BOGOR-TODAY.COM – Polresta Yogyakarta menahan dua pria berinisial AW (43) dan SU (49) diduga terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan mengeksploitasi sekitar 120 perempuan yang dijadikan sebagai pemandu karaoke (ladies companion).

Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta AKP Archye Nevadha menyebut kasus ini terungkap Jumat (21/7) lalu setelah kepolisian mendapatkan informasi tempat penampungan pekerja perempuan berkedok salon kecantikan di Gedongtengen.

“Salon itu kedok, cuma kecil. Di belakang penampungannya bertingkat,” kata Archye di Mapolresta Yogyakarta, Kamis (27/7).

“Dan pada saat kita lakukan penggeledahan, benar kita amankan kurang lebih 53 orang perempuan dengan 2 di antaranya adalah perempuan di bawah umur,” lanjut Archye.

Hasil pemeriksaan, lanjut Archye, para perempuan itu oleh AW dan SU direkrut sebagai pemandu lagu di sejumlah lokasi karaoke daerah Pasar Kembang. Mereka disekap dan tidak diperbolehkan keluar tempat penampungan untuk beraktivitas selain saat jam kerja selama pukul 19.00 WIB hingga 04.00 WIB.

Penampungan berkedok salon itu juga disebut beroperasi sejak 2014. Archye mengungkap, informasi aktivitas ilegal ini dibocorkan oleh salah seorang perempuan pekerja yang kabur karena tak tahan dengan aturan AW dan SU.

BACA JUGA :  Roberto Callieri Jadi Komisaris Utama Hasil RUPST, Indocement Bakal Bagikan Dividen Rp308 Miliar

Selain penyekapan, kata Archye, kedua pelaku juga memberlakukan potongan-potongan gaji kepada para pekerja untuk pelunasan setiap pinjaman sebelum rekrutmen.

“Jadi sistem mereka atau modus mereka pada saat perempuan tersebut masuk atau ikut direkrut, mereka mencoba menawarkan (iming-iming) dulu uang pinjaman atau dibelikan barang sebagai salah satu modus untuk mengikat agar perempuan-perempuan tersebut tidak bisa keluar dari manajemen tersebut,” papar Archye.

Archye merinci peran masing-masing pelaku. AW, warga Gedongtengen, berperan sebagai pemilik penampungan yang mengambil jatah keuntungan 25 persen dari pendapatan setiap pekerjanya. Sementara SU, warga Kebumen, Jawa Tengah, sebagai admin atau pengelola keuangan dan perekrut.

“Jadi per jamnya untuk perempuan itu dibayar Rp100 ribu per jamnya, dan untuk pemilik penampungan biasanya diberikan biaya atau upah 25 persen dari pembayaran tersebut,” tambahnya.

Dari tangan kedua pelaku, polisi mengamankan serangkaian barang bukti. Antara lain, ponsel, pembukuan manajemen dan keuangan, beberapa potong pakaian perempuan, serta 120an buah KTP milik para pekerja.

Kata Archye, dari ratusan KTP itu puluhan di antaranya adalah milik mereka yang sudah tak lagi bekerja di sana. Dilihat dari domisilinya, ratusan orang ini rata-rata berdomisili di luar DIY, macam Jawa Barat dan Jawa Tengah.

BACA JUGA :  SOLUSI AGAR GURU BEBAS DARI PINJOL

“Jadi pada saat kita amankan KTP, KTP di ada pada pelaku untuk orangnya (pemilik) tidak ada. Ini masih kita kembangkan masih kita lakukan proses penyidikan terkait KTP yang kita amankan tersebut. Apakah ini sebagai jaminan dan sebagainya masih kita kembangkan,” ucapnya.

Selain itu, polisi juga masih mendalami ada tidaknya unsur prostitusi dari kasus ini. Archye mengatakan, baik AW dan SU kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka sudah ditahan di Rutan Mapolresta Yogyakarta.

Terhadap kedua tersangka, polisi mengenakan Pasal 2 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 10 Undang-undang No 21 Tahun 2007 tentang TPPO atau Pasal 296 KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan atau Pasal 506 KUHP terkait menarik keuntungan dari perbuatan cabul.

Kedua tersangka juga dikenakan Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 Jo pasal 761 UU RI Nomor 35 Tahun 2024 tentang Perlindungan Anak.

“Ancaman hukumannya pidana penjara maksimal 15 tahun,” pungkas Archye.***

Sumber: CNNIndonesia

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================