JAKARTA, TODAY — Kondisi nilai tukar rupiah menjelang pergantian tahun kian terpuruk. Nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) kemarin menÂguat terhadap rupiah. Mata uang Paman Sam sempat tembus Rp 14.150 per USD. Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, menyebut transaksi berjaÂlan Indonesia masih defisit. Angka impor Indonesia masih lebih tinggi daripada anÂgka ekspor Indonesia.
Akibatnya, nilai tukar rupiah terus tertekan karena tingginya permintaan mata uang asing seperti USD untuk pemÂbayaran. Agus mengaku rupiah masih sulit untuk menguat selama angka impor lebih tinggi dari ekspor. “Selama impor lebih tinggi dari ekspor, nggak mungkin rupiah menguat,†kata Agus MartowardoÂjo pada pertemuan akhir tahun di Gedung BI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (14/12/2015).
Angka defisit ini, lanjut Agus, mulai terjadi sejak tahun 2011. Apalagi, IndoneÂsia banyak mengadalkan ekspor komodiÂtas dan sumber daya alam yang perminÂtaan di pasar Dunia ikut tertekan.
“Kondisi transaksi berjalan tampak terlihat mulai 2011, terjadi impor lebih tinggi. Ini untuk jasa dan barang. Kondisi defisit sudah dimulai 2012 sampai 2015. Defisit 2015 mulai membaik yakni mengaÂrah 2%. Di negara ASEAN 5, hanya IndoÂnesia satu-satunya negara yang defisit,†tambahnya.
Melemahnya nilai tukar ini bisa disiati dengan menggenjot industri manufaktur sampai merangsang angka investasi asing dan portfolio masuk ke Indonesia. “ImÂpor lebih tinggi dari ekspor. Ini bisa dituÂtup dengan aliran investasi dari FDI dan protofolio,†ujarnya.
Posisi dolar AS masih bisa dibilang tinggi untuk tahun ini. Apalagi, secara year to date rupiah masih melemah hingÂga 15% terhadap dolar AS.
Rencana The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga masih jadi faktor yang bikin USD menguat. Bank senÂtral AS akan menggelar pertemuan pada 15-16 Desember pekan ini. Lesunya harga komoditas, terutama minyak dunia, juga memberi tekanan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
(Yuska Apitya/dtkf )