ResizedImage600399-BIG-kabbogor-03BOGOR TODAY– Pembangunan desa di Kabupaten Bogor mulai ber­jalan dalam setahun belakangan. Banyaknya peran kaum intelektual hingga mengalirnya bantuan ang­garan dari Pemerintah Pusat dan provinsi menjadi stimulan bagi kemandirian aparatur desa untuk memberdayakan potensi wilayah.

Pun demikian, masih banyak desa yang belum berkembang maksimal, misalnya banyaknya kasus keterbatasan infrastruktur hingga minimnya akses jalan untuk men­dorong pembangunan. Luasnya wilayah Kabupaten Bogor yang ter­diri dari 410 desa dan 16 kelurahan, tentunya tak bisa dimonitor secara manual atau hanya emngandalkan laporan dari para aparatur wilayah.

Untuk meningkatkan pembangunan Kabupaten Bogor mulai dengan basis data yang akurat mulai dari infstruktur, pemanfaatan lahan pertanian, menuntaskan seluruh wilayah memiliki listrik, menuntas­kan daerah yang terisolir dan lain­nya, Pemkab Bogor menggandeng Badan Informasi Geospasial (BIG). Kerjasama ini sudah berjalan selama hampir setahun terakhir.

Kepala BIG Bogor, Priyadi Kar­dono mengatakan, kerjasama ini dan semua bisa dipetakan secara detail sehingga pembangunan di Kabupaten Bogor bisa meningkat lebih baik. “Jika didukung dengan keakuratan data. Misalnya untuk infrastruktur jalan, dengan data BIG maka bisa diketahui dengan jelas mana jalan yang sudah beraspal dan mana yang belum atau rusak. Bah­kan kondisi seluruh wilayah Kabu­paten Bogor bisa terpantau dengan baik,” katanya, kemarin.

Menurut Priyadi, jika kondisinya baik dan memungkinkan itu bisa memberikan manfaat positif seperti pengembangan jalur gas dan PDAM melalui pemetaan yang baik dan ter­perinci dengan skala 1: 5000.

“Ini sangat memudahkan Pemk­ab Bogor dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mengembang­kan dan memajukan wilayahnya. Bahkan bisa terakses dengan ke­menterian sehingga dapat memper­cepat proses pembangunan. Bahkan kami siap memetakan warga miskin yang ada di Kabupaten Bogor den­gan detail lengkap dengan nama Ke­pala Kelurga (KK), dan alamatnya,” kata dia.

“Untuk lahan pertanian juga akan dipetakan sehingga tidak ada data yang salah, dan sangat berman­faat untuk meningkatkan ketah­ananpangan,” ujar Priyadi.

Terpisah, Bupati Bogor, Nurhay­anti menegaskan jika, kerjasama yang telah dijalin dengan BIG me­miliki urgensi tinggi, terutama dalam pemantauan perkembangan pembangunan. Juga untuk mendu­kung updating kegiatan salah sa­tunya pemanfaatan lahan pertanian berkelanjutan didukung dengan ba­sis data yang akurat.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Wanita di Slogohimo Wonogiri, Gegerkan Warga Setempat

“Seperti ini lah langkah yang harus terus dilakukan tentunya un­tuk mewujudkan Kabupaten Bogor menjadi kabupaten termaju di Indo­nesia,” tegasnya.

Nurhayanti berharap kerjasama dengan BIG ini mampu menyulap daerah yang terisolir, semua wilayah terang benderang dan kondisi jarin­gan listriknya bisa terpantau dengan baik melalui pemetaan yang dilaku­kan BIG.

Di sisi lain, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga telah melaku­kan pemetaan di 5.000 desa terting­gal dan mempercepat pemetaan 2.000 desa mandiri.

Sejak Februari lalu, Badan In­formasi Geospasial (BIG) mengop­timalkan kerjasama dengan me­luncurkan peta desa dalam 3 versi. Peta tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari upaya mempercepat pembangunan desa dan kawasan perdesaan.

“Jumlah desa dan kelurahan di Indonesia mencapai ribuan. Ini menjadi tantangan dalam perenca­naan pembangunan desa,” kata Ke­pala BIG, Priyadi Kardono.

Adapun 3 peta desa tersebut meliputi Peta Citra, Peta Sarana dan Prasarana serta Peta Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan. Ketersedi­aan peta desa ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk memper­cepat pembangunan desa di indo­nesia

Data Kementerian Dalam Neg­eri mencatat jumlah desa mencapai 74.093 dan kelurahan mencapai 8.412. Kondisi masing-masing desa/ kelurahan tersebut sangat beragam, baik dari segi tipologi, kondisi sum­berdaya manusia hingga kesiapan aparatur dan lainnya.

Diakui Priyadi saat ini kegiatan sosial ekonomi masyarakat desa masih terbatas dan pengelolaan sumber daya alam masih kurang op­timal. Karena itu dibutuhkan peta untuk mengoptimalkan kegiatan pembangunan didesa.

“Perencanaan pembangunan desa dengan potensi sektor perta­nian tentu berbeda dengan desa yang memiliki potensi pariwisata,” tambahnya.

Menurutnya salah satu tantan­gan pembangunan nasional ber­basis desa dan daerah pinggiran antara lain ketersediaan data dan informasi geospasial yang memadai, baik cakupan ketersediaan maupun tingkat kedetilan yang masih sangat terbatas.

Informasi geospasial yang dibu­tuhkan adalah informasi geospasial skala besar yang disajikan pada peta yang dapat menampilkan kondisi desa dengan baik. “Kami menjem­batani kebutuhan pemetaan dengan dengan menggunakan citra pengin­deraan jauh resolusi sangat tinggi untuk membuat peta citra desa se­bagai dasar pemetaan tematik dasar wilayah,” tukasnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Bangkalan, Truk Tabrakan dengan Motor Ditumpangi Satu Keluarga

Dalam rangka mendorong per­cepatan kebijakan satu peta (one map policy), BIG juga merangkul beberapa universitas, salah satunya Institut Pertanian Bogor (IPB).

“BIG menyebarluaskan data in­formasi geospasial agar kabupaten tidak menggunakan data asal-asalan untuk perencanaanya,” kata dia.

Priyadi menegaskan, semua peta tata ruang harus dikonsulta­sikan dengan BIG. Namun sumber daya manusia (SDM) di daerah ter­batas padahal daerah punya kewa­jiban membuat peta tematik skala 1: 50.000.

Di sisi lain, BIG pun harus men­dorong sinkronisasi informasi geo­spasial tematik (IGT) berupa 85 tema peta tematik bisa rampung hingga 2019. Di tahun 2016, ditarget­kan 17 peta tematik yang mengacu pada peta rupa bumi Indonesia (RBI) skala 1: 50.000 akan diram­pungkan.

Wilayah Kalimantan menjadi salah satu wilayah yang diprioritas­kan pemetaannya. Di samping itu, tahun 2016, BIG juga berkonsentrasi untuk pemetaan desa. “BIG mem­bantu membina data spasial dan simpul jaringan pengelolaan data,” ujarnya.

Priyadi menjelaska,n peta desa merupakan peta tematik dasar yang terbagi menjadi peta citra, in­frastruktur dan tutupan lahan. BIG misalnya membuatkan peta-peta tersebut dan desa melalui sistem informasi desa berkewajiban untuk mengisinya.

Kejelasan peta batas desa, berar­ti pula kejelasan peta kelurahan, ke­camatan, kabupaten hingga provin­si. Potensi konflik dapat dicegah dengan adanya data spasial yang bisa pula diintegrasikan dengan data statistik yang dimiliki Badan Pusat Statistik.

Sementara itu untuk kerja sama dengan universitas, terkait pengem­bangan SDM yang sangat dibutuh­kan untuk bidang pemetaan dan geospasial.

Priyadi menambahkan SDM di bidang geospasial sangat minim. Untuk mendukung pemetaan skala 1:50.000 tahun 2016, BIG membu­tuhkan 1200 orang tenaga pemetaan. “Kita telah memiliki program pada Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial untuk mencetak tenaga pemetaan dengan 13 universitas,” tandasnya.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================