JAKARTA TODAY- Geliat permintaan kredit perbankan Indonesia belum menggembirakan bila diukur sejak awal tahun hingga saat ini . Bank Indonesia (BI) mencatat, sejak Januari hingga 5 April 2017 (year to date) pertumbuhan kredit masih minus hingga 0,7 persen. Angka itu masih jauh dari target pertumbuhan kredit BI tahun ini yang mencapai 10-12 persen.

“Secara tahunan memang positif, tapi rasanya lebih baik melihat pertumbuhan kredit dari awal tahun itu naik atau tidak,” ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, Jumat (7/4).

Mirza menilai, kondisi tersebut masih terbilang wajar, mengingat pola permintaan kredit pada kuartal I memang tidak akan seagresif kuartal IV tahun sebelumnya. Namun ia optimistis permintaan kredit pada kuartal II akan lebih baik dari tiga bulan pertama tahun ini. “Biasanya kegiatan ekonomi baru mulai kelihatan itu di kuartal II, lalu meningkat lagi di kuartal III dan IV,” ujarnya.

BACA JUGA :  Hidangan Segar dan Creamy dengan Selada Udang dan Nanas ala Restoran Chinese Food

Dari segi risiko, bank sentral melihat rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) masih menjadi penyebab sulitnya bank untuk agresif di awal tahun. Hingga kuartal I, NPL tercatat berada di kisaran 3,1 persen. Namun ia menekankan, bantalan permodalan yang dimiliki oleh industri perbankan masih cukup kuat untuk meredam angka kredit bermasalah. Hal ini dibuktikan dengan tingkat biaya pencadangan bank yang mencapai 102 hingga 104 persen dari rasio NPL.

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Lele Bumbu Cabe yang Lezat dan Pedas Nampol

“Jadi sebetulnya cadangan perbankan di Indonesia itu cukup untuk meng-cover NPL yang terjadi dan permodalannya pun sangat cukup. Baik itu Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I atau BUKU IV, secara rata-rata per BUKU itu CAR nya sudah di atas 20 persen,” ujarnya. (Yuska Apitya/cnn)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================