Menurutnya tim independen ini di­berikan jangka waktu selama beberapa bulan. Hasilnya tentu akan dievaluasi hingga proses ini tuntas. “Minimal 3 bu­lan, nanti dievaluasi lagi,” tutupnya.

Boy juga menjelaskan, bila ditemukan unsur pidana oleh tim independen akan dilakukan penyelidikan. “Sangat dimung­kinkan dilakukan proses pidana dimana berarti di situ juga diiringi dengan tinda­kan pemberhentian dengan tidak hor­mat,” tegas Boy.

Boy mengungkapkan, Polri tak sung­kan menindak polisi yang melanggar sumpah jabatan. “Jadi tidak ada yang saat ini bisa berlindung di balik institusi untuk kepentingan-kepentingan yang sifatnya tidak sesuai dengan hukum atau kepent­ingan pribadi. Jadi langkah-langkah tegas punishment dan reward saat ini param­eternya sangat jelas,” imbuhnya.

Namun sanksi tegas itu lanjut Boy di­berikan setelah berlandaskan bukti dan fakta yang ditemukan. Semua dilakukan sesuai mekanisme hukum acara yang ada. “Di sini ada prinsip equality before the law. Jadi kita harus menunggu secara ob­jektif terhadap upaya pengumpulan fakta. BNN sudah punya tim sendiri, demikian juga yang berkaitan dengan TNI sendiri,” pungkasnya.

Sementara itu, Haris Azhar, Koordina­tor KontraS, mengungkapkan alasannya menulis pengakuan Freddy Budiman ter­kait keterlibatan oknum penegak hukum. Dia melakukan itu, melepas informasi ke publik karena tahu hanya publik yang bisa mengontrol negara. Saat itu Freddy jelang dieksekusi mati. “Saya bukan bicara setelah FB meninggal. Saya merilis 4 jam sebelum FB meninggal,” jelas Haris dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (9/8/2016).

BACA JUGA :  CLBK, Gerindra Kota Bogor Putuskan Koalisi Bersama PKB di Pilkada 2024

“Publik juga banyak bertanya kenapa dilakukan pada waktu itu. Sementara negara ada dilema. Saya merilis ke publik sebagai pilihan terakhir. Karena saya tahu ada kekuatan publik yang bisa mengontrol negara juga,” tambah dia.

Haris mengaku, dia sebenarnya su­dah mencoba membangun komunikasi dan memberi informasi. Tetapi tidak mendapat respons hingga akhirnya dia melepas informasi ke publik. “Ketika tidak dapat respons, saya coba tunggu waktu yang tepat. Waktu yang tepat itu, saya bilang, ya sudah tunggu di detik terakhir. Detik terakhir itu, ketika namanya masuk dalam daftar, dan jadwal eksekusinya su­dah keluar, itu waktu yang paling tepat. Karena kalau tidak begitu, pemerintah tidak aware. Makanya, begitu namanya sudah keluar, eksekusinya sudah ada jad­walnya, makanya saya omongin. Bahkan sedikit sebelum ada kepastian,” tegas dia.

BACA JUGA :  Kolaborasi Antisipasi Krisis Iklim Melalui Penanaman Pohon di Wilayah Kabupaten Bogor

“Kepastian kan Selasa pagi. Selasa sore saya kasih kabar ke Johan Budi. Kena­pa saya ke JB, bukan ke presiden atau yang lain-lain? Jujur saya tidak punya problem dengan polisi untuk komunikasi. Saya ti­dak punya problem komunikasi dengan Mabes Polri,” tambah dia.

Menurutnya, keputusan level ekseku­si sudah berada di tangan presiden, bukan ke polisi atau Mabes TNI. “Makanya saya ngomong ke presiden, apalagi presiden. Apalagi presiden diasumsikan dapat lapo­ran terus menerus perkembangan dari kejaksaan terkait eksekusi. Itu yang saya cukup kecewa. Saya ngomong hari Senin. Hingga Kamis tidak ada perkembangan. Begitu tidak ada perkembangan dari pres­iden, maka saya putuskan untuk rilis tu­lisan,” tutur dia.

“Begitu disebar, sejam kemudian, Pak Slamet Pribadi menghubungi saya. Arti­nya kalau ada kemauan dan keberanian, bisa dicegah dalam rangka menggali in­formasi lebih lanjut. Menggali informasi dari FB kan bukan berarti menghilangkan hukuman mati baginya. Jadi jangan salah kaprah juga,” tandasnya.(*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================