solarYuska Apitya Aji

[email protected]

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan finalisasi penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar dan Premium pada Kamis (29/9/2016) malam. Pengumuman perubahan harga akan diumumkan pada hari Jumat (30/9/2016) hari ini.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamudji memastikan dua kegiatan itu setelah Pelaksana Tugas (PLT) Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan menyerahkan instruksi resmi kepada Direktorat Jenderal Migas, Kementerian ESDM. “Pak Menteri akan sampaikan instruksi resmi kepada Pelaksana Harian Direktur Jenderal (Dirjen) Migas Kementerian ESDM. Pengumuman resminya besok,” ujarnya.

Ia melanjutkan, instansinya sebelumnya juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian terkait perubahan ini. Dalam argumentasinya, Kementerian ESDM menilai harga BBM perlu disesuaikan dengan kondisi harga minyak dunia saat ini. “Bahwa perubahan harga minyak itu harus menetapkan perubahan mengenai harga eceran BBM,” lanjutnya.

Di samping itu, ia juga mengonfirmasi besaran penyesuaian harga BBM, di mana Premium turun sebesar Rp300 per liter dan Solar naik Rp600 per liter.

Sementara itu, Dirjen Migas Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmaja menerangkan bahwa keputusan final bisa diketahui pada tanggal 1 Oktober 2016 mendatang, dengan memperhatikan beberapa kondisi eksternal. “Data dan analisis sesuai formula per tiga bulan menunjukkan premium turun Rp300 per liter dan Solar naik Rp600 per liter. Keputusan sedang dibahas dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi, sosial, dan lain-lain,” ujanya.

Sebagai informasi, penetapan harga jual ditetapkan oleh Menteri ESDM setiap tiga bulan sekali sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 tahun 2015. Formulasi harga BBM mengikuti harga mean of plats Singapore (MOPS), harga minyak dunia, dan nilai tukar Dolar AS dengan kurs beli Bank Indonesia (BI) selama tiga bulan sebelumnya.

Penetapan harga BBM ini dilakukan Menteri ESDM dengan menimbang kemampuan keuangan negara atau situasi perekonomian, kemampuan daya beli, serta kondisi ekonomi riil yang dialami oleh masyarakat.

Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 5976 K/12/MEM/2016, saat ini harga Minyak Tanah (Kerosene) ditetapkan sebesar Rp2.500 per liter sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), minyak Solar dengan harga Rp5.150 per liter sudah termasuk PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor(PBBKB), dan harga Premium ditetapkan sebesar Rp6.450 per liter di titik serah, yang sudah disertakan PPN dan PBBKB.

Sebelumnya, Kementerian ESDM memberi bocoran harga BBM jenis premium dan solar akan mengalami perubahan pada periode 1 Oktober-31 Desember 2016. Harga premium akan turun Rp 300/liter, sedangkan harga solar naik Rp 500-600/liter.

Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan bahwa harga premium akan turun Rp 300/liter, sedangkan harga solar naik Rp 500-600/liter. “Sudah dihitung, sudah dilaporkan ke Pak Menteri. Premium turun sekitar Rp 300/liter, solar naik Rp 500-600/liter lah,” kata Wirat saat ditemui di Alger, Rabu (28/9/2016).

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Klaten, Toyota Etios Tertabrak KA Argo Wilis

Wirat menjelaskan, rata-rata harga premium dan solar memang mengalami perubahan dalam 3 bulan terakhir. Pemerintah memilih untuk tidak menahan kenaikan dan penurunan agar masyarakat terbiasa dengan harga BBM yang fluktuatif sesuai mekanisme pasar.

“Kita harus mengikuti formula dan komitmen kita dievaluasi tiap 3 bulan supaya harga BBM ini tidak sakral lagi, jadi membiasakan masyarakat kita dengan harga BBM yang naik turun,” ujarnya.

Diakui Wirat, sebenarnya Pertamina masih memegang surplus subsidi solar dari beberapa bulan lalu karena harga yang ditetapkan pemerintah sempat melampaui harga pasar. Tapi harga solar tetap naik per Oktober, surplus subsidi akan diselesaikan tahun depan.

“Kan akhir tahun kita hitung plus atau minus. Nanti kalau surplus dikembalikan atau bagaimana, kalau minus bagaimana, akan kita bicarakan,” tukasnya.

Sedangkan harga premium, kata Wirat, sudah dekat dengan harga pasar sejak 6 bulan lalu. “6 bulan terakhir (harga premium) sudah mendekati, pas-pasan lah,” tutupnya.

Tren penjualan bahan bakar gasoline non subsidi PT Pertamina (Persero) kini telah mencapai 45% dari total konsumsi gasoline yang saat ini mencapai 91.000 KL per hari menyusul terjadinya penurunan permintaan Premium oleh masyarakat.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan tren penjualan bakar non subsidi Pertamina, yaitu Pertamax Series dan Pertalite semakin hari semakin meningkat. Jika pada semester I 2016 lalu rata-rata hanya sekitar 15.000 KL per hari atau 20% dari total permintaan gasoline, pada 20 hari pertama September 2016 konsumsinya telah mencapai 40.837 KL per hari atau 45% dari total konsumsi gasoline.

“Perkembangan ini tentu sangat menggembirakan karena menunjukkan bahwa masyarakat konsumsi di Tanah Air sudah benar-benar bisa menerima inovasi produk yang dilakukan Pertamina. Kami akan terus meningkatkan ketersediaan Pertamax Series dan Pertalite di lebih banyak SPBU untuk memastikan pelayanan kepada masyarakat berjalan dengan baik,” kata Wianda dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9/2016)

Berdasarkan statistik tren penjualan BBM oleh Pertamina, Pertalite mengalami lonjakan paling tinggi di mana konsumsi pada September telah mencapai sekitar 25.000 KL per hari. Pada semester I 2016 lalu rata-rata konsumsi Pertalite masih sekitar 6.500 KL per hari.

Adapun, tren konsumsi Pertamax juga meningkat tajam dari semula rata-rata di kisaran 10.000 KL per hari pada semester I menjadi sekitar 15.000 KL per hari. Pertamax Turbo yang baru diluncurkan pada awal Agustus juga terjadi lonjakan konsumsi sekitar 170% pada September 2016.

Di sisi lain, tutur Wianda, konsumsi Premium mengalami penurunan dari semula di kisaran 70.000 KL per hari pada semester I 2016 menjadi hanya 55.000 per hari KL pada Agustus dan 50.000 KL per hari pada 20 hari pertama September. Namun, dia menegaskan Pertamina terus menjaga ketersediaan Premium di tengah pelemahan permintaan tersebut.

BACA JUGA :  Ravindra Titip Ribuan Bibit Pohon Ke Peserta Upacara Hardiknas di Sukajaya

“Karena permintaan yang terus turun, stok Premium saat ini berada di atas 22 hari dari biasanya sekitar 18 hari. Pertamina akan terus mencoba adaptif terhadap tren konsumsi masyarakat yang lebih memilih Pertamax Series dan Pertalite yang lebih sesuai dengan spesifikasi kendaraannya di tengah momentum disparitas harga yang tipis dengan Premium,” kata Wianda.

Sementara itu, pasar Pertamina Dex dan Dexlite juga tidak kalah menggembirakan. Rata-rata konsumsi untuk dua jenis BBK tersebut telah berada di atas angka psikologis 1.000 KL per hari.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, penyesuaian itu sudah sesuai dengan kondisi harga formula Pertamina untuk kedua jenis BBM itu selama tiga bulan terakhir.

Terutama untuk solar, penyesuaian memang perlu dilakukan karena ada pemotongan subsidi sebesar Rp500 per liter di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.

“Kalau bicara seharusnya, ya harga solar naik cukup tinggi. Apalagi dengan adanya pemotongan subsidi. Namun, kebijakan harus melihat lebih jauh, terutama kondisi ekonomi nasional,” jelas Ahmad Bambang, Rabu (28/9).

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah tidak jadi melakukan penyesuaian harga tersebut. Hal itu untuk agar menjaga kondisi ekonomi yang terbilang membaik saat ini.

Pria yang kerap disapa Abe menilai, jika harga solar naik signifikan maka inflasi berpotensi melambung tinggi mengingat sebagian besar kendaraan logistik menggunakan BBM jenis solar. Apalagi, komponen transportasi menjadi kontributor tertinggi inflasi di setiap bulannya.

Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus lalu, transportasi, jasa keuangan, dan komunikasi memiliki kontribusi 0,19 persen terhadap deflasi bulanan sebesar 0,02 persen. Komponen ini menjadi kontributor tertinggi deflasi, yang disusul harga pangan sebesar 0,13 persen.

“Untuk itu, posisi kami dalam menawarkan pemerintah, biarkan saja Solar tidak usah naik, dan Premium juga tidak usah naik. Kami sudah tawarkan ini ke Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, namun baru sebatas via WhatsApp karena beliau sedang ada di Aljazair,” tambah Abe.

Lebih lanjut, ia menilai saat ini tak ada urgensi untuk menurunkan harga premium mengingat konsumsinya terus menurun. Menurut data yang dimiliki perseroan, proporsi premium terhadap penjualan bensin Pertamina menurun sebesar 21,39 persen sepanjang semester I 2016. “Apalagi beberapa pengguna premium sudah berpindah ke pertalite, sehingga BBM dengan harga penugasan sebenarnya sudah tidak begitu urgent lagi. Jadi ya tetap saja mending harganya,” jelasnya.

Bahkan, agar harga solar tetap stabil selama tiga bulan ke depan, Pertamina siap merugi sebesar Rp1,55 triliun. “Tidak apa-apa kami mengalami minus, yang penting ekonomi tidak terganggu. Tapi kami kan juga ada tabungan selama beberapa periode kemarin karena menjual BBM penugasan di atas harga formula,” tandasnya.(*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================