Kini usaha Sate Maranggi Ajib bertambah besar. Dari awalnya warung ukuran 4×4 meter, kini telah berubah dengan adanya beberapa meja makan dan tempat lesehan. Momentum ini dimanfaatkan oleh Ajib untuk membuat diferensiasi menu. Selain maranggi, di Warung Maranggi Ajib Purwakarta kini kita bisa memenukan sop sumsum dengan bahan dasar sumsum sapi pilihan.

Hal yang unik dari Sate Maranggi Ajib dibanding penganan sejenis lainnya adalah lebih fokus terhadap penyerapan bumbu, baik sebelum maupun sesudah dibakar. Rasa dagingnya menjadi berbeda karena cenderung basah oleh bumbu. Menyadari besarnya potensi ini, Pemkab Purwakarta tidak main-main dalam memanej dan mem-branding sate maranggi.

Berkali-kali kuliner ini dipromosikan tidak hanya di wilayah domestik, melainkan sampai ke mancanegara. Dua negara pun sempat menjadi sasaran promosi sate maranggi, antara lain keikutsertaan pada festival kuliner di Filipina beberapa tahun lalu dan membuat Food Truck Maranggi yang bernama Original Maranggi Grill (OMG) di Washington DC, Amerika Serikat.

Di antara semua wilayah itu, Kecamatan Plered menjadi salah satu sentra sate maranggi. Bahkan di wilayah itu terdapat satu areal khusus yang menjajakan Sate Maranggi, tepatnya di samping kanan Satsiun Kereta Api Plered atau persis di seberang kantor Kecamatan Plered.

BACA JUGA :  Bakwan Jagung Udang, Menu Makan Sederhana yang Praktis

Tidak kurang dari 120 pedagang sate maranggi berjualan di atas lahan seluas 5.000 meter persegi yang disewa Pemkab Purwakarta dari PT KAI Daop II Bandung. “Kami terus mendorong sektor pariwisata, salah satunya wisata kuliner dengan penganan sate maranggi. Destinasi wisata telah menjadi andalan kita,” ungkap Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika.

Timbel untuk Daya Tahan Petani

Ada lagi kuliner favorit di Jawa Barat yang terus tumbuh hingga sekarang, yakni nasi timbel. Turiyani,54, yang akrab disapa Ceu Entur, pemilik kedai Nasi Tri Timbel Eceu di Jalan Ambon Nomor 2, Kota Bandung, mengatakan, awal mula keberadaan nasi timbel memang dari tradisi kuliner untuk bekal ke ke sawah atau kebun.

Menu ini umumnya sederhana. Nasi dibungkus daun pisang dan dilengkapi lauk pauk seperti ikan asin, tempe, tahu, atau ayam goreng, jengkol goreng atau rebus, sambal, plus lalapan daunan segar. Namun setelah diadopsi oleh pedagang, menu timbel jadi lebih bervariasi, dari sambal goreng tempe atau tahu, goreng ikan mas atau gurame, gepuk, tumis atau sambal goreng cumi asin, dan lain-lain.

BACA JUGA :  Diduga Karena Salah Paham, Warga Palembang Dibacok Tetangga

“Menu bekal ke sawah itu kemudian saya adopsi di warung saya,” kata Ceu Entur Entur yang asli Kampung Ranca, Kabupaten Ciamis ini. Soal alasan dibungkus pisang, menurut Ceu Turmi agar nasi tidak cepat basi. Dengan dibungkus daun, nasi bisa bertahan hingga malam. Selain itu, aroma daun menambah nikmat rasa nasi. Terobosan para petani inilah yang hingga kini terus dilestarikan warga Jawa Barat khususnya.

Dengan dana dan keadaan yang terbatas, mereka berupaya mengalahkan tantangan kehidupan saat itu. Kini, nasi timbel ternyata menjadi kesukaan masyarakat. Seperti gambaran di Warung Tri Timbel Eceu yang selalu laris oleh pembeli. Rata-rata 150-200 bungkus nasi laku setiap hari. Hasil dari usaha ini, Ceu Entur mampu menyekolahkan empat putra-putrinya hingga selesai perguruan tinggi. “Alhamdulillah berkah,” ujar Ceu Entur. Seperti yang dikutip oleh SINDO NEWS. (Mutiara/pkl/net).

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================