foto-hl-sri-mulyaniYuska Apitya

[email protected]

Salah satu hasil pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), yaitu masing-masing negara harus mendorong pertumbuhan ekonomi dunia sesuai dengan potensi negaranya. Bagaimana dengan Indonesia?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, setiap negara memiliki struktur potensi yang berbeda. Ada yang bisa mengandalkan fiskal, khususnya untuk negara dengan utang yang rendah. Kemudian, bisa melalui kebijakan moneter. Seperti yang dilakukan oleh negara maju dengan menerapkan suku bunga yang rendah, bahkan negatif.

Indonesia, kata Sri Mulyani, bisa menempuh kedua jalur tersebut. Dari sisi fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dioptimalkan untuk mendorong meningkatkan aktivitas perekonomian di masyarakat.

“Kami tetap gunakan semaksimal mungkin untuk menstimulasi perekonomian sesuai prioritas yang ditetapkan oleh Presiden. Di samping juga mencegah kesenjangan agar tidak memburuk dan mengurangi kemiskinan,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Nominal belanja pemerintah sudah mencapai Rp 2.000-an triliun. Menurut Sri Mulyani, besarnya belanja harus produktif. “Belanja modal untuk investasi produktif menjadi sangat penting maka kami tingkatkan kualitas belanja kita. Sementara belanja konsumtif dikurangi. Belanja kesehatan dan pendidikan tetap sesuai dengan porsinya,” paparnya.

BACA JUGA :  Takjil Segar dengan Blewah Pepaya yang Enak Cocok untuk Menu Bukber

Dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) bisa menempuh beberapa kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Seperti suku bunga, pelonggaran kredit dan sebagainya. “Jadi ini bagaimana koordinasi dengan pemerintah dan BI dalam mengeluarkan kebijakan,” ujar Sri Mulyani.

 

Sri Mulyani optimistis pertumbuhan ekonomi di sepanjang tahun ini bisa mencapai angka 5,1%. Diperkirakan, perekonomian akan tumbuh lebih baik di semester II-2016 sehingga pertumbuhan ekonomi di seluruh tahun bisa ditutup di kisaran angka 5,0-5,1%. “Dari sisi perekonomian nasional, semester 2 (pertumbuhan ekonomi) memperkirakan 5,0%. Diperkirakan di kisaran 5,0-5,1% di seluruh 2016,” sebut dia dalam rapat bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Sri Mulyani menyebutkan, perkiraan angka pertumbuhan ekonomi 5,0-5,1% di akhir tahun ini memang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, meski demikian, angka ini masih lebih baik dibandingkan seluruh tahun 2015 yang hanya tumbuh 4,8%. “Pertumbuhan 2016 diperkirakan lebih rendah daripada 5,2%, namun masih lebih tinggi dari realisasi seluruh 2015 yaitu 4,8%,” kata dia.

Selain itu, angka inflasi juga masih akan tetap terjaga sesuai perkiraan yaitu di angka 4%, bahkan bisa di bawah angka tersebut.  “Inflasi tingkat rendah dan stabil bahkan diperkirakan di bawah asumsi makro 2016, baik karena faktor musim cenderung relatif basah, harga komoditas dan kebutuhan harga pangan yang masih terjangkau,” tandasnya.

BACA JUGA :  Resep Membuat Botok Ayam untuk Menu Sahur dan Berbuka, Dijamin Lezat Bikin Nagih

 

Namun ada risiko yang menghadang pertumbuhan ekonomi ini. Sri Mulyani mengatakan selain pertumbuhan ekonomi yang bisa di atas 5% tahun ini, laju inflasi juga rendah dan stabil. Bahkan bisa di bawah target yang sebsar 4% dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2016. Namun ada risiko yang menghadang. Pertama, kata Sri Mulyani, adalah kemungkinan meningkatnya harga minyak dunia. Ini akibat pertemuan OPEC yang memberi sinyal bakal menahan laju produksi minyak mereka, untuk menstabilkan harga. “Selama ini sering tidak tercapai, meski sering mereka (OPEC) mengatakan kalau mau mengendalikan produksi, tapi dalam realisasinya tidak tercapai,” ujar Sri.

Kemudian bencana alam dan juga kondisi La Nina yang bisa menyebabkan terganggunya distribusi dan produksi pangan.  “Sampai dengan akhir September lalu nilai tukar rupiah cukup mendapatkan sentimen positif, terutama atas adanya realisasi tax amnesty yang cukup mengesankan pada bulan September, dan ini menyebabkan nilai tukar mengalami penguatan pada kira-kira di bawah Rp 13.000/US$,” ujarnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================