BOGOR-TODAY.COMBantal guling adalah salah satu alat yang digunakan untuk tidur khas masyarakat Indonesia dan negara-negara Asia Timur lainnya. Guling biasanya diisi oleh kapas, bulu unggas, busa, dan sebagainya. Namun guling pada dasarnya tidak hanya ditemukan di Indonesia saja.

Asal muasal penggunaan bantal guling juga ditemukan pada kebudayaan Tiongkok dan erat kaitannya dengan sejarah pada masa penjajahan belanda di Indonesia.

Melansir Wikipedia.org, awal mulanya bantal guling hanya digunakan oleh golongan kaya atau priyayi biasanya digunakan untuk menyimpan harta. Namun lama kelamaan gaya tersebut ditiru oleh masyarakat yang berasal dari golongan biasa.

Selain itu ada pula guling yang terbuat dari bambu atau rotan dan disebut “guling bambu” atau “istri bambu” atau “anyaman bambu”. Guling ini berasal dari kawasan Asia Timur dan tidaklah empuk, melainkan keras karena dipercaya dapat melancarkan aliran darah saat tidur.

Bantal Guling
Guling Tiongkok dikenal dengan nama Zhufuren, sedangkan orang Korea menamainya Jukbuin. Di Jepang, guling disebut Chikufujin.

Pertama Kali Diperkenalkan Pada Zaman Penjajahan

Guling diperkenalkan sudah sejak zaman penjajahan Belanda. Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya Jejak Langkah memaparkan soal hal ini. Diceritakan di dalam percakapan sesama mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi, Wilam menyebut soal kehidupan para tuan tanah bangsa Inggris kepada para sahabatnya, termasuk pada Minke. Salah satu yang diutarakannya adalah, “Tahu kalian apa sebab di dalam asrama tidak boleh ada guling?” Dari situ ia mulai panjang lebar menjelaskan soal guling.

Cerita bermula dari kedatangan orang-orang Belanda dan Eropa ke Hindia. Saat itu mereka tak bisa membawa perempuan untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka. Untuk menyalurkan hasrat mereka, terpaksalah menggundik atau menyewa wanita pekerja seks komersial. Hanya saja saat itu orang Belanda yang terkenal pelit, tak mau menggundik. Akhirnya dibuatlah guling. Guling dijadikan teman tidur untuk menggantikan gundik.

Nama Lain Guling adalah “Dutch Wife”

Guling dahulu punya sebutan yang unik, yaitu “Dutch Wife” atau Istri Belanda. Sebutan ini dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stanford Raffles setelah kekuasaan Belanda digantikan oleh Inggris. Sebutan “Dutch Wife” ini pun lebih pada sebuah ejekan dari tentara Inggris yang tak suka pada Belanda. Apalagi kata “Dutch” sering diidentikkan dengan sesuatu yang bernada ejekan dan merendahkan.

Bantal Guling

Menurut Encyclopedia of World and Phrase Origins karya Robert Hendrickson, tertulis “Orang-orang Belanda begitu tersinggung oleh bahasa Inggris selama tiga abad sehingga pada 1934 pemerintah mereka memutuskan untuk membuang kata ‘Dutch’ dan menggunakan kata ‘Netherlands’ jika memungkinkan.”

Dalam kamus Oxford English Dictionary yang disusun dari tahun 1879 hingga 1927, istilah “Dutch Wife” punya definisi sendiri, yaitu sebuah kerangka berlubang-lubang dari rotan yang digunakan di Hindia Belanda dan lain-lain untuk sandaran anggota badan di tempat tidur.

Walaupun sebutan “Dutch Wife” digunakan tentara Inggris dengan maksud menghina Belanda, tentara Inggris sendiri ternyata juga membutuhkannya saat berada di Hindia. Orang Belanda pun tak mau kalah. Mereka juga punya istilah sendiri untuk menyebut guling, yaitu “British Doll” atau Boneka Inggris.

Sementara melansir dari www.boombastis.com, Hadinoto, dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra Surabaya, dalam tulisannya “Indische Empire Style”, yang dimuat di Jurnal Dimensi Arsitektur, Desember 1994 memaparkan, “Percampuran kebudayaan ini bisa dilihat misalnya pada pemakaian perabot seperti kursi Eropa, meja, dan tempat tidur dengan bantal, termasuk perlengkapan baru yang disebut guling atau Dutch Wife, yang tidak ada dalam perlengkapan tempat tidur Eropa, jadi khusus Indisch.”

Pramoedya Ananta Toer juga menuliskan, “Mereka hanya meniru-niru orang Belanda. Yang datang dari Belanda serta-merta ditiru orang, terutama para priyayi berkepala kapuk itu. Inggris mengetawakan kebiasaan berguling.” Hal ini menunjukkan bahwa dahulu pribumi Hindia sendiri cuma mengikuti kebiasaan orang Belanda yang menggunakan guling. Dan awalnya yang meniru kebiasaan ini adalah para priayi atau golongan atas.

Kisah John S.C. Abbott yang Terkejut Saat Mengenal Guling

Keberadaan guling di Hindia menghadirkan berbagai cerita unik. Salah satunya adalah kisah John S.C. Abbott, seorang sejarawan juga pastor dari Negeri Paman Sam, Amerika Serikat. Dalam tulisan “A Jaunt in Java”, yang dimuat di Harper’s New Monthly Magazine Volume XV, Juni-November 1857, ia menceritakan soal pengalaman uniknya mengenal guling untuk pertama kali.

Saat melemparkan diri ke ranjang, kata Abbott, Anda akan terlentang dengan Dutch wife. “Jangan terkejut! Anda tak akan mendapatkan curtain lecture (omelan istri) karena Dutch wife berbentuk bulat, bantal panjang keras, yang bikin takjub setiap orang asing ketika melihatnya terbaring rapi dan kaku di tengah ranjang seperti mayat kecil,” tulis Abbott. Abbot kemudian jadi bisa menemukan cara terbaik memperlakukan si “Istri Belanda” ini.

Abbot menjelaskan bahwa guling harus diletakkan di bagian bawah kaki atau lengan. Tujuannya untuk mencegah kontak sentuhan yang terlalu hangat dengan kasur. Selain itu, bisa memperlancar sirkulasi udara yang lebih sejuk. Tinggal di iklim tropis, keberadaan guling saat tidur jelas memberi rasa nyaman tersendiri. Abbot juga mengatakan kalau guling yang diisi dengan kapas jauh lebih baik daripada guling yang berongga-rongga dan terbuat dari bambu buatan Tiongkok. (*)

Bagi Halaman
BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor, Minggu 19 Mei 2024
============================================================
============================================================
============================================================