JAKARTA TODAY- Harga minyak mentah merangkak naik akibat pasar yang merespons pernyataan Arab Saudi dan Rusia yang akan memperpanjang periode pemangkasan produksi hingga akhir Maret 2018.

Pada perdagangan Senin kemarin, harga minyak WTI kontrak Juni 2017 naik 1,40 poin atau 2,93% menuju US$ 49,24 per barel. Sementara minyak Brent kontrak Juli 2017 meningkat 1,42 poin atau 2,79% menjadi US$ 52,26 per barel.

Setelah sempat hampir menyentuh level US$ 45 per barel, harga minyak kemarin berhasil melonjak setelah menteri energi Arab Saudi dan Rusia memberi pernyataan bahwa upaya pemangkasan produksi minyak mentah yang dipimpin OPEC akan diperpanjang hingga Maret 2018.

Namun, kenaikan tersebut tidak akan berlangsung lama, hanya untuk sementara dalam jangka pendek saja. Sebab, nyatanya over supply minyak bumi masih terjadi sejak 2014 lalu.

BACA JUGA :  Bakwan Jagung Udang, Menu Makan Sederhana yang Praktis

“Secara fundamental, over supply masih terjadi,” kata Pengamat Energi, Pri Agung Rakhmanto, dalam diskusi di Kantor Chevron, Jakarta, Selasa (16/5/2017).

Yang dilakukan OPEC saat ini hanya ‘lip service’ untuk mempengaruhi sentimen pasar saja. Kenaikan harga minyak sekarang terjadi bukan karena pasokan dan permintaan sudah seimbang.

“Kalau tidak ada upaya-upaya seperti itu, harga ada kecenderungan melemah. Jadi itu hanya lip service saja, upaya untuk memberi sentimen ke pasar bahwa mereka masih berkeinginan menjaga harga minyak dunia,” tukas Pri.

Kemungkinan langkah seperti ini akan dilakukan OPEC lagi ketika nanti harga minyak kembali melemah. “Kemarin kan turun US$ 2-3/barel, sekarang membaik, tapi hanya untuk periode tertentu. Nanti ketika ada penurunan harga lagi akan dilakukan hal seperti itu,” paparnya.

BACA JUGA :  Potato Wedges ala Kafe, Cemilan Renyah dan Gurih yang Bikin Nagih

Harga minyak tahun ini diprediksi tidak akan beranjak dari kisaran US$ 50-55 per barel. “Dari berbagai macam proyeksi, harga minyak kira-kira masih di kisaran US$ 50-55 per barel, belum akan sampai US$ 60 per barel. Kecuali ada gejolak luar biasa seperti perang. Tapi secara fundamental tetap di US$ 50-55 per barel,” ucap Pri.

Harga minyak memang dijaga oleh OPEC agar tidak melonjak terlalu tinggi. Ini dilakukan untuk menahan supaya Amerika Serikat (AS) tak jor-joran memproduksi shale oil. Dengan harga minyak seperti saat ini, shale oil jadi kurang ekonomis untuk diproduksi.

“Yang dilakukan OPEC sekarang menjaga balance untuk membuat shale oil tidak booming lagi,” pungkasnya. (Yuska/dtk)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================