Sisa Daging Diolah Jadi Tengkleng

Selain sate kere, ada kuliner tengkleng yang juga bentuk perlawanan moral kala itu. Tengkleng diperkirakan muncul sekitar satu abad lalu dari aksi para buruh yang memunguti sisa-sisa daging kambing juragan batik Solo. Sekelompok buruh yang tidak mampu menjangkau makanan berkelas lantas mengolah tulang dan jeroan kambing untuk disantap.

Namun, menurut Heri Priyatmoko, argumentasi itu dinilai terlalu dangkal dan analisis minim data. “Yang pasti tengkleng lahir dari kreativitas orang Solo dalam menghadapi situasi yang mencekik, tepatnya di masa penjajahan Jepang,” katanya.

Di Solo, kuliner tengkleng antara lain bisa ditemui di Warung Yu Tentrem di Jalan Letjend Sutoyo, Gang Kelud Selatan, Ngadisono RT 4 RW 14, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari. Tengkleng Yu Tentrem sudah lama dikenal karena rasanya lezat, mantap, enak, serta khas dari Solo. Resep masakan turun-temurun tetap dipertahankan kualitasnya sampai sekarang. Bahkan tengkleng Yu Tentrem telah menjadi langganan keluarga mantan Presiden Soeharto hingga Jokowi.

BACA JUGA :  Dukung Sukseskan Lomba MTQ, Sekda Burhanudin Hadiri Langsung Pembukaan MTQ Ke-38 Tingkat Jawa Barat

Medio 1980 silam, Tentrem mulai berjualan tengkleng berkeliling Kota Solo dengan berjalan kaki. Satu panci tengkleng dan kuah digendong dari rumah ke rumah menyambangi pembeli. Untuk wadah makanannya kala itu masih menggunakan daun pisang yang dalam bahasa Jawa disebut pincuk. Untuk dapat menikmati tengkleng Yu Tentrem harus antre karena peminatnya banyak.

Warung yang dibuka mulai pukul 10.00 WIB ini biasanya sudah habis jualannya sekitar pukul 13.00 WIB. Pandangan tengkleng sebagai makanan rakyat jelata pun kini sudah tidak ada. Bahkan penikmatnya merupakan orang-orang kaya dari berbagai latar belakang dan suku.

Tengkleng mulai berkibar sekitar tahun 2013. “Saat itu banyak festival kuliner yang diselenggarakan dan tengkleng yang diangkat,” kata Winarno, salah satu anak Yu Tentrem.Selain sate kere dan tengkleng, ada kuliner lain Solo yang khas, yakni selat.

Warung Selat Mbak Lies di Serengan Nomor 42 RT 03 RW 02, Solo, adalah salah satu yang masyhur. Rahasia selat Mbak Lies tetap lezat sampai sekarang adalah cara memasaknya. “Aktivitas memasak sampai sekarang tetap pakai anglo untuk yang besar-besar karena berpengaruh pada rasa,” ungkap Wulandari Kusmadyaningrum selaku pemilik usaha.

BACA JUGA :  Asa Timnas Indonesia Melaju ke Olimpiade Paris 2024

Dirinya belajar autodidak membuat selat dan mulai membuka warung 1987 lalu. Namun meski tenar, menurut Heri Priyatmoko, cerita panjang selat sebagai mahakarya dapur Solo belum terkuak. “Yang kita dapat juga menyesatkan. Keliru kalau mengatakan selat diadaptasi dari salad atau slatjee dalam bahasa Belanda. Kata slatjee sudah tidak tepat untuk salad yang betul ialah slaatje, “ kata Heri.

Dengan petunjuk kamus bahasa Belanda, terlacak bahwa slachtje kurang lebih artinya hasil pemotongan daging yang dijadikan kecil-kecil. Kala itu lidah orang Jawa sulit melafalkan slachtje meniru lidah orang Eropa. Selain slachtje bahan selat adalah aardappel (kentang), wortelen (wortel), boon (buncis), komkommer (ketimun), sla (slada), ei (telur), dan sojasous (kuah kecap), serta saus mayones. Seperti yang dikutip oleh SINDO NEWS. (Mutiara/pkl/net).

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================