KALAU engkau ingin rahasiamu terjaga, lalu mengapa dirimu sendiri tidak menjaganya? Perumpamaan yang aslinya dalam bahasa Italia ini sangat popular dan sering dikutip banyak penulis dunia. Taka da seorangpun yang tak memiliki rahasia kehidupan. Namun tak semua orang mampu menjaga rahasia itu dengan baik dan benar.

Bahkan di era social media ini ada kecenderungan orang memamerkan dan membicarakan apa yang terjadi pada dirinya—penderitaan, kebahagiaan, aib dan kehormatan—di muka publik dengan tanpa merasa berdosa. Padahal tidaklah semua apa yang kita alami harus diketahui oleh banyak orang. Kecenderungan seperti itu melahirkan munculnya tradisi berbisik-bisik dan bergosip. Gibah pun subur di mana-mana. Maka kekacauan duniapun tak terbendung.

BACA JUGA :  Jaro Ade Kantongi 10 Nama Pendamping di Pilkada 2024

Para pujangga sudah sering mengingatkan kita hwa hidup itu bagaikan terang dan gelap yang silih berganti. Adakah di dunia itu gelap yang tak pernah bertemu terang atau terang tak bertemu gelap? Pasti tak ada. Karena itu, ketika sedang bahagia, kita tak perlu keterlaluan sampai sesuatu yang tak perlu diceritakan kepada publik kemudian diceritakan. Ketika kita menderitapun tak usahlah berlebihan sampai luka dan air mata menjadi tema perbincangan di depan publik. Penderitaan dan air mata harusnya disimpan dan dinikmati sendiri.

BACA JUGA :  Lolos 8 Besar Piala Asia U-23, Erick Thohir Apresiasi Juang Pemain Timnas Indonesia

Sebuah cerita dalam film dinilai sebagai kisah yang indah dan menarik ketika ada misteri yang sulit ditebak, ada sesuatu yang membuat penasaran para penonton. Yang sulit ditebak dan yang membuat penasaran adalah sebuah “rahasia.” Jagalah rahasia kita agar kisah hidup kita terus menarik bagi siapapun yang membaca “buku kehidupan kita.” (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================