Untitled-6HASIL pemeriksaan Badan Narkotika Nasional (BNN) terhadap eks Kalapas Nusakambangan Liberty Sitinjak, masih misterius. Hingga kini konfirmasi atas kebenaran testimoni gembong narkoba Freddy Budiman yang menyebut ada oknum BNN yang meminta CCTV pengawas Freddy dimatikan, masih tandatanya.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Me n t e r i H u k u m dan Hak A s a s i Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly sudah mengetahui soal pemeriksaan Liberty oleh BNN. Bahkan menurutnya, Liberty sudah lebih dulu menemuinya sebelum diperiksa BNN. “Sebelum ke sana (BNN) juga sudah melapor ke saya dan sekarang beliau sudah

kembali. Saya sampaikan, apa yang kamu ketahui dan apa yang benar-benar saja diketahui. Dia berstatus yang menyampai­kan di BNN, mengaklarifikasi beberapa hal yang disebut Pak Haris Azhar,” kata Yas­onna, kemarin.

Pernyataan tersebut disampaikan Ya­sonna kepada wartawan di Gedung Direk­torat Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2016).

Lantas, menurut pengakuan Liberty, siapa oknum BNN yang memerintahkan mematikan CCTV pengawas Freddy? “Ada informasi-informasi yang disampaikan ke saya yang belum mau saya share seka­rang. Pokoknya itu disampaikan ke BNN,” ujar Yasonna.

Yasonna akan memperketat pen­jagaan di lapas, terutama Nusa Kamban­gan. Petugas lapas diminta untuk mengiku­ti semua prosedur yang diterapkan. “Kita akan sesuai protap. Kata Pak Dirjen ini sudah dibuat SOP kunjungan ke Nusa Kam­bangan. Protap punya standar harus men­gisi buku tamu itu jelas. Buku tamu, finger print, CCTV, SOP itu enggak bisa diganggu-ganggu. Siapapun itu ndak ada. Kita kerja sama dengan BNN, Polri ya,” ucapnya.

Sementara itu, Mabes Polri menegas­kan kasus tindak pidana pencucian uang Freddy Budiman masih diselidiki. Kasus itu tidak dihentikan. Aset-aset Freddy termasuk yang ada di Bali masih diseli­diki. “Belum kita ketahui. Tetapi nanti bisa kita dalami kalau penyidikan tuntas, dari hasil penyeldikan belum menemukan apa saja, di mana saja. Ini masih berjalan, belum tuntas hal yang berkaitan TPPU ini belum selesai,” jelas Kadiv Humas Polri Ir­jen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Selasa (9/8/2016).

Boy menyampaikan, kasus TPPU masih berjalan termasuk melakukan penelusuran transaksi. Tapi, hasilnya belum bisa dipa­parkan. “Ini dia sifatnya kepada kegiatan penyelidikan. Itu tidak bisa kita memapar­kan secara gamblang. Kalau ada di mana uang itu, diberikan kepada siapa, kalau itu jelas merupakan uang yang bersumber dari Freddy siapapun yang menerima atau memindahkan atau menyimpan tentu ada perkara hukum di sana. Karena ini kan uang hasil dari perdagangan narkoba,” urai dia.

BACA JUGA :  Bandar Sabu di Bogor Berhasil Ditangkap, Polisi Temukan Barbuk 57,78 gram

Soal transaksi dan aliran dana ini juga akan digali tim independen yang diketuai Komjen Dwi Priyatno yang juga Irwasum. “Itu oleh tim independen. Jadi tim inde­penden akan menggali informasi-informa­si,” tegas dia.

Mabes Polri juga memastikan hasil in­vestigasi oleh tim independen akan dijadi­kan rekomendasi penyelidikan Bareskrim. Jangka waktu diberikan untuk menjamin ada kepastian hukum dalam nyanyian Fred­dy Budiman ke Haris Azhar. “Hasil investigas disumbangkan ke Bareskrim. Yang melaku­kan penyelidikan Bareskrim,” kata Boy.

Sebagaimana telah dijelaskan Boy tim investigasi telah dibentuk dua hari lalu, Minggu (7/8) lalu. Irwasum Dwi Prayitno ditunjuk untuk memimpin inevestigasi ini. “Tim investigasi tapi bukan penyidik. Mer­eka nantinya menemukan fakta-fakta untuk diberikan kepada penyidik. Dia bekerja men­cari orang-orang dan mengumpulkan infor­masi penting terkait Freddy,” imbuhnya.

Menurutnya tim independen ini di­berikan jangka waktu selama beberapa bulan. Hasilnya tentu akan dievaluasi hingga proses ini tuntas. “Minimal 3 bu­lan, nanti dievaluasi lagi,” tutupnya.

Boy juga menjelaskan, bila ditemukan unsur pidana oleh tim independen akan dilakukan penyelidikan. “Sangat dimung­kinkan dilakukan proses pidana dimana berarti di situ juga diiringi dengan tinda­kan pemberhentian dengan tidak hor­mat,” tegas Boy.

Boy mengungkapkan, Polri tak sung­kan menindak polisi yang melanggar sumpah jabatan. “Jadi tidak ada yang saat ini bisa berlindung di balik institusi untuk kepentingan-kepentingan yang sifatnya tidak sesuai dengan hukum atau kepent­ingan pribadi. Jadi langkah-langkah tegas punishment dan reward saat ini param­eternya sangat jelas,” imbuhnya.

Namun sanksi tegas itu lanjut Boy di­berikan setelah berlandaskan bukti dan fakta yang ditemukan. Semua dilakukan sesuai mekanisme hukum acara yang ada. “Di sini ada prinsip equality before the law. Jadi kita harus menunggu secara ob­jektif terhadap upaya pengumpulan fakta. BNN sudah punya tim sendiri, demikian juga yang berkaitan dengan TNI sendiri,” pungkasnya.

Sementara itu, Haris Azhar, Koordina­tor KontraS, mengungkapkan alasannya menulis pengakuan Freddy Budiman ter­kait keterlibatan oknum penegak hukum. Dia melakukan itu, melepas informasi ke publik karena tahu hanya publik yang bisa mengontrol negara. Saat itu Freddy jelang dieksekusi mati. “Saya bukan bicara setelah FB meninggal. Saya merilis 4 jam sebelum FB meninggal,” jelas Haris dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (9/8/2016).

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Kamis 25 April 2024

“Publik juga banyak bertanya kenapa dilakukan pada waktu itu. Sementara negara ada dilema. Saya merilis ke publik sebagai pilihan terakhir. Karena saya tahu ada kekuatan publik yang bisa mengontrol negara juga,” tambah dia.

Haris mengaku, dia sebenarnya su­dah mencoba membangun komunikasi dan memberi informasi. Tetapi tidak mendapat respons hingga akhirnya dia melepas informasi ke publik. “Ketika tidak dapat respons, saya coba tunggu waktu yang tepat. Waktu yang tepat itu, saya bilang, ya sudah tunggu di detik terakhir. Detik terakhir itu, ketika namanya masuk dalam daftar, dan jadwal eksekusinya su­dah keluar, itu waktu yang paling tepat. Karena kalau tidak begitu, pemerintah tidak aware. Makanya, begitu namanya sudah keluar, eksekusinya sudah ada jad­walnya, makanya saya omongin. Bahkan sedikit sebelum ada kepastian,” tegas dia.

“Kepastian kan Selasa pagi. Selasa sore saya kasih kabar ke Johan Budi. Kena­pa saya ke JB, bukan ke presiden atau yang lain-lain? Jujur saya tidak punya problem dengan polisi untuk komunikasi. Saya ti­dak punya problem komunikasi dengan Mabes Polri,” tambah dia.

Menurutnya, keputusan level ekseku­si sudah berada di tangan presiden, bukan ke polisi atau Mabes TNI. “Makanya saya ngomong ke presiden, apalagi presiden. Apalagi presiden diasumsikan dapat lapo­ran terus menerus perkembangan dari kejaksaan terkait eksekusi. Itu yang saya cukup kecewa. Saya ngomong hari Senin. Hingga Kamis tidak ada perkembangan. Begitu tidak ada perkembangan dari pres­iden, maka saya putuskan untuk rilis tu­lisan,” tutur dia.

“Begitu disebar, sejam kemudian, Pak Slamet Pribadi menghubungi saya. Arti­nya kalau ada kemauan dan keberanian, bisa dicegah dalam rangka menggali in­formasi lebih lanjut. Menggali informasi dari FB kan bukan berarti menghilangkan hukuman mati baginya. Jadi jangan salah kaprah juga,” tandasnya.(*)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================