“Kita maunya pemerintah ikut masuk disitu untuk mikro, pekerja-pekerja itu (pekerja informal) untuk sehari pendapatan mungkin bisa dapet Rp 4 juta, tapi kan gak bisa ngambil dan itu termasuk data backlog,” ujar Junaidi.
Junaidi menjelaskan, sudah ada kerja sama antara BTN dengan Apersi untuk program KPR Mikro. Nantinya, program ini akan menyasar asosiasi-asosiasi pekerja informal, misalya asosiasi pedagang bakso, asosiasi nelayan, asosiasi UMKM, maupun asosiasi petani. Akan tetapi, Apersi masih mengalami kebingungan mengenai program ini.
Menurut Junaidi, jika program KPR Mikro diberikan kepada asosiasi pedagangan bakso maka kemungkinan lokasinya ada di dalam kota. Padahal, harga lahan di tengah kota sudah mahal dan tidak memungkinkan untuk dibangun rumah dengan KPR Mikro seharga Rp 75 juta. “Kecuali ada campur tangan pemerintah, katakanlah bikin rumah susun untuk pedagang bakso, mungkin bisa,” kata Junaidi.
Junaidi berpendapat, program KPR Mikro paling tepat sasaran diberikan untuk nelayan, UMKM, dan petani. Sebab, mereka sebagian besar tinggal di daerah pinggiran sehingga harga lahan masih terjangkau. Secara keseluruhan, Apersi mendukung program KPR Mikro, hanya saja diharapkan program ini dapat diarahkan ke wilayah pinggiran.(Yuska Apitya)