Untitled-9KOMITMEN investasi China menempati peringkat kedua dengan nilai komitmen US$ 395 juta atau sekitar Rp 5 triliun. Sayangnya nilai ini turun 94% jika dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama.

Oleh : Yuska Apitya
[email protected]

Hal ini diduga karena adanya in­vestasi tidak langsung dari China yang melalui Hong Kong, Singapu­ra, atau British Virginia Island (BVI). “Antusiasme dari China sangat tinggi sekali kalau kita lihat ada plus minus per bulan ya wajar dong. Tapi begini, kita juga sudah dipro­tes oleh China, bahwa angka realisasi investasi yang ada di catatan kita terlalu kecil. Te r ­us kita bilang, betul kecil kare­na kita sadari investasi dari China itu masuk Hong Kong dulu atau mem­bentuk SPV (Special Purpose Vehicle) dulu atau Joint Venture dulu di Singapura atau BVI, sehingga di catatan kita bukan investasi dari China, itu kita bi­lang sama mereka,” ujar Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Tamba Hutapea, di kantornya, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Ia mencontohkan Saic General Mo­tor Wulling yang bukan merupakan perusahaan dari China. Pihak China mengatakan pihaknya hanya memberikan kredit untuk in­vestasinya. “Bank of China mengatakan, Wulling mobil, itu kan bukan peru­sahaan China, itu perusahaan Sin­gapura. Mereka bilang saya yang memberikan kredit sama mereka dan saya tahu dari mana investasi dari Wulling. Jadi bagaimana kami? Le­gally itu investasi dari Singapura, kayak begitu contohnya, jadi jangan langsung lihat angka yang minus di Februari, itu komitmen,” tuturnya. Penurunan ini menurutnya hanya berlangsung musiman saja. “Itu kan seasonal (-94%) pas Februari saja,” tutupnya.

Sementara, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat nilai komitmen investasi di Februari 2016 naik 167%, atau sebesar Rp 355 triliun. Dari periode yang sama sebe­lumnya. Kenaikan tersebut diperoleh dari izin prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp 75 triliun yang naik 66%, dan dari izin prin­sip Penanaman Modal Asing (PMA) Rp 281 triliun dibandingkan peri­ode yang sama tahun sebelumnya. “Sampai Februari, nilai komitmen investasi Rp 355 triliun tumbuh 167% year on year (yoy) dan 73% dari Januari ke Februari (month to month). Komitmen investasi PMA Rp 281 triliun atau tumbuh 218 % dan 68% dari Januari ke Februari. Komitmen PMDN naik 66% year on year dan 96% month to month. Total 73% month to month,” ujar Kepala BKPM, Franky Sibarani, di kantornya, Rabu (16/3/2016).

BACA JUGA :  Menu Makan Siang dengan Sayap Ayam Goreng Saus Asam Pedas yang Lezat dan Nikmat

Franky menambahkan, komit­men investasi masih akan terus tumbuh dan realisasi pencapaian investasi Rp 3.500 triliun hingga 2019 dapat tercapai. Naiknya komit­men investasi padat karya menun­jukkan kebijakan pemerintah mu­lai direspons positif oleh investor. “Tentu komitmen investasi masih terus tumbuh positif dan baik. Kami melihat bahwa target penca­paian realisasi investasi Rp 3.500 triliun sepanjang 2015-2019 kami lihat masih on the track, dan komit­men investasi padat karya mulai tumbuh dibanding 2015, menun­jukkan paket kebijakan pemerintah mulai direspons positif oleh inves­tor,” lanjut Franky.

Dari asal negara PMA, Amerika Serikat (AS) menduduki peringkat teratas dengan nilai komitmen men­capai US$ 16,2 miliar, diikuti China US$ 395 juta, British Virginia Island US$ 323 juta, Singapura US$ 302 juta, dan Korea Selatan US$ 292 juta. “Lima negara terbesar asal komit­men investasi adalah Amerika Seri­kat, China, BVI, Singapura, dan Ko­rea Selatan,” kata Franky.

Dari sisi sektor, kenaikan komit­men investasi di sektor manufaktur sebesar Rp 235 triliun atau tumbuh 20 kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. “Komitmen di kelom­pok industri manufaktur tersebut porsinya 66% dari total investasi yang masuk dari seluruh sektor,” tu­turnya.

China Masih Progresif

Menanggapi investasi China, Men­teri Koordinator Bidang Kemariti­man, Rizal Ramli menyebut, harga murah yang ditawarkan perusa­haan-perusahaan China seringkali membuat investor dari negara lain kalah bersaing di proyek-proyek in­frastruktur di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan Eropa.

Meski investor Eropa menawar­kan kualitas yang lebih bagus, na­mun perusahaan Negeri Tirai Bambu tetap punya beberapa keunggulan lain selain harga murah. “Nah saran kami yang pertama, kalau perusa­haan Belgia maupun Eropa mau sain­gan, harus punya partner Indonesia, supaya biayanya bisa diturunkan. Sehingga mereka bisa juga kompeti­tif,” terang Rizal, ditemui usai acara Indonesia-Belgia Maritime Summit di Hotel Pullman, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

BACA JUGA :  Cemilan Lezat ala Rumahan, Ini Dia Resep Donat Panggang Oreo Kesukaan Anak

Selain menggandeng patner dari pengusaha lokal, Rizal menambah­kan, perusahaan-perusahaan Eropa harus meniru China yang memi­liki pembiayaan yang kuat, bahkan dibantu langsung oleh pemerintah China. “Yang kedua harus dibantu dengan financing, dengan pembiay­aan, kredit atau modal kerja, atau asuransi dari pemerintah Belgia su­paya kompetitif,” jelas Rizal.

Saran tersebut, kata Rizal, rupa­nya jadi perhatian delegasi Kerajaan Belgia yang berniat menggelontor­kan investasi besar di sektor kelau­tan dan perikanan. “Wakil Perdana Menterinya Belgia, Didier Reinders, setelah saya pidato tadi mereka bi­lang memang sudah mempersiap­kan pembiayaan, untuk membantu perusahaan-perusahaan Belgia yang ingin, bekerjasama di Indonesia,” ungkapnya.

Rizal menuturkan, secara khu­sus, saat ini investor asal Belgia lebih condong berinvestasi di Indonesia dalam sektor infrastruktur maritim seperti mesin pelabuhan, infrastruk­tur pelabuhan, waterway, penahan ombak, logistik, dan manajemen pelabuhan.

Banyak perusahaan asal Eropa yang sulit masuk untuk terlibat dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Dalam beberapa con­toh, investor Eropa selalu kalah ber­saing dengan China.

Rizal Ramli mengatakan, meski menawarkan kualitas yang bagus, tak menjamin pebisnis asal Eropa bisa menang melawan perusahaan-perusahaan China yang menawar­kan harga proyek infrastruktur lebih murah. “Persaingan kan ketat sekali perusahaan Eropa, termasuk Belgia. Kalau kompetisi di proyek infrastruk­tur seperti power station pasti kalah dengan China, karena China lebih murah,” jelas Rizal, di acara Indone­sia-Belgia Maritime Summit di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Rizal menuturkan secara khusus, saat ini investor asal Belgia lebih condong berinvestasi di Indonesia dalam sektor infrastruktur maritim, seperti mesin pelabuhan, infrastruk­tur pelabuhan, waterway, penahan ombak, logistik, dan manajemen pelabuhan. “Kebanyakan di bidang maritim pengembangan pelabu­han, di dalam pengerukan, kemu­dian shiping, dan pariwisata,” terang Rizal.

Dirinya juga belum memastikan nilai investasi Belgia di sektor mari­tim yang sudah masuk ke Indone­sia. “Lihat saja nanti, karena ini masih belum selesai sampai besok, nanti. Tanya deputi saya,” pungkas Rizal.(*)

============================================================
============================================================
============================================================