Tulisan itu berisi informasi yang disampaikan Freddy kepada Haris dua tahun lalu. Dalam artikel itu disebutkan, ada sejumlah oknum penegak hukum yang diduga ikut berperan dalam bisnis narkoba yang melibatkan Freddy, di antaranya dari BNN, Polri, dan Bea Cukai. Haris menulis, kesaksian Fredi itu dapat ditelusuri melalui pledoi dan pengacaranya.

Menurut Slamet, BNN tidak pernah menyelidiki harta Freddy yang masuk ranah kasus pencucian uang. Dahulu memang kabarnya Freddy termasuk dalam kelompok bandar narkoba yang melakukan transaksi mencurigakan yang totalnya mencapai Rp 3,6 triliun.

“Selentingan kuping dia masuk yang 3,6 T itu bersama bandar narkoba lain. Kasus pencucian uang itu yang menangani Bareskrim, bagian Eksus,” tegas Slamet. Menurut dia, BNN setelah kasus 1,4 juta ekstasi tak pernah lagi menangani. Bareskrim yang belakangan menangusut Freddy, mulai dari kasus mengendalikan narkoba dari Lapas dan pencucian uang. “Kami belum pernah lagi menangani Freddy, itu yang nangani Bareskrim,” tutur dia.

Freddy dikenal sebagai terpidana narkoba yang banyak uang. Bahkan dia pernah memasukan model-model seksi ke dalam Rutan Cipinang. Hingga akhirnya apa yang dilakukan Freddy terungkap dan dia dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Beberapa waktu lalu Bareskrim Polri memang pernah mengungkapkan mengusut kasus pencucian uang Freddy, terkait transaksi mencurigakan itu. Belum jelas apa hasil yang didapatkan, walau kabarnya pernah dilakukan rencana penyitaan sejumlah aset Freddy di beberapa daerah.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Jumat 3 Mei 2024

Sementara itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia membentuk tim independen untuk menyelidiki kebenaran informasi dalam artikel Cerita Busuk dari Seorang Bandit. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan fakta dan memberikan analisis.

Cerita Busuk dari Seorang Bandit ditulis oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar. Berdasarkan pengakuan Haris, cerita itu didapatkan saat bertemu bandar sekaligus terpidana mati kasus narkotik Freddy Budiman di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 2014 silam.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menyampaikan tim independen akan dipimpin oleh Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Priyatno.

Sementara anggotanya antara lain Ketua SETARA Institute Hendardi, anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti, dan pakar komunikasi dari Universitas Indonesia Effendi Gazali. “(Tim independen) ini akan membuktikan omongannya benar atau tidak,” kata Boy di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Senin (8/8).

BACA JUGA :  Usai Diguyur Hujan Deras, Jalan Raya Rangkasbitung-Bogor Ambles, Kondisinya Mengkhawatirkan

Dia menerangkan tim independen akan mendalami informasi yang menyebutkan bahwa Fredi pernah memberi upeti Rp450 miliar kepada oknum anggota BNN, Rp90 miliar kepada oknum anggota Polri, dan pengamanan bisnis narkotik oleh oknum anggota TNI.

Sementara itu, terkait langkah BNN, TNI, dan Polri melaporkan Haris ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik terhadap institusi, Boy menyampaikan penyidik hingga kini belum mengambil langkah lanjutan. “Statusnya masih terlapor, jadi didalami dulu,” katanya.

Cerita Busuk dari Seorang Bandit ditulis oleh Haris dan dipublikasikan jelang pelaksanaan eksekusi mati tahap ketiga, 29 Juli lalu. Setelah menjadi perdebatan di publik, BNN, TNI, dan Polri pun langsung menuduh Haris telah melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================