TEMUAN Kementerian Perdagangan (Kemendag) tentang banyaknya SPBU nakal dan sering memainkan tera meter, direspon PT Pertamina. Dari sekitar 5.200 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menggunakan merek Pertamina, 400 unit di antaranya berkualitas rendah dan belum bersertifikat aman.
ANDINA RACHMAH S|YUSKA APITYA
[email protected]
PT Pertamina (Persero) mengeluarkan sertifiÂkat Pasti Pas dan Pasti Prima untuk SPBU yang memang sudah lulus uji kelayakan. Secara bertahap PertamÂina akan menghilangkan SPBU yang berkualitas rendah atau tak memiliki sertifikat.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate CommuniÂcation Pertamina, mengatakan, pada tahun depan para pemilik SPBU harus memiliki sertifikat Pasti Pas atau Pasti Prima bila ingin menjual bahan bakar minyak (BBM).
Tingkatan SPBU bermerek Pertamina terdiri atas beberapa kelas, mulai dari kualitas layanannya paling bagus hingga terÂendah, yakni Pasti Prima, Pasti Pas, dan non-Pasti Pas. Untuk SPBU Pasti Pas masih terbagi dalam tiga tingkatan yakni excellent, good, dan basic. PeÂnilaian tersebut terkait dengan standar operasi seperti standar pengelolaan SPBU, mulai dari takaran, volume, dan kualitas BBM dengan baik agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. “Saat ini ada 5.200 SPBU yang menggunakan merk Pertamina. Dari jumlah tersebut, 4.800 SPBU telah memiliki sertifikasi Pasti Pas. Sisanya 400 SPBU belum memiliki sertifikasi Pasti Pas,†ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (17/2/2016).
Bila pemilik SPBU tak mau meÂningkatkan kualitas pelayanan, SPBU akan diambilalih oleh pihak Pertamina. Caranya, dengan melakukan akuisisi atau kerja sama operasi (KSO) yaitu dari segi kepemilikan tetap berada di pihak swasta namun pengoperasiannya diÂlakukan Pertamina. “Jika pengusaha tiÂdak mampu, Pertamina yang akan menÂgambilalih upaya peningkatan kualitas layanan SPBU tersebut,†katanya.
Pertamina setiap hari melakukan pengecekan terhadap tera meter BBM di SPBU. Pengecekan dilakukan oleh pengawas SPBU dengan menggunakan bejana ukur berkapasitas 20 liter.
Kemarin, Pertamina melakukan pengecekan terhadap takaran BBM di SPBU Abdul Muis, Jakarta Pusat. MengÂgunkan bejana ukur 20 liter, Pertamina ingin memastikan takaran BBM. Petugas Pertamina kemudian menuangkan BBM sebanyak 20 liter ke dalam bejana ukur. Hasilnya, takaran BBM sudah memenuhi standar.
Sales Executive Pertamina Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, Fanda Kristianto menjelaskan, setiap pengukuÂran Pertamina memiliki batas toleransi terhadap takaran BBM yakni 0,3% dari total BBM yang keluar. Angka ini jauh lebih baik dari standar toleransi dalam ukuran yang ditetapkan oleh Badan Metrologi.
“Stadar minimum takaran, nggak boleh toleransi lebih dari 0,3%. Badan Metrologi sendiri menetapkan 0,5%,†kata Fanda di lokasi SPBU Abdul Muis, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).
Fanda menjelaskan bejana ukur tersebut telah terstandarisasi oleh Badan Metrologi daerah. Setiap SPBU wajib meÂmiliki bejana ukur. “Bejana ukur 20 liter. Ini alat dilengkapi segel. Segel bisa diliÂhat, kondisi bagus, dia masih tertera,†tambahnya.
Di tempat yang sama, Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang mengaku telah menterjunkan petugas Pertamina dan tim independen untuk melakukan pemeriksaan acak terhadap SPBU Pertamina dan milik mitra. Tak berhenti disitu, Pertamina juga mengÂgandeng masyarakat (mystery guest) untuk menjamin takaran SPBU sesuai. “Kita turunkan mystery guest. Kalau orang Pertamina sudah tahu. Misal, kita ajak komunitas motor, bener nggak ini?,†tambahnya.
Sanksi Tegas SPBU Nakal
Pertamina mengklaim, mengawasi secara ketat proses pelayanan dan penÂjualan di 5.200 SPBU milik perseroan dan mitra. Bagi SPBU ‘nakal’, misalnya terbukti mempermainkan tera meter BBM sehingga merugikan konsumen, Pertamina akan menjatuhkan sanksi tegas.
Sanksi pertama ialah penurunan grade. Dalam SPBU Pasti Pas, terdapat 3 katagori atau grade. Bila SPBU terkena sanksi penurunan grade, porsi marjin yang diberikan oleh Pertamina untuk penjualan BBM akan diturunkan. Sanksi pemotongan marjin sangat terasa bila hal ini diterapkan karena bisa menguÂrangi pendapatan pengelola SPBU. “Ini ada sanksi penurunan grade. Teman-teman SPBU sangat care ke marjin,†kata Ahmad Bambang.
Bila masih membandel, SPBU akan diskors yaitu ditutup sementara dalam waktu tertentu. Selain itu, apabila SPBU melakukan aksi curang dalam penjualan BBM subsidi, maka harus memberikan ganti rugi. Sanksi terakhir yang akan diÂberikan bila SPBU tak mengindahkan teÂguran dan pembinaan ialah Pemutusan Hubungan Usaha (PHU). Sanksi ini, lanÂjut Bambang, sudah diberikan kepada 2 SPBU di Jawa Barat selama rentang wakÂtu 2014-2015. “Kalau nggak bisa dibina ya ditutup. Di sana ada PHU,†tambahnya.
Konsumen Ragu
Hasil penelusuran BOGOR TODAY ke sejumlah SPBU di Kota Bogor menyeÂbutkan, sejumlah konsumen mengaku ragu dengan pengisian yang dilakukan petugas SPBU. “Ya pastilah, kan dari Pertamina-nya juga tidak ada tanggapan mengenai itu. Kami ragu sebenarnya. Tapi, mau ngisi dimana lagi. Kalau beli eceran, lebih parah lagi,†kata Nina(55), warga Bogor Tengah, Kota Bogor, Rabu (17/2/2016).
Hal senada diucapkan Amu(45), sopir angkot di Kota Bogor. “Ada keraÂguan sedikit tapi ya udah gapapa itu kan jadi urusan mereka. Toh, saya percayÂakan saja meskipun ada sedikit keraguan dalam hati saya,†ucapnya.
Soal ini, Kepala SPBU Pajdajaran NoÂmor 127, Irawan, membantah jika SPBU di Kota Bogor rawan komplain. “Tidak ada. Audit pengawasan kami lakukan setiap bulan. Dari dinas juga dilakukan pengawasan rutin,†katanya.
Mangahit Sinaga, Kepala Bidang Perdagangan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag) Kota BoÂgor, mengatakan, sejauh ini SPBU BoÂgor masih aman. “Tidak ada kecuranÂgan di 26 SPBU karena pemantauan tera setiap tiga bulan sekali itupun termasuk pembelian dirigen dan drum. 0,92 adalah batas toleransi di Kota BoÂgor, namanya alat pasti ada toleransiya, asalkan segel yang dipasang jangan sampai rusak karena itu akan menimÂbulkan pertanyaan dan kecurigaan,†kata dia.
Terpisah, Ketua Himpunan WirasÂwasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kota Bogor, Bahriun, membantah jika SPBU di Bogor terindiÂkasi curang. “Nggak ada. Silahkan dibukÂtikan. Kalau ada komplain ya laporkan, gitu aja kan. Silahkan konsumen ikuti prosedur jika merasa dirugikan. LaporÂkan!†kata dia, kemarin.
Sebelumnya, Kementerian PerdaÂgangan membeberkan data hasil investiÂgasi SPBU di wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura) pada 2015 lalu menunjukkan 30% SPBU di wilayah tersebut tidak menggunakan tera meter BBM yang ukurannya tepat, sehingga konsumen tiÂdak menerima BBM dalam jumlah yang sesuai haknya.
Untuk melindungi masyarakat sebÂagai konsumen, Kemendag bekerja sama dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mulai memÂperketat pengawasan terhadap SPBU di seluruh Indonesia.
Pemerintah telah menetapkan bahwa ambang batas penyusutan BBM yang diterima konsumen adalah 0,5%. Bila lebih dari itu, maka SPBU dianggap melakukan pelanggaran karena melangÂgar hak konsumen. (*)