”Misal saat ke kantor tidak bisa karena kantornya menggunakan tangga, itu peran dokter rehab,” ungkapnya.

”Seharusnya kalau BPJS mau melakukan efisiensi, jangan seperti ini,” ungkapnya.
Hal itu bertentangan dengan logika klinis.

Peraturan baru BPJS Kesehatan, menurut Imron justru bukan solusi untuk melakukan efisiensi.

”Para medis itu mengobati dengan kondisi apapun. Bukan karena punya atau tidak punya uang,” imbuhnya.

BACA JUGA :  Rekonsiliasi Tokoh Politik Bumi Tegar Beriman, Jelang Pilkada 2024 Pajeleran dan Bilabong Kian Harmonis

Imron juga mengomentari terkait pembatasan layanan fisioterapi. Dalam Perdiyan nomor 5/2018, layanan fisioterapi diberikan dua kali seminggu atau maksimal delapan kali dalam satu bulan.

Imron mengibaratkan layanan fisioterapi itu seperti pemberian obat. ”Kalau dosis yang diberikan dibawah yang ditentukan, maka sakitnya semakin panjang,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Nahas, Diduga Tersambar Petir, Warga Agam Sumbar Ditemukan Tewas dalam Kondisi Gosong

Sejak program jaminan kesehatan nasional digulirkan, Imron mengatakan bahwa lembaganya tidak pernah diajak bicara. Termasuk pada saat Perdiyan nomor 5/2018 dikeluarkan.

”Mungkin karena menganggap bahwa fisioterapi itu dibawah dokter spesialis rehab medis,” ungkapnya. (Net)

 

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================