Sebanyak 84 hakim dari Seluruh Indonesia diberikan bekal dan sertifikasi mengenai lingkungan hidup. Hal ini diberikan guna memecahkan atau menangani masalah persoalan-persoalan lingkungan hidup yang mucul dalam peradilan kerap dicap kurang menciptakan rasa keadilan.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Pembekalan ini diÂlakukan oleh MahkaÂmah Agung bekerja sama dengan UNDP Indonesia yakni Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in DevelopÂing Countries Plus (REDD+)
Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Takdir Rahmadi mengatakan, haÂkim pengadilan lingkungan hidup harus mempunyai konsep green legislation yang di atur dalam Undang-UnÂdang 23/2009 tentang PenÂgelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup sebagai impelmentasi dan realisasi tanggung jawab negara untuk menciptakan pembangunan nasional berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berwaÂwasan lingkungan.
“Pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup dilandasi pemikiran, pengadilan sebagai salah satu instrumen penegak hukum. Hal ini bertujuan meningkatÂkan efektivitas penanganan perkara lingkungan hidup dengan pemenuhan rasa keadilan,†jelas Takdir usai membuka acara pendidikan dan pelatihan sertifikasi haÂkim lingkungan hidup MA di Balai Diklat MA, MegamendÂung, Rabu (27/7/2016).
Dirinya menilai persoalan-persoalan lingkungan hidup yang kerap muncul disebabÂkan oleh masih lemahnya substansi struktur dan kultur hukum lingkungan yang ada. Lemahnya, substansi hukum ditandai dengan banyaknya keÂtentuan peraturan perundang-undangan yang multitafsir.
Lemahnya struktur huÂkum diindikasi oleh masih kuatnya kebijakan yang pro investasi, tetapi merugikan perlindungan fungsi lingkunÂgan hidup, termasuk belum satunya pemahaman, perÂsepsi antara pemangku keÂpentingan lingkungan hidup termasuk penegak hukum.
Sementara itu, Kepala Badan Pembangunan PBB UNDP Indonesia, Christophe Bahuet REDD+ (Reducing Emissions from DeforestaÂtion and Degradation in Developing Countries Plus) menjelaskan keterlibatanya dalam program pembekalan ini menyadari pentingnya pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan. SeÂmentara perkara lingkungan hidup memiliki kompleksitas yang dinamis, melingkupi berbagai aspek yang konperÂhensif termasuk memerlukan pembuktian secara ilmiah.
“Proses peradilan lingkunÂgan hidup berbeda dengan proses dalam bidang lain. PerÂlu pemahaman dan sudut panÂdang yang luas, di samping mengukur pembuktian secara ilmiah dan hakim sangat perlu memahami itu,†terangnya.
Hingga 2015 Mahkamah Agung baru dapat melakukan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup 329 haÂkim. Yakni, 251 hakim peraÂdilan umum dan 78 hakim peradilan tata usaha negera. Sedangkan, pada 2016 denÂgan bantuan UNDP, MahkaÂmah Agung akan melakukan sertifikasi kepada 240 hakim. (Imam Bachtiar/ed:Mina)
Bagi Halaman