Potret pendidikan masih memprihatinkan dan jadi PR berat. Namun di tengah keprihatinan itu ada perguruan tinggi yang berkelas internasional. “Kebijakannya ke depan kita perlu mengurangi perguruan tinggi, artinya tidak menutup namun memberi saran kepada perguruan tinggi ‘gurem’ untuk merger dengan perguruan tinggi yang mampu,” kata Patdono.

Bila merger, Kemenristek Dikti akan memberikan insentif. Ada lagi peringanan persyaratan, dan kebijakan akuisisi perguruan tinggi.

Rektor Universitas Prasetya Mulya Profesor Djisman Simanjuntak mengatakan, tantangan Indonesia saat ini bisa digambarkan dengan bahasa sederhana yakni keluar dari perangkap kesedangan. Kita sudah bergumul di situ puluhan tahun tapi tidak bisa tembus. “Satu persatu tetangga kita melewati kita, Cina sudah melewati kita jauh di depan. Sekarang Vietnam juga dalam proses melewati kita, dan kalau kita tidak bangun-bangun, Kamboja pun akan melewati kita.”

BACA JUGA :  Kecelakaan Mobil Pikap di Kendal Terbalik ke Sawah, Angkut Wisatawan

Kamboja, ujar Djisman, tumbuh 7 persen per tahun. Indonesia tumbuh 4 persen per tahun. “Tinggal hitung berapa tahun diperlukan sampai Kamboja melewati kita. Jadi tantangan Indonesia adalah keluar dari perangkap kesedangan.”

Untuk meningkatkan daya saing maka pendidikan tinggi yang akan datang harus internasional. “Kami sangat menyambut upaya pemerintah kita menginternasionalisasi pendidikan di Indonesia.”

BACA JUGA :  Semangati Garuda Muda, Pj. Bupati Bogor Bersama Ribuan Warga Nobar Semi Final AFC di Plaza Selatan Stadion Pakansari

Pendidikan abad 21, lanjutnya, juga penting bila berjiwa kewirausahaan. Sebab salah satu tanggung jawab perguruan tinggi abad 21 adalah katalisasi bisnis, perintisan usaha.(Yuska Apitya)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================