BADAN Pusat Statistik (BPS) menyatakan 12 paket kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo- Wapres Jusuf Kalla belum mampumendongkrak industri. Padahal, serangkaian paket kebijakan deregulasi ini dirancang khusus untuk mewujudkan industrialisasi.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Paket kebijakan itu harusnya berdampak karena ada penyederhanaan regulasi dan sebagainya, tapi saya lihat belum ada dampakÂnya saat ini, terutama untuk indusÂtri besar,†jelas Kepala BPS, Suryamin di kanÂtornya, Jumat (19/8/2016).
Buktinya, lanjut Suryamin, penyumbang ekonomi terbesar masih berasal dari usaha kecil dan menengah. “Bukan industri besar. Ini yang jadi pekerjaan pemerintah,†kata Suryamin.
Bicara soal usaha kecil dan menegah (UKM), Suryamin menyinggung soal sektor usaha dagang berbasis elektronik atau e-commerce, yang saat ini sedang berkembang pesat. Dia meyakini, sektor ini akan menÂdongkrak pertumbuhan jumlah usaha di masa mendatang. Pasalnya, e-commerce dapat masuk ke semua kelas usaha, mulai dari kecil, menengah, hingga atas.
“Sekarang kalau kita lihat, e-comÂmerce memang belum memberikan kontribusi yang besar pada pertumÂbuhan jumlah usaha, tapi potensinya sungguh besar apalagi bila nanti izinÂnya mendukung dari pemerintah,†tuturnya.
Karenanya, ia merekomendasiÂkan tiga kebijakan yang harus dikejar pemerintah untuk mendukung perÂtumbuhan e-commerce, yakni dari sisi perizinan, bantuan pendanaan, dan pemanfaatan teknologi.
“Yang utama adalah perizinan dan pendanaan, kalau ini dijamin oleh pemerintah, e-commerce ini bisa, seperti sektor manufaktur yang bisa masuk ke beberapa sektor sekaÂligus, bisa ke perdagangan, industri, bahkan pertanian,†kata Suryamin.
Adapun dari sisi pendanaan, Suryamin melihat, geliat positif dari pemerintah sudah ada, yakni denÂgan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) yang dapat diberikan pula keÂpada e-commerce.
Kemudian, dari sisi teknologi, sinergi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika beserta kementerian terkait, misalnya Kementerian PerdaÂgangan dapat menjamin penyaluran teknologi yang dibutuhkan oleh e-commerce.
Suryamin memastikan, bila e-comÂmerce dikejar pemerintah saat ini, hasil ke depan tentu akan mampu memberiÂkan sumbangan pada pertumbuhan ekonomi yang berdampak sekaligus pada penciptaan lapangan pekerjaan sehingga bisa mendongkrak penghasiÂlan dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan hasil Sensus EkonoÂmi 2016, BPS mencatat, sampai saat ini terdapat 26,7 juta pelaku usaha di Indonesia. Jumlahnya naik sekitar 17,6 persen atau bertambah sekitar 4 juta usaha dibandingkan 10 tahun lalu (2016) yang sebanyak 22,7 juta usaha.
Paket Ekonomi XIII Bermasalah
Sementara itu, Satuan Tugas (SatÂgas) Kelompok Kerja (Pokja) PercepaÂtan Paket Kebijakan yang diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution siap merilis paket kebijakan XIII.
Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan, Satgas Pokja telah menyiapkan dua fokus, yakni meÂnyangkut perdagangan elektronik atau e-commerce dan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasiÂlan rendah (MBR)
.Meski demikian, Satgas Pokja haÂrus melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo untuk kemudian dipuÂtuskan kebijakan mana yang akan diluncurkan terlebih dahulu dalam paket kebijakan XIII.
Purbaya Yudhi Sadewa, Staf KhuÂsus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga merupakan Wakil Ketua Pokja IV menilai, urgensi penyediaan rumah bagi MBR lebih besar bila dibandingkan pengaturan e-commerce.
“Saya pikir Presiden lebih conÂdong ke MBR karena Presiden punya program penyediaan satu juta rumah rakyat, yang sampai sekarang belum maksimal. Jadi, ini momen yang pas untuk melihat dampak langsung kepada rakyat melalui paket kebiÂjakan XIII,†ungkap Purbaya, Jumat (19/8/2016).
Kendati memprediksi Presiden akan mengambil fokus penyediÂaan rumah bagi MBR, Purbaya tak menampik bahwa pengaturan e-commerce juga penting untuk menÂdongkrak pertumbuhan ekonomi InÂdonesia. Bahkan, bila bisa memilih, Purbaya ingin kedua fokus ini dapat diluncurkan bersamaan dalam paket kebijakan XIII.
Pokja IV yang menangani pengadÂuan implementasi paket kebijakan ekonomi, menurutnya siap menyeleÂsaikan aduan kasus yang akan diteriÂma bila fokus tentang pengaturan e-commerce atau penyediaan rumah bagi MBR dirilis nanti.
Menurutnya, kerumitan kasus mungkin akan lebih besar bila fokus penyediaan rumah bagi MBR diterÂbitkan. Pasalnya, saat ini saja, permaÂsalahan mengenai perumahan rakyat masih kerap bermunculan.
Purbaya berharap masyarakat dapat berperan aktif sekaligus berÂsinergi dengan Pokja IV dengan melÂaporkan sejumlah permasalahan deÂregulasi ke depan. “Tentu kami siap selesaikan. Kami harap dengan banÂyak yang lapor, tidak ada lagi celah permasalahan. Kemudian, kami juga siapkan format penyelesaian sesuai Undang-Undang yang seragam untuk beberapa kasus sehingga bisa lebih cepat diselesaikan,†katanya.
Pilihan Kadin
Sementara Rosan P. Roeslani, KetÂua Umum Kamar Dagang dan IndusÂtri (Kadin) Indonesia mengharapkan pemerintah dapat mempertimbangÂkan dengan masak, fokus mengenai pengaturan e-commerce.
“Kami condong ke e-comÂmerce karena tidak bisa dipungkiri, pertumbuhan e-commerce sangat besar saat ini dan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, seperti yang diharapkan Presiden,†kata Rosan.
Belum lagi, menurut Rosan, pemerintah juga tengah menggencarÂkan penciptaan 1.000 techopreneur yang bisa menjadi roda-roda pengÂgerak ekonomi bangsa sehingga penÂgaturan e-commerce menjadi fokus yang penting untuk diturunkan pada paket kebijakan XIII.
Rosan juga mencatat, saat ini pangsa pasar e-commerce IndoneÂsia memiliki perputaran uang sekitar US$20 miliar dan ditargetkan pada 2020 mendatang, dapat menembus US$220 miliar. Tak hanya itu, penÂgaturan e-commerce juga penting karena berpotensi menyuburkan perÂtumbuhan e-commerce yang mampu membuahkan peluang kerja.
Terkait hal ini, Rosan menÂgatakan, dalam pengaturan e-comÂmerce nanti bukan hanya regulasi e-commerce yang perlu dijamin pemerintah, namun juga pemberian insentif berupa pembebasan pajak. “Pajaknya bisa dihilangkan dulu kareÂna mereka (pengusaha e-commerce) baru mulai. Nanti jangka waktu sekiÂan baru ditetapkan pengenaannya berapa tapi harus bertahap,†tutup Rosan. (*)
Bagi Halaman