Fok310TBankMandiriAgusMartowardoyoDirutBankMandiri-21Bank Indonesia (BI) dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar Rapat Kerja, Senin (11/1/2016). Agendanya membahas mengenai pengelolaan devisa di tanah air. Gubernur Bank Indone­sia meyakinkan bahwa ekonomi Indonesia membaik.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Rapat dimulai pukul 15.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB dan berlangsung se­cara tertutup. Dalam rapat tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyampai­kan langkah teknis dalam menjalank­an kebijakan pengelolaan cadangan devisa negara oleh lembaga yang dipimpinnya.

“BI menjelaskan tentang bagaimana tugas BI sesuai Undang-undang, kita jelaskan kebijakan yang dimiliki BI. bagaiman bau­ran kebijakan itu dijalankan, juga bagaimana departemen moneter mengelola moneter kita, bagaima­na departemen devisa mengelola devisa kita,” ujar dia ditemui usai repat tersebut, Senin (11/1/2015). Agus menjelaskan permintaannya agar Rapat digelar tertutup adalah karena langkah strategis mengha­dapi satu kondisi ekonomi meru­pakan hal yang sangat rahasia yang merupakan bagian dari strategi negara menghadapi persaingan ekonomi global.

Penyampaian rinci yang disam­paikan dalam rapat, diharapkan seluruh Anggota Komisi IX DPR RI dapat memahami langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh BI dalam menghadapi tekanan ekono­mi global. Sehingga, DPR tidak perlu lagi meragukan langkah yang diam­bil BI untuk menghadapi tekanan ekonomi global.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Udang Goreng Bawang Putih ala Restoran yang Gurih dan Harum

“BI meyakini tidak perlu dilaku­kan audit bukan karena kita tidak membuka diri, tetapi kita meng­gunakan forum tertutup seperti ini tadi untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan BI, bahkan kita undang komisi XI untuk lihat lingkungan BI,” pungkas dia.

Ekonomi Membaik

Sebelumnya, Komisi XI DPR RI mendesak dilakukannya audit ter­hadap kinerja Otoritas BI. Desakan ini disampaikan lantaran ada ke­curigaan bahwa BI tidak bekerja dengan baik sehingga menyebab­kan nilai tukar rupiah terhada dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot, sementara suku bunga acuan tetap tinggi.

Pada penutupan perdagangan hari Senin, nilai tukar rupiah ter­hadap dolar Amerika Serikat (USD) menguat ke level Rp 13.880. Pagi tadi, mata uang Paman Sam tersebut sempat mendekati level Rp 14.000. Agus Marto menilai, penguatan nilai tukar rupiah Senin sore, merupakan bukti kondisi perekonomian Indone­sia yang kian membaik seiring den­gan giatnya pembangunan yang di­lakukan pemerintah setidaknya satu tahun terakhir ini.

“Indonesia secara umum kita mengalami kondisi yang baik. Kare­na kita paling tidak melihat kondisi transaksi berjalan kita, inflasi kita yang mengalami perbaikan. Ada per­baikan pembangunan infrastruktur kita, dan sebagainya,” kata Agus.

Selain itu, Agus menambahkan, pelaku pasar juga merespon posi­tif optimisme dan kerja nyata yang dilakukan Pemerintah yang dibuk­tikan dengan berbagai percepatan pembangunan infrastruktur di tahun 2016 ini.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sambal Teri Cabe Hijau, Sederhana Tapi Bikin Ketagihan

“Kita juga melihat, secara umum komitmen Pemerintah untuk melakukan percepatan pembangu­nan infrastruktur, itu dibuktikan dengan banyak departemen pemer­intah yang bertanggung jawab ter­hadap infrastruktur melakukan pelelangan. Yang diharapkan nanti di kuartal pertama ada progres yang membantu pertumbuhan ekonomi,” tutur dia.

Segala perbaikan tersebut berha­sil menyelamatkan Indonesia dari tekanan ekonomi global yang banyak menimpa negara-negara lain di du­nia termasuk China yang merupakan salah satu raksasa ekonomi dunia.

Namun, Agus mengatakan, In­donesia tidak boleh lengah. Karena bagaimana pun juga, pergerakan ekonomi dunia tentu sedikit banyak akan memberi dampak terhadap perekonomian nasional.

JIka tidak diantisipasi dengan baik, maka bukan tidak mungkin daya tahan Indonesia akan mengala­mi penurunan.

“Perkembangan ekonomi du­nia bisa membuat tekanan yang tidak kita inginkan. Dan perkem­bangan ekonomi dunia, khusus­nya di China dan perkembangan harga komoditas seperti minyak, lalu perkembangan geopolitik, itu bisa membuat terjadinya depr­esiasi karena ada capital out flow di Indonesia. Jadi, oleh karena itu kita perlu mengelola dengan baik,” pungkas dia.

(detik.com)

============================================================
============================================================
============================================================