WASHINGTON, TODAY — Dana Moneter InÂternasional (IMF) resmi memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menÂjadi 3,2 persen. Angka tersebut lebih rendah 0,2 persen dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Oktober 2015 lalu.
Kepala Ekonom IMF Maurice Obstfeld menjelaskan, turunnya angka ramalan itu mencerminkan masih lesunya perekonomian semua negara. “Tren perlambatan ekonomi berlanjut seperti yang kami sampaikan Januari lalu,†ujar Obstfeld di Kantor Pusat IMF di Washington, Amerika, Kamis (14/4/2016).
Menurut Obstfeld, perlambatan ekonomi telah berlangsung sejak taÂhun lalu. Hal tersebut bisa diendus dari aktifnya para investor menjual aset yang berisiko tinggi, meningÂkatnya kekhawatiran pelaku pasar, sampai harga minyak dan komoditas yang anjlok tajam.
Berdasarkan pengelompokkan negara yang dilakukannya, IMF memÂperkirakan negara-negara ekonomi maju mengalami penurunan perÂtumbuhan ekonomi antara 0,3-0,5 persen. Beberapa negara tersebut anÂtara lain Amerika Serikat sebesar 2,4 persen, negara Eropa seperti Jerman, Perancis, Italia, Spanyol 1,5 persen, Jepang 0,5 persen, dan negara maju lainnya di luar G7 sebesar 2,1 persen.
Sementara itu kelompok negara berkembang diperkirakan tumbuh tipis, hanya 0,1-0,2 persen. Negara-negara tersebut antara lain China sebesar 6,5 persen (naik 0,2 persen), India tetap 7,5 persen dan lima negÂara Asean yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand tetap sebesar 4,8 persen.
Risiko Kesenjangan
Obstfeld menambahkan, proyeksi perlambatan ekonomi akan semakin menjadi apabila negara-negara di duÂnia tidak peka mempersempit kesenÂjangan ekonomi di antara warganya. “Kesan bahwa pertumbuhan ekonoÂmi hanya menguntungkan kelompok elit dan pemilik modal akan meluas,†kata dia.
Untuk itu IMF mengusulkan tiga resep dalam mengatasi kelesuan dan menjaga pertumbuhan ekonom di tengah kelesuan global, yakni meÂlaui pendekatan moneter, fiskal dan struktur ekonomi.
IMF dijadwalkan bakal menggelar pertemuan musim semi dengan Bank Dunia di Washington, Amerika pada 13-17 April 2016 guna membahas laju pertumbuhan ekonomi dunia dan isu strategis lainnya.
Waspada Utang Publik
IMF juga mewaspadai risiko utang publik yang melonjak, terutama di negara-negara maju yang menyenÂtuh level tertinggi sejak Perang Dunia II. IMF memperingatkan pemburuÂkan fiskal yang terjadi hampir di seÂluruh dunia mengancam pemulihan ekonomi global.
Vitor Gaspar, Direktur DeparteÂmen Urusan Fiskal IMF menuturkan rasio utang publik terhadap PDB meningkat hampir di seluruh negara di dunia pada 2015 seiring dengan melebarnya defisit fiskal. Bahkan, katanya, utang publik di sebagian besar negara akan semakin meninÂgkat pada tahun ini. “Salah satu asÂpek yang kami sangat menekankan adalah persentase utang publik terÂhadap PDB yang meningkat di setiap sudut dunia,†ujar Vitor Gaspar pada Pertemuan Musim Semi IMF 2016 di Washington DC, kemarin.
Terutama di negara maju, kata ViÂtor, IMF memperkirakan rasio utang publiknya bakal mencapai sekitar 107,6 persen dari PDB. “Ini lebih tinggi dari tingkat utang pada saat terjadi Depresi Besar, dan tepatnya rekor tertinggi sejak Perang Dunia II,†tuturnya.
Sementara di negara berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah, lanjutnya, rata-rata defisit di kedua kelompok negara tersebut diÂperkiraan sekitar 4,5 persen dari PDB pada 2016. Tingkat defisit itu meruÂpakan yang tertinggi sejak 2009, keÂtika mayoritas negara menggunakan kebijakan fiskalnya untuk merespons krisis keuangan global. “Bersiaplah untuk bertindak bersama-sama unÂtuk menangkis risiko global,†ucap Vitor dalam pidatonya yang disiarkan melalui situs resmi IMF.
Untuk itu, IMF mendesak pemerÂintahan negara-negara maju untuk untuk mengeluarkan paket kebijakan yang komprehensif guna meningkatÂkan pertumbuhan ekonomi dan menÂstimulus sistem keuangan publik. Stimulus fiskal itu dibutuhkan guna mengurangi kerentanan ekonomi global yang tengah menjadi sorotan para pemimpin ekonomi dunia di Washington pada pekan ini.
Dalam pertemuan musim semi IMF tahun ini, delegasi INdonesia dipÂimpin oleh Menteri Keuangan BamÂbang P.S. Brodjonegoro. Sejumlah agenda terkait kebijakan fiskal, teruÂtama menyangkut isu perpajakan, menjadi isu yang akan dibawa MenÂkeu dalam forum internasional itu.
Sebelumnya di Jakarta, Menkeu mengatakan pemerintah mematok defisit fiskal dalam APBN 2016 sebeÂsar 2,15 persen terhadap Produk DoÂmestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 273,2 triliun. Hingga kuartal I 2016, reaslisasinya sudah sebesar Rp143,3 triliun atau 1,13 persen terhadap PDB.
Defisit fiskal tersebut tercipta sejaÂlan dengan realisasi pendapatan negÂara yang sampai tiga bulan pertama 2016 baru sebesar Rp247,6 triliun atau 13,6 persen dari target 1.822,5 triliun di APBN 2016. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realÂisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 284 triliun, atau 16,1 persen dari target Rp 1.761,6 triliun.
(Yuska Apitya/dtk)