JAKARTA TODAYÂ – KementeÂrian Perdagangan (Kemendag) kembali mempertegas pelaranÂgan impor pakaian bekas meÂnyusul terbitnya Peraturan MenÂteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tertanggal 9 Juli 2015.
Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian PerdaÂgangan, Thamrin Latuconsina mengungkapkan larangan imÂpor pakaian bebas sebenarnya telah diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan, yang mewajibkan setiap importir mengimpor barang dalam keadaan baru.
Sayangnya, kata Thamrin, beleid tersebut tak cukup kuat sehingga pemerintah kerap kalah di pengadilan. Sebagai contoh, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) SuraÂbaya beberapa waktu lalu kalah dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya terkait temuan 23 kontainer atau setara dengan 5.100 ball pakaian bekas di Sidoarjo. Hasilnya pengadilan memerinÂtahkan DJBC untuk mengemÂbalikan barang tegahan terseÂbut ke pemiliknya. “Di satu sisi ada larangan impor tapi di sisi lain ada aturan perdaganÂgan dalam negeri. Dalam uji materi di Jawa Timur, pemerÂintah tidak dapat menunjukan ketentuan hukum pelarangan impor pakain bekas,†kata Thamrin di Gedung KemenÂterian Perdagangan, Jakarta, Senin (13/7/2015).
Dengan adanya reguÂlasi yang baru, kata Thamrin, pakaian bekas jelas masuk ke dalam daftar barang yang diÂlarang dan dibatasi, tidak lagi sekedar tersirat dalam aturan.
Thamrin berharap dengan adanya aturan ini juga dapat melindungi pelaku industri dalam negeri. Selanjutnya, aturan ini akan mulai berlaku dua bulan sejak ditandataÂngani. “Pelarangan berlaku dua bulan sejak diundangkan. Kalau 9 Juli ditandatangani berarti kurang lebih SeptemÂber,†tuturnya.
Selain menerbitkan Permedag tentang larangan impor pakaian bekas, saat ini pemerintah juga tengah menyÂiapkan peraturan presiden (perpres) tentang pelarangan, pembatasan, dan pengawasan barang. Nantinya, perpres tersebut akan memasukkan pakaian bekas asal impor sebagai salah satu barang yang dilarang diperdagangkan di dalam negeri. “Mudah-mudaÂhan akhir bulan Juli perpres tersebut sudah bisa ditanÂdatangani sehingga proses pelaksanaan, pengawasan larangan impor pakaian bekas ini simultan bisa dilaksanakan oleh Kementerian dan LemÂbaga karena memiliki payung hukum yang jauh lebih baik,†ujar Thamrin.
(Yuska Apitya/net)