JAKARTA TODAY –  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait, meluncurkan “White Paper” terhadap  Pemetaan Resiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme terkait jaringan teroris domestik yang terafiliasi dengan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). White Paper yang nantinya akan digunakan para stakeholder terkait dalam melakukan Pemetaan Resiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme ini diluncurkan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Seperti diketahui, BNPT bersama kementerian/lembaga terkait yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, dan telah merampungkan penyusunan White Paper atau Buku Putih tersebut. Buku Putih tersebut diserahkan langsung oleh Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH kepada Kepala PPAATK, Kiagus Ahmad Badaruddin, SE, M.Sc.

“Dimana di dalam White Paper ini diuraikan mengenai hasil pemetaan resiko tersebut, termasuk pemetaan hubungan jaringan teroris domestik dengan jaringan teroris regional yang terafiliasi dengan ISIS, mekanisme pendanaan terorisme, baik yang bersumber dari pengumpulan dana oleh jaringan teroris domestik, maupun yang bersumber dari ISIS dan jaringan teroris regional,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, dalam sambutannya saat peluncuran White Paper tersebut.

Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan, meningkatnya jumlah penanganan perkara tindak pidana terorisme dan tindak pidana pendanaan terorisme yang melibatkan jaringan ISIS pada periode 2014 sampai dengan saat ini, telah menunjukan bahwa terorisme khususnya kelompok ISIS dan yang terafiliasi dengan ISIS masih merupakan ancaman bagi keselamatan dan keamanan Indonesia dan negara-negara di dunia.

“Aksi-aksi teror yang dilakukan telah memakan korban dan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan pembangunan dan perekonomian Negara. Sehingga terorisme merupakan kejahatan serius (serious crime) yang telah memberikan ancaman ke setiap negara,” ujar manatan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini.

BACA JUGA :  PAN PKS Bangun Koalisi di Pilkada Kota Bogor 2024, Atang Trisnanto Siap Disandingkan Dedie Rachim

Lebih lanjut alumni Akpol tahun 1985 ini menjelaskan, pada dasarnya teroris membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan teror baik untuk individu maupun untuk organisasinya. Dana – dana yang dikumpulkan saat ini di Indonesia utamanya ialah untuk pembelian senjata dan alat peledak, mobilitas anggota teror, biaya perjalanan/fasilitasi terhadap foreign terrorist fighters (FTF), pelatihan terorisme, dan membangun network/jaringan teror.

“Jadi fokus white paper yang memetakan pendanaan teror jaringan domestik yang berafiliasi dengan ISIS ini pada dasarnya dikarenakan ISIS sebagai kelompok teror merupakan ancaman terkini terorisme di seluruh negara tidak terkecuali Indonesia,” kata mantan Kaplda Jawa Brat dan kadiv Humas Polri ini.

“Untuk itu kami berharap White Paper ini dapat dijadikan pedoman bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam melawan dan menanggulangi kejahatan terorisme dan pendanaan terorisme di Indonesia,” ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 yang pernah menjabat sebagai Wakapolda Metro Jaya ini.

Dalam kesempatan yang sama Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan bahwapemetaan aliran dana terhadap jaringan terorisme yang teralifiasi dengan kelompok ISIS ini dirasa sangat penting oleh pemerintah.

“Karena dengan adanya pemetaan aliran dana maka aparat penegak hukum mempunyai pedoman untuk melakukan pencegahan aksi teror. Dengan adanya pemetaan tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia ikut aktif melakukan pemberantasan terhadap gejala ancaman terorisme global,” ujar Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin.

BACA JUGA :  Sebagai Kandidat Terbaik Partai Golkar, Jaro Ade Didaftarkan Calon Bupati Bogor

“Buku putih menjadi penting selain untuk kementerian, lembaga dan instansi pemberantasan terorisme juga menjadi penting karena kita saat ini sedang direview penanggulangan pendanaan terorisme,” ucap Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam sambutannya.

Bersamaan dalam buku putih tersebut, ditemukan perubahan tren pendanaan terorisme dimana kelompok teroris tidak lagi mengumpulkan uang secara ilegal, melainkan melalui jalur legal seperti pemberian donasi.

“Nilainya rata-rata kecil, tipikalnya itu biasanya bersumber dari legal tersamar hasil mencari uang dia sumbangkan, jumlahnya kecil-kecil mereka melakukan pengiriman ketidaklaziman,” kata pria yang pernah menjadi Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Pendanaan tersebut, walau dalam jumlah kecil namun dilakukan secara masif. Kadang, sulit dilakukan penelusuran sebab kebanyakan transaksi secara langsung. Namun, ditemukan suatu pola di mana uang itu bermuara ke satu rekening. Profiling semacam itulah yang tercantum dalam buku putih tersebut.

“Uang, biasanya tidak banyak-banyak paling tinggi 1000 US dollar, tapi mengalir ada ciri-cirinya. Kemudian uang itu bermuara ke rekening tertentu  akhirnya nilainya menjadi besar,” papar mantan Direktur Sistem Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kementerian Keuangan  ini.

Dirinya mengatakan dalam buku putih tersebut juga terdapat data mengenai kelompok foreign terrorist fighter (FTF) yang ada di Indonesia.  “Di dalam buku putih terdapat pemetaan jaringan pendanaan teroris domestik dan Pemetaan FTF,” kata Kiagus mengakhiri.

Hadir pula dalam peluncuran White paper tersebut yakni para perwakilan dari Badan Intelijen Negara (BIN), Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror Polri, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementeraian Sosial (Kemensos). (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================