Renwick mengatakan gumpalan itu bisa dikaitkan dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfer, sebagai akibat dari perubahan iklim. Namun, ia berharap fenomena aneh ini disebabkan oleh variabilitas alami, sebuah sistem tekanan tinggi yang kuat dan kurangnya angin.

“Tidak jarang melihat sepetak air hangat dari Selandia Baru tetapi besarnya empat, lima, hingga enam derajat (Celsius) ini sangat tidak biasa,” kata Renwick.

“Mungkin lapisan lautan yang sangat tipis yang telah memanas dan tidak ada angin untuk mendinginkannya selama beberapa minggu,” ujarnya.

BACA JUGA :  Menu Bekal Simple dengan Ayam Tumis Saus Madu yang Lezat dengan Bumbu Meresap

Anti-siklon terbentuk ketika massa udara mendingin, berkontraksi dan menjadi lebih padat, meningkatkan bobot atmosfer dan tekanan udara permukaan.

Seperti dikutip dari sindonews, Renwick mengatakan lonjakan panas lautan dalam waktu singkat bisa menyulitkan kehidupan laut setempat jika menembus jauh melampaui permukaan. Suhu lautan kurang rentan terhadap perubahan tajam dibandingkan dengan di daratan karena jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghangatkan area air.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Hadiri Kegiatan Prosesi Pengantar Tugas Sekjen Kementerian Dalam Negeri

Dia mengatakan para ilmuwan akan mempelajari lonjakan suhu dalam beberapa minggu mendatang untuk mendapatkan lebih banyak wawasan tentang penyebab dan dampak lokalnya. Fenomena ini mengikuti gelombang panas laut dua musim lalu yang mendorong musim panas terpanas Selandia Baru, lebih dari 3 derajat Celsius di atas rata-rata, dan menyebabkan ikan tropis dari Australia ditemukan di sepanjang pantai negara itu.(Dena/PKL/net)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================