SIDANG lanjutan kasus mark up harga lahan Jambu Dua diperkirakan akan diwarnai kejutan-kejutan. Walikota Bogor Dr Bima Arya yang akan diperiksa sebagai saksi Senin (22/8/2016) hari ini di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung diduga bakal mengungkap fakta baru yang terlewat di BAP.
ABDUL KADIR|YUSKA APITYA
[email protected]
Fakta baru yang mungkin akan dimunÂculkan Bima adalah terkait dengan peranan sejumlah pimpinan dan angÂgota DPRD Kota Bogor dalam menenÂtukan harga beli tanah untuk relokasi PKL tersebut dari Angkahong. Fakta tersebut seÂlama ini hanya beredar dalam bentuk transkip pembicaraan di sidang paripurna.
Dialog-dialog dalam sidang pembahasan penentuan besaran anggaran untuk membeli lahan di Jambu Dua tersebut, seperti yang tertuÂang dalam transkrip, banyak menggunakan baÂhasa Sunda. Namun secara jelas dan gamblang, transkip ini memberikan peta siapa saja sebetÂulnya tokoh-tokoh yang patut diduga terlibat dalam penggelembungan anggaran pembelian lahan Jambu Dua itu.
‘’Besok Senin (hari ini, Red) saya akan diÂperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor
Bandung. Saya akan ungkapÂkan apa yang saya tahu seÂcara persis,’’ kata Bima Arya, Minggu (21/8/2016)
Apakah yang akan diungÂkap dalam persidangan nanti termasuk fakta-fakta dalam tsanskrip sidang paripurna itu? Bima hanya tersenyum dan berkata singkat, ‘’Kita liÂhat nanti di sidang. Saya semÂpat baca transkip itu.’’
Dihadirkannya Bima seÂbagai saksi ini juga untuk mengkroscek atau mengklariÂfikasi kesaksian-kesaksian dari sejumlah saksi yang suÂdah diperiksa terdahulu, terÂmasuk Ketua DPRD Kota BoÂgor Untung W Maryono dan Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman. Dalam kesaksian dua pejabat Kota Bogor ini banyak menyebut peranan Bima Arya. Karena itu, penÂgadilan merasa perlu memerÂiksa Bima.
Bima seharusnya dihadÂirkan sebagai saksi pada perÂsidangan Senin pekan lalu. Namun karena jadwal sidang molor, pemeriksaan Bima seÂbagai saksi ditunda dan baru dihadirkan hari ini.
Sebelumnya kesaksian telah disampaikan oleh Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat dan ditambah kesaksian-kesÂaksian yang diberikan jajaran legislatif dan eksekutif lainÂnya.
Sejauh ini banyak kesakÂsian yang terkesan mengarah kepada Walikota Bogor, Bima Arya dan Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat dalam perÂsidangan. Apa saja yang akan diberikan Bima Arya kepada Majelis Hakim persidangan hari ini?
Menurut Bima, kasus JamÂbu Dua ini pada prinsipnya merupakan kebijakan untuk memuliakan PKL. “Semua suÂdah dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan prosedur,†pungkasnya.
Sekedar informasi, kasus ini juga turut dijadikan baÂhan penyelidikan oleh KejakÂsaan Tinggi (Kejati) Bandung untuk mengkaji apakah ada permainan yang dilakukan oleh aktor intelektual dalam perkara ini.
Jajaran eksekutif memÂberikan kesaksian bahwa harÂga lahan Jambu Dua ini hanya Rp 17,5 miliar dengan dasar acuan SK yang ditandatanÂgani pimpinan DPRD Kota Bogor. Didalam Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang APBD muncul harga sebesar Rp 43,1 miliar yang ditandatangani Walikota Bogor.
Sejauh ini, baru tiga orang terdakwa telah ditetapkan oleh Kejari Kota Bogor, yakni mantan Kepala Dinas KUMKM Bogor; Hidayat Yudha PriÂyatna, mantan Camat Bogor Barat; Irwan Gumelar, dan Ketua Apraissal; Roni Nasru Adnan.
Penasihat hukum terÂdakwa Irwan Gumelar, Adil Solihin Putera menilai ketÂerangan kedua saksi yang diÂhadirkan sangat menentukan. Sebab masih ada keterkaitan para saksi fakta sebelumnya. “Karena yang bisa menjawab keterangan saksi sebelumnya soal penentuan angka Rp 43,1 miliar itu ya Walikota,†kata Adil.
Sidang pekan lalu yang menghadirkan Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, berjalan memanas. Agenda keterangan saksi Ade Sarip HiÂdayat menjadi ‘mimpi buruk’ bagi Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W Maryono yang seÂbelumnya mengklaim harga lahan Jambu Dua hanya Rp 17,5 miliar dengan acuan SK DPRD Kota Bogor.
Berbanding terbalik, Ade Sarip Hidayat mengklaim Rp 17,5 miliar hanya tertera pada lampiran SK DPRD dan yang berada di dalam SK DPRD tetap Rp 43,1 miliar. Adu kesÂaksianpun telah dijadwalkan oleh Hakim untuk mengupas tuntas kasus ini lebih dalam.
Ade menjelaskan, semua proses pembelian lahan AngÂkahong sudah sesuai aturan. Dijelaskankannya, asal muaÂsal pembelian lahan senilai Rp43,1 miliar adalah setelah Lebaran 2014 lalu, pada saat Pemkot Bogor melakukan program penataan pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Jalan MA Salmun.
“Sudah berulang-ulang penertiban dilakukan tapi selalu saja badan jalan yang lebarnya 12 meter itu habis menjadi lapak PKL dan tersisa 3 meter saja. Nah, saat penerÂtiban itu maka ada dialog denÂgan PKL di salah satu ruangan di Perusahaan Gas Negara (PGN) jika akan ada relokasi asal jalan tersebut bersih dari PKL,†terang Ade di hadapan majelis hakim.
Selanjutnya, sambung Ade, Pemkot terus ditagih oleh PKL sampai terjadi seÂrangkaian demo dengan tuntutan tempat relokasi tersebut. Akhirnya, Pemkot membuat rancangan umum perubahan dan plafon APBD-P sementara sehingga muncul angka Rp 135 miliar.
Angka ini, direncanakan untuk pembelian Gedung MuÂria Rp70 miliar serta pembeliÂan lahan relokasi Rp65 miliar kemudian dibahas di Komisi B DPRD Kota Bogor. “Tanggal 17 September 2014, dilakukan siÂdang paripurna di DPRD tenÂtang KUAPPASP dan plafon anggaran,†kata dia.
Ade mengaku, pada 30 September 2014 diundang kembali oleh DPRD denÂgan agenda penandatangaÂnan nota kesepahaman KUA PPASP dan penyampaian RAPBD. Di nota kesepahaman itu munculah kesepakatan dewan dari komisi terkait unÂtuk melakukan kajian pembeÂlian lahan itu. “Ketika pemÂbahasan diketahui ada defisit Rp253 miliar. Jadi, saat itu rencana pembelian lahan ini belum dimasukan,†tegasnya.
Ade menambahkan, pada 10 Oktober 2014 dilakukan pembahasan anggaran di Park Cawang Hotel. Setiap SKPD dipersilahkan memaparkan rencana program yang akan dimasukan di APBD-P. Masih dalam pertemuan tersebut, disepakati ada dua alternatif penganggaran untuk pembeÂlian lahan Angkahong. “Yang pertama adalah Rp55 miliar untuk membeli lahan AngkaÂhong di Pasar Warung Jambu. Dan yang kedua, adalah tetap dialokasikan Rp55 miliar denÂgan rincian pembelian lahan Angkahong serta lahan GaÂluga,†tandasnya.
Masih berdasarkan kesÂaksian Ade, pada 14 Oktober dilakukan pembahasan kemÂbali di Gedung DPRD ada dinamika sehingga sempat muncul angka Rp26 miliar untuk membeli lahan AngkaÂhong kemudian finalisasinya jadi Rp17,5 miliar lalu masuk RAPBD-P 2014. “Akhirnya disahkan melalui rapat pariÂpurna kemudian dikirimkan ke pemprov untuk evaluasi gubernur,†ujarnya.
Saat evaluasi turun dalam bentuk narasi atau tanpa anÂgka, masih kata Ade, ada evalÂuasi yang harus dibenahi di sektor pendapatan dan belanÂja. Kemudian, setelah menerÂima evaluasi maka dilakukan pembahasan bersama badan anggaran yang diketuai juga oleh Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W Maryono, sekaligus membahas pendapatan beruÂpa uang sisa salur pajak kendÂaraan bermotor dari pemprov sebesar Rp35 miliar lebih.
Ketua Banggar (Untung W Maryono) saat itu, jelas Ade, menyebutkan sisa salur ini digunakan untuk kebutuhan pinjam pakai mobil muspida, pembelian mobil dinas Ketua DPRD, pembelian 4 mobil Ketua Komisi DPRD, hibah pembangunan di Polresta Bogor dan sisanya sebesar Rp31 miliar ini untuk lahan Jambu Dua. “Pak Untung yang menawarkan Rp31 milÂiar ini untuk membeli lahan di Jambu Dua dan kami dari TAPD dan Banggar DPRD meÂnyatakan sepakat, kemudian diketuk palu,†ungkapnya.
Jawaban Ade ini, memenÂtahkan pernyataan Untung W Maryono yang minggu lalu memberi kesaksian. Namun tiÂdak mengakui soal pembelian mobil dinas untuk DPRD dibaÂhas dari uang sisa salur dan mengesahkan sisanya untuk lahan Jambu Dua. “Itu saksinÂya banyak. Notulensinya ada dan Pak Untung lah yang meÂminta kesepakatan kepada peserta rapat soal sisa uang salur itu,†sambung Ade.
Dari rangkaian kegiatan itu, kata Ade, timbulah kepuÂtusan pimpinan DPRD terkait penyempurnaan pendapatan dan belanja 2014. “Dan ini disetujui atau diketahui juga oleh Pak Untung karena ada produk perda serta perwali yang didalam itu salah satunÂya penjabaran tentang belanja daerah kemudian dilembar daerahkan. Jelas, dasar pemÂbelian lahan Angkahong, unÂtuk gaji dan lainnya sudah terÂcatat di perda dan kita harus laksanakan isi perintahnya,†tegasnya.
Terkait pernyataan Ketua DPRD disepakati hanya Rp17,5 miliar, Ade menuturkan, SK pimpinan DPRD jadi pedoÂman untuk APBD. Dan bisa dibuktikan dengan dokumen yang ada jika SK Pimpinan DPRD Nomor 1903 dengan Perda Nomor 7 tahun 2014 sama menyatakan jika pemÂbelian itu pagunya Rp49,2 miliar. “Yang Rp17 miliar itu ada di lampiran SK pimpinan DPRD karena itu berfungsi menjawab evaluasi gubernur dan tidak bisa dirubah,†paÂpar Ade.
Soal kegiatan tanggal 26 Desember, Ade menjelaskan, jika saat itu dirinya beserta Walikota, Wakil Walikota dan Kabag Hukum saat itu meneriÂma laporan dari Yudha (terdaÂkwa) yang minta dibantu unÂtuk melobi Angkahong karena keukeuh dengan harganya yang bisa dikatakan tinggi. Selain itu dilaporkan juga ada perbedaan penghitungan apÂpraisal, sehingga pihaknya meminta untuk melakukan koordinasi lagi terkait penghiÂtungan tersebut.
Banyaknya kesaksian yang masih terbilang ‘rancu’ memÂbuat majelis Hakim mengatur agenda ulang dengan mengÂhadirkan Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono, Sekda Bogor; Ade Sarip HiÂdayat, Anggota Banggar; Yus Ruswandi dan, Teguh RiÂhananto yang direncanakan pada Rabu (24/08/2016) menÂdatang. Semua nama ini akan dipanggil dan dihadirkan Rabu(25/8/2016) mendatang. “Lhoh, saya siap buka-buÂkaan. Lihat saja, siapa yang salah akan terlihat nantinya. Lihat saja faktanya, jangan berargumentasi,†ketus UnÂtung W Maryono, saat diminta tanggapan, kemarin.(*)
Bagi Halaman