Hal tersebut penting mengingat penegak hukum bekerja berdasarkan hukum positif. Willy mengatakan, banyak korban kekerasan seksual tidak melapor karena dalam realisasinya, seksualitas masih dianggap sebagai aib atau hal yang tabu.

“Korban kekerasan seksual itu sudah jatuh, tertimpa tangga, ditimpuk batu, disorakin lagi. Mereka berbicara tapi kemudian disalahkan karena pakai rok kependekan. Kayak gini bukan satu atau dua kali,” ungkapnya.

“Jadi nggak ada tempat di mana mereka mencari keadilan. Maka RUU TPKS ini yang kita butuhkan,” sambungnya.

Ranah kedua yang perlu diatur lewat RUU TPKS adalah soal memisahkan antara urusan publik dan urusan privat. Hal yang menjadi penting adalah bagaimana kebebasan seksual, penyimpangan seksual dan kekerasan seksual dapat diatur melalui regulasi.

“Memisahkan di mana res publica (urusan publik) dan res privata (urusan privat). Nah kita ingin atur res publica-nya. Hanya kebetulan objeknya seksulitas. Ini yang sering menjadi perdebatan di Panja,” terang dia.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini mengatakan, poin-poin krusial pada RUU TPKS sebenarnya sudah disepakati. Willy merinci, poin-poin krusial itu meliputi judul undang-undang, sistematika, perlindungan kepada korban, hingga metodologi persidangan kasus kekerasan seksual.

“Metodologi persidangan apakah tertutup atau terbatas. Di Panja dipilih tertutup untuk melindungi korban. Dan yang paling utama adalah hukum acaranya, kalau di KUHP butuh 3 alat bukti. Di RUU TPKS, kesaksian korban sudah bisa jadi alat bukti. Jadi ini UU yang progresif terhadap keadilan,” paparnya.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Tumis Tofu Ayam Cincang yang Gurih dan Lezat Dijamin Keluarga Ketagihan

“Tinggal political will untuk memplenokan dan dibawa ke Paripurna. Saya ingin sebelum masa sidang selesai 15 Desember bisa diplenokan, bahkan diparipurnakan sebagai RUU inisiatif DPR,” tambah Willy.

Dukungan terhadap RUU TPKS pun datang dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU. Beberapa penolakan terhadap RUU TPKS diketahui kerap datang dari kalangan agamis.

“Apapun agamanya, pasti melarang kekerasan seksual. Sebab kekerasan seksual jelas sekali pelanggaran hak-hak kemanusiaan dan penodaan kesucian. Juga berlawanan dengan hukum Tuhan. Maka semua agama menolak kekerasan seksual, tidak ada yang membolehkan,” ujar Sekretaris Lakpesdam PBNU, KH Marzuki Wahid.

Menurutnya, negara harus hadir memberikan perlindungan kepada korban-korban kekerasan seksual. Marzuki mengatakan RUU TPKS menjadi calon payung hukum yang melindungi dan memberikan jaminan pemulihan untuk korban.

“Saya tidak menemukan satu pasal pun dalam RUU TPKS yang melegalisasi zina atau LGBT. Karena RUU TPKS mengatur soal hukuman pelaku, melindungi korban dan pencegahan kekerasan seksual,” urainya.

BACA JUGA :  DARI PREMAN TERMINAL, SEKDES HINGGA ANGGOTA DPRD PROVINSI JABAR

Marzuki menilai, kekerasan seksual lebih jahat dari tindak korupsi. Oleh karenanya, RUU TPKS diperlukan untuk melindungi masyarakat.

“Korupsi kejahatan berat tapi kekerasan seksual lebih berat dari korupsi karena korban kekerasan seksual tidak bisa dipulihkan seperti kemuliannya, kehormatannya, belum lagi korban memiliki trauma. Kami atas nama agamawan mendukung RUU TPKS untuk segera disahkan,” tegas Marzuki.

Peneliti Institut Sarinah, Luky Sandra Amalia, mengatakan kekerasan seksual juga berkaitan dengan Pancasila.

“Kalau ini dikaitkan dengan Pancasila, maka memahami Pancasila harus runut karena kita tidak bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia apabila belum bisa mewujudkan kemanusian yang adil dan beradab,” papar Luky.

Amalia mengingatkan, perempuan tidak bisa bekerja sendiri untuk menghentikan kekerasan seksual. Apalagi laki-laki, berdasarkan data yang ada, merupakan pelaku terbanyak dari tindak kekerasan seksual selama ini.

“Dengan menjadikan lelaki sebagai sekutu, kita bisa mengubah mereka dari power abuser menjadi challenge maker maka diperlukan hadirnya laki-laki dalam proses lahirnya UU ini. Dan saya berharap media bisa bantu blow up sehingga bisa mendorong teman-teman legislatif untuk segera mengesahkan RUU TPKS,” pungkas Amalia.(net/B. Supriyadi)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================