Oleh : Bahagia, SP., MSc.

(Sedang Menempuh Program Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB dan Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor)

Sebentar lagi pilkada dimulai. Janji manis disampaikan tetapi untuk diingkari. Rakyat harus cerdas untuk memilih. Pilihlah pemimpin yang mengutamakan visi dan misi untuk menyelamatkan kehidupan alam. Hal ini berkaitan dengan harmonisasi hubungan antara manusia dan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan.

Kebijakan pemimpin yang baru bukan menjadi pusat bencana sehingga ketiga hubungan itu menjadi rusak. Wujud kesuksesan seorang pemimpin jika terbukti dirinya bisa memakmurkan bumi ini dengan baik. Mengambil kenikmanatan dunia dan menghindari perilaku merusak.

Pembangunan hijau harus menjadi prioritas bagi siapa saja yang menjadi pemimpin. Dirinya berkomitmen untuk melestarikan sungai, hutan, tanah, dan air. Sekaligus berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan pertanian organik yaitu pertanian ramah lingkungan.

Hubungan ini nampak sudah sangat gawat. Hubungan manusia dan Allah rusak pada saat kita lihat bencana ekologis seperti banjir dan serta kekeringan. Urusan ini jadi urusan ketuhanan karena pada prinsipnya manusia disuruh untuk memakmurkan bumi. Terjadi kerusakan karena keserakahan dalam memanfaatkan isi bumi sehingga muncul bencana.

Padahal Allah menyuruh manusia untuk menjaga semua yang ada dibumi ini. Tentu urusan kepemimpinan bukan hanya urusan pertanggangung jawaban pemimpin kepada rakyat. Bencana ekologis tadi wujud kegagalan penerapan kebijakan suatu daerah karena pemimpin yang salah menerapkan kebijakan. Jadi kedatangan bencana ekologis seperti banjir, longsor, tanah kering dan tandus, hama dan kegagalan pangan karena pemimpin yang telah terpilih tidak pro ekologis.

Lebih memprioritaskan ekploitasi yang bersifat destructive terhadap alam. Akhirnya kepemimpinan pada jamannya bukan memberikan kemakmuran kepada rakyat. Cenderung bencana datang dan tidak pernah berhenti. Bencana ekologis itu bukan hanya karena kesalahan dari pemimpin. Selain pemimpin, rakyat juga harus benar cerdas untuk menentukan siapa pilihannya. Protes dan menagih janji kepada pemimpin apabila tidak sesuai dengan janji saat pilkada.

Faktanya agenda kepemimpinan belum termasuk kedalam pilkada menuju green ekologis. Tentu partai politik pada tanah air belum jelas pangkal dan tujuan. Padahal pembangunan apapun yang dilakukan jika bencana tidak terkendalikan maka pembangunan tidak sukses dilakukan. Artinya perubahan cuaca harus ditangkap dengan akal sehat dari pemimpin dan mencarikan strategi adaptasi sebagai wujud kecerdasan dari pemimpin.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Selasa 16 April 2024

Monitoring terhadap perubahan cuaca dan adaptasi nyaris tidak dilakukan. Secara bersamaan pemimpin yang telah terpilih selama ini belum optimal menyelamatkan alam. Sementara menjalin hubungan baik dengan alam tadi butuh waktu dan monitoring. Disini pemimpin yang telah terpilih gagal menentukan strategi itu. Bahayanya lagi kalau pemimpin yang akan terpilih nanti tidak mempunyai agenda apapun untuk mengatasi masalah bencana ekologis. Pembangunan seperti ini termasuk  pincang ideologi.

Secara sosial ingin membangun rakyat namun bencana ekologis justru menghambat kesejahteraan sosial masyarakat. Rakyat harus cerdas dalam menentukan siapa yang menjadi pilihan agar tidak salah dalam memilih. Kesalahan rakyat dalam menentukan pilihan menyebabkan gagal total dalam pelaksanaan kepemimpinan. Rakyat harus melihat kecerdasan pemimpin dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungan pada daerah itu.

Nampak dari program aksi dan perencanaan tata ruang lingkungan yang dapat mengurangi masalah bencana pada tanah air. Setidaknya ada beberapa kriteria pemimpin yang harus dipilih. Pertama, cerdas. Kecerdasan berkaitan dengan luasnya ilmu pegetahuan. Seorang pemimpin yang mempunyai ilmu pengetahuan pasti mengerti peran dan fungsi ekosistem. Dia mengerti fungsi hutan dan kaitannya dengan perubahan iklim.

Secara umum perubahan iklim itu karena luasan hutan tidak sebanding dengan luasan perkotaan. Disini pemimpin yang mau dipilih harus mempunya ilmu untuk mengelola sumberdaya alm untuk meminimalkan perubahan iklim. Kedua, baik akhlaknya. Disini urusan Akhlak erat kaitannya dengan perilaku ibadah. Jadi urusan Akhlak dan kepemimpinan termasuk urusan ketuhanan. Jadi tidak mungkin bisa dipisahkan antara nilai Akhlak dengan perilaku ibadah.

Pemimpin yang Akhlaknya baik maka cenderung beribadah tepat waktu. Pemimpin yang Akhlaknya baik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik. Termasuk merusak alam karena dia tau terdapat pertanggungjawaban kepada rakyat dan kepada Allah. Ketiga, memprioritaskan penyelamatan lingkungan hidup, pembangunan pertanian dan peternakan. Pemimpin yang baik selalu memprioritaskan bidang pembangunan sesuai dengan simbol negara ini yaitu negara agraris.

BACA JUGA :  Wajib Tahu! Ini Dia Minuman Pereda Asam Lambung yang Bisa Dicoba di Rumah

Lingkungan dan pertanian satu kesatuan yang harus diperbaiki. Lingkungan rusak maka pertanian juga tidak berkelanjutan. Pemimpin yang dipilih haruslah memenuhi kriteria ini. Keempat, jujur. Keterbukaan selama dia memimpin menjadi hal penting. Berapa banyak pengeluaran yang dikeluarkan selama dia memimpin harus terbuka kepada rakyat. Selama ini belum sampai arah kesana sehingga rakyat tidak tau.

Berapa banyak yang digunakan untuk membangun infrastruktur, menyelamatkan lingkungan dan pembangunan pertanian. Buktinya bencana belum dapat diatasi maka dana untuk perbaikan alam dan pertanian masih sangat sedikit. Perlu ditampilkan sebab sebagian besar rakyat Indonesia berprofesi sebagai petani, nelayan an peternak. Kelima, adil. Pemimpin harus adil. Membangun bukan atas dasar golongan dan budaya yang dia anut.

Dia harus melepaskan semua golongannya dan mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dengan kepentingan golongan dan keluarga. Dia harus pandai melihat mana yang masih butuh bantuan dan tidak. Keenam, sederhana dan mau blusukan. Pemimpin tidak hanya duduk pada kursi panas jabatan. Dia harus benar melihat kondisi lapangan dimana rakyatnya tinggal.

Jangan hanya mengharapkan data statistik dan penelitian saja. Terakhir, berjiwa sosial dan tanggap bencana. Pemimpin itu sejatinya mempunyai jiwa penolong yang tinggi. Hal ini nampak dari keinginnya dan kepeduliannya terhadap kaum miskin, janda dan perbaikan lingkungan. Jika lingkungan tadi tidak diperbaiki maka menyebabkan masalah secara sosial.

Masyarakat sakit secara psikologis karena harta benda hilang terkena bencana, rumah rusak total karena hanyut akibat longsor dan banjir. Negara juga rugi akibat kebijakan pemimpin yang tidak dapat melestarikan lingkungan sehingga terjadi bencana. Rakyat juga banyak yang menangis lantaran famili mereka ikutterdampak bencana. Tentu sebagian besar bencana tadi karena salah kebijakan para pemimpin. Meskipun tidak dipungkiri bencana juga tidak bisa dielakkan oleh manusia. Bencana ini berasal dari alam itu sendiri seperti letusan gunung merapi. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================