BOGOR, TODAY — Penyidikan kasus mark up anggaran penÂgadaan lahan relokasi PedaÂgang Kaki Lima (PKL) di JamÂbu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, mulai adem lagi.
Berkas kasusnya kini masuk di KPK dan KejaÂgung. Namun, kedua lemÂbaga ini masih mengkaji detil persoalannya. “Kami tenÂtunya bergerak atas temuan yang jelas, berapa kerugian negaranya, berapa angka ketidakwajaranÂnya. Koordinasi dengan BPK dan BPKP sudah kami lakukan. Kami tunggu hasilnya,†kata Ketua Komisioner KPK, Agus Rahardjo, keÂtika dikonfirmasi, Kamis (31/3/2016).
Penyidikan kasus ini terbilang alot dan molor. Kejari Bogor sudah menyelidiki kasus ini setidaknya dalam waktu setahun lebih. Namun, baru empat tersangka yang ditetapÂkan. Inipun di tingkat hilir.
Ketua Lembaga Survey Masyarakat GerÂakan Anti Korupsi (Gerak), Muhammad Sufi mengatakan, lembaga anti rasuah KPK dan Kejagung sudah mengetahui terkait adanya kasus dugaan mark up pembelian lahan milik Angkahong itu. Saat ini tinggal menunggu keÂberanian lembaga-lembaga itu untuk segera menangkap otak pelaku utama yang terlibat dalam kasus itu, maupun pihak-pihak pentÂing lainnya. Walikota Bogor Bima Arya meruÂpakan orang yang paling mengetahui soal pembelian lahan milik Angkahong itu.
“Kita berharap pihak KPK maupun KejaÂgung untuk segera turun tangan melakukan penanganan terhadap kasus lahan AngkaÂhong ini. Mereka bisa melakukan superÂvisi kepada lembaga yang sudah menangani saat ini, baik Kejari Kota Bogor maupun KeÂjati Jawa Barat. Kita juga mengharapkan keÂberanian lembaga-lembaga itu untuk meneÂtapkan Walikota sebagai tersangka, karena Walikota itu merupakan orang yang paling mengetahui terkait kasus pembelian lahan milik Angkahong tersebut,†tegasnya.
Sufi juga mendorong pihak Kejari Bogor maupun Kejati Jabar untuk bekerja maksimal dan tidak terintervensi oleh pihak manapun dalam menuntaskan kasus lahan Angkahong ini. Setelah pihak Kejari Kota Bogor menetapÂkan empat orang tersangka, dan pihak Kejati Jabar turun tangan juga menangani dengan melakukan penyelidikan, maka kemungkinan besar akan muncul tersangka lain.
“Tentunya calon tersangka lain itu haÂrus betul-betul pelaku utamanya, atau otak utama yang melakukan tindak pidana koÂrupsi terkait pembelian lahan Angkahong. Kita berharap proses yang akan dilakukan ke depan betul-betul mengenai sasaran targetÂnya, yaitu mengungkap pelaku utama atau dalangnya,†ucapnya.
Senada, Ketua Umum Gerakan MahaÂsiswa Anti Korupsi (Gemak) Bogor Raya, Egi Hendrawan mengatakan, komitmen pihak Kejari Kota Bogor untuk membereskan kaÂsus dugaan mark up pengadaan lahan JamÂbu Dua, masih dipertanyakan, karena tidak berani menaikan status untuk menetapkan Walikota Bogor sebagai tersangka, Tinggal siapakah yang berani untuk menetapkan, apakah Kejari Kota Bogor, KPK, Kejati Jabar atau Kejagung.
Egi menambahkan, kasus Ini harus segera dilimpahkan berkasnya ke pengadiÂlan, agar terungkap fakta-fakta yang lebih mendalam. Atau pihak KPK turun tangan ke Kota Bogor melakukan supervisi atau menÂgambil alih kasusnya. “Kasus ini memang suÂdah sangat lama, tetapi kinerja pihak Kejari Kota Bogor juga sudah berhasil menetapkan empat orang tersangka, namun apakah kaÂsus itu harus berhenti sampai empat orang tersangka yang notabene dari kalangan bawah saja, sedangkan para penguasanya sendiri tidak tersentuh. Kami berharap kasus ini segera dituntaskan, dan pihak KPK turun tangan ke Kota Bogor,†pungkasnya.
Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya kejanggalan dalam pembelian lahan seluas 7.302 meter persegi milik Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014. Ternyata dalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen taÂnah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor kepemilikannya beragam, mulai dari SHM, AJB hingga tanah bekas gaÂrapan. Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar.
Kapuspenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Raymond Ali, membantah jika kejaksaan dinilai lamban. Menurutnya, kasus ini tengah didalami dengan serius oleh penyiÂdik khusus kejati. “Kami belum bisa komentar atau buka-bukaan banyak soal penyidikan. Yang jelas, kami bekerja dalam kasus ini, bukan diam,†tandasnya.
(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya Aji)