“Tentunya perlu adanya pendekatan whole-government approach antar kedua negara untuk saling memberikan penilaian serta arahan kebijakan kedua negara dalam kerja sama penanggulangan terorisme. Hal ini dapat didukung oleh Thomas P. Bossert,” kata pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini.

Tidak lupa Kepala BNPT juga menyampaikan undangan kepada Thomas P. Bossert untuk dapat melakukan kunjungan balasan ke Indonesia.

Di hari yang sama pada kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat tersebut, Kepala BNPT juga melakukan pertemuan bilateral dengan Secretary for Homeland Security (Menteri Keamanan Nasional AS), John F. Kelly. Pertemuan tersebut dilakukan di Departemen Keamanan Nasional, Amerika Serikat.

“Pada intinya Menteri Kelly menyampaikan bahwa masalah terorisme ditambah dengan adanya FTF (Foreigh Terrorist Fighter) menjadi suatu paradigma baru bagi negara-negara di dunia dalam penanggulangan radikalisme dan violent extremism,” ujar Kepala BNPT.

Dalam pertemuan dengan Kelly tersebut, mantan Sekrtetaris Utama (Sestama) Lemhanas RI ini mengatakan bahwa banyak negara seperti Uni Eropa yang saat ini mengalami panic mode akibat dari radikalisme dan violent extremisme. Dan yang menjadi salah satu perhatian utama Departemen Keamanan Nasional AS adalah pertukaran informasi mengenai data penumpang udara (passengers information).

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor, Jumat 26 April 2024

“Hal ini berdasarkan informasi intelijen bahwa ISIS berkeinginan untuk melakukan serangan utamanya melalui maskapai penerbangan serta sebagai mode transportasi dari FTF,” mantan Dir Reskrimum Polda Metro Jaya ini.

Lebih lanjut dalam pertemuan tersebut Kepala BNPT  juga menyampaikan bahwa penanganan terhadap tindak pidana terorisme juga perlu mengedepankan polasoft approach. “Salah satunya melalui program deradikalisasi yang dinilai cukup berhasil untuk menurunkan angka tindakan kekerasan oleh mantan teroris,” katanya.

Namun demikian kepada John F. Kelly, Kepala BNPT menyampaikan bahwa pola soft approach ini bisa berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. “Ini dikarenakan bahwa root causes (akar permasalahan) masalah terorisme antar satu negara dengan negara lain itu berbeda,” tuturnya.

BACA JUGA :  Warga Digegerkan Penemuan Jasad Korban Hanyut di Pamijahan 1 Bulan Lalu

Disampaikan pula oleh Kepala BNPT bahwa agar penanggulangan terorisme bisa lebih efektif, di Indonesia sendiri saat ini sedang berupaya untuk merubah Undang Undang (UU) Anti-Terorisme. Hal tersebut karena pentingnya beberapa upaya kriminalisasi agar memberikan kepastian hukum bagi aparat  penegak hukum untuk menjalankan tugas dam fungsinya, seperti perbuatan persiapan.

“Selain itu penting adanya provisi dalam RUU mengenai tindak pidana melakukan kejahatan terorisme sebagai FTF. Tidak hanya itu, forum seperti APEC juga dapat dimanfaatkan oleh kedua negara terkait dengan passenger list melalui Working Group on Travel, selain forum Counter-Terrorism Working Group dari APEC,” tutur pria yang pernah menjadi  Sespri Kapolri ini.

Untuk itu Kepala BNPT juga menyampaikan pentingnya agar kedua negara bisa memiliki suatu payung hukum perjanjian dalam penanggulangan terorisme. (Iman R Hakim /*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================