Rp500 ribu per meter persegi, untuk rumah tipe dengan standar minimal, nilai jualnya bisa mencapai Rp200 jutaan.
“Padahal, fasilitas bantuan dana pembuatan drainase dan jalan dari Kementerian PU-Pera baru bisa digunakan jika nilai jual perumahan dibawah Rp126,5 juta. Jadi, jika nilai jual di atas itu, fasilitas tidak bisa diÂmanfaatkan. Di pusat tidak bisa dipakai, di daerahnya butuh tapi juga tidak bisa karena melebihi plafon. Salah satu caranya, yaitu subsidi harga lahan,†kata Joko.
Dianggap kalah dari pengembang Sentul City, kata Joko, Sentul itu kuat secara pendanaan sehingga bisa mewujudkan desain yang telah dimiliki. “Balik lagi, saya punya rencana nih. Tapi dana untuk mengimplementasikannya tidak ada,†tegasnya. (Rishad Noviansyah/ed:Mina)
Bagi Halaman