badrodin-haiti-(1)JAKARTA, TODAY - Markas Besar Kepoli­sian Indonesia (Mabes Polri) mencatat jumlah War­ga Negara Indonesia (WNI) yang masuk Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kian hari kian bertambah. Hingga akhir Desember 2015, ter­catat sedikitnya 1.805 WNI mendukung ISIS dan diduga telah menjadi anggota aktif gerakan.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan, propagan­da dari internet dinilai masif di­lakukan untuk menyebarkan dok­trin ISIS. Setidaknya, 408 warga negara Indonesia bergabung den­gan kelompok ISIS selama 2015. “Propaganda-propaganda di in­ternet, di saluran-saluran media yang dilakukan itu bisa berba­haya. Setiap orang, bisa saja terpengaruh oleh faktor-faktor itu,” kata Badrodin.

Badrodin menyam­paikan itu dalam acara Refleksi Akhir Tahun Kinerja Polri di Aula Ru­patama Mabes Polri, Kebay­oran Baru, Jakarta Selatan, Se­lasa (29/12/2015). Seluruh petinggi Polri seperti Wakapolri Komjen Budi Gunawan, Irwasum Komjen Dwi Priyatno tampak hadir dalam acara itu.

Badrodin menambahkan, se­banyak 47 WNI yang berangkat ke Suriah untuk mendukung ISIS ber­hasil kembali ke Indonesia. Namun, 45 WNI yang turut bertempur memperjuangkan ISIS diduga tewas di Suriah. “Sementara ada sekitar 1.085 orang di Indonesia yang terindikasi pendukung dan simpatisan ISIS. Ini sedang kami pantau pergerakannya,” ujar Badrodin.

Badrodin mengungkapkan sejum­lah asalan para WNI itu bergabung ke Suriah. Di antaranya karena keyakinan dan dijanjikan mendapat kehidupan yang lebih baik dibanding di Indone­sia. “Sebagian besar karena keyakinan. Tetapi ada juga yang kita temukan, orang tersebut telah kembali ke Indo­nesia. Dia merasa hidup di sana (Su­riah) tidak benar, dijanjikan mendapat­kan sesuatu, tetapi selama dia tinggal di sana tidak mendapat apa-apa,” tan­dasnya.

Masih Siaga Satu

Menjelang akhir tahun, Tim De­tasemen Khusus 88 Anti Teror Polri menangkap sejumlah orang yang di­duga terlibat dalam aksi teror. Namun, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti men­egaskan penangkapan teroris ini bukan sebagai alasan pihaknya menetapkan siaga 1 untuk Natal dan Tahun Baru. “Ya, kita kan tetapkan siaga 1 bukan karena itu. Tetapi mulai dari Pilkada kita sudah tetapkan siaga 1. Kemudian disusul dengan Natal, Tahun Baru. Setelah tahun baru dievaluasi nanti apakah dilanjutkan atau dihentikan,” ujar Badrodin.

BACA JUGA :  Tragis, Istri di Medan Tewas Tertabrak Kereta, Diduga Sedang Melamun usai Bertengkar dengan Suami

Dia menambahkan untuk meman­tapkan perayaan Tahun Baru 2016, Polri juga melibatkan pihak lain seperti setiap pemerintah daerah, TNI, sampai Satpol PP. Semua pihak menurutnya dilibatkan. Maka, untuk memberikan rasa aman, polisi pun melakukan upa­ya intensif penyelidikan terkait orang-orang yang berindikasi sebagai teroris.

“Mudah-mudahan dengan penga­manan seperti ini bisa dengan lancar. Kemudian di samping itu kita inten­sifkan melakukan penyelidikan peny­elidikan sehingga temukan indikasi ger­akan menuju-menuju ke arah sana. Itu sebabnya, kita tangkap beberapa orang yang ada indikasi melakukan aksi ke­kerasan,” sebutnya.

Di penghujung 2015 Densus 88 Anti teror menggerebek sejumlah lokasi yang terduga sebagai tempat pelaku teroris. Pada Sabtu (19/12/2015) terjadi penggerebekan di tiga lokasi berbeda yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada Rabu (23/12), polisi juga menang­kap beberapa orang di Bekasi Timur dengan waktu yang berbeda.

Bogor Belum Aman

Terpisah, Kapolres Bogor Kota, AKBP Andi Herindra memastikan, bahwa kelompok teroris, sudah berada di Bogor. Menurutnya, berdasarkan in­formasi yang akurat, kelompok teroris Santoso, sudah menyebar di Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor.

“Ini informasi A-1. Saya minta bapak dan ibu pelaku usaha waspada. Simpul-simpul teroris sudah masuk Kota Bogor,” kata AKBP Andi, pekan kemarin.

AKBP Andi menegaskan, target ke­lompok teroris adalah hotel, mal, ter­minal dan tempat keramaian. Sedan­gkan obyek sasaran adalah Polisi, TNI dan PNS serta pejabat. “Bogor menjadi kantong teroris. Kasat Intel dan semua Kapolsek sudah saya perintahkan un­tuk mendata penghuni apartemen, ho­tel, dan kontrakan,” tandas Andi.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Gaungkan Program Ekonomi Hijau untuk Peringati Hari Otda ke-XXVIII

Indonesia, salah satu negara yang menjadi sasaran ISIS. Orang Indonesia dianggap militan dan mudah diajak be­rafiliasi dalam kekhalifahan yang dia­nut ISIS.

Pengamat intelejen Universitas In­donesia (UI), Wawan Purwanto men­duga ISIS memiliki sistem pendanaan atau pembiayaan untuk program rek­rutmen, baik dari dalam maupun luar negeri.

Pembiayaan tersebut, menurut Wawan, merupakan salah satu kunci agar mereka bisa bergerak bebas dan tersembunyi. Pergerakan itu merupak­an sebuah perpindahan calon anggota baru dari suatu negara ke negara lain. “Keberangkatan (dari bandara) tidak langsung ke negara yang dituju, tapi ke negara-negara lain lebih dulu. Sehingga mereka terlihat seperti pelancong atau seorang turis yang sedang melakukan kunjungan biasa,” kata Wawan, kema­rin.

Selama perpindahan itu, ISIS meya­kini bahwa calonnya tak pernah mener­ima pencekalan atau tidak tersangkut kasus pidana. Karena itu, ketika berha­dapan dengan pihak imigrasi, mereka akan lebih mudah masuk ke negara tu­juan dan bergabung dengan ISIS.

Perekrutan pun dilakukan secara terang-terangan, yaitu dengan mengait­kan unsur persaudaraan dan agama, sehingga mengaduk-adukkan perasaan dan keyakinan untuk berjihad. ISIS ber­harap banyak massa yang bergerak dan berubah haluan, mendukung legiti­masi Negara Islam. “Di antara saudara-saudara kita memang ada pemikiran pada hasrat untuk kekhalifahan,” kata Wawan.

Terkait hal itu, ISIS memang tak menargetkan sasaran kaum muda. Na­mun, tak dapat dipungkiri yang terjeru­mus kebanyakan mereka. “Umumnya kaum muda, karena mereka lebih mili­tan dan emosionalnya lebih tergerak, dibandingkan orang dewasa yang cen­derung banyak pertimbangan,” kata Wawan.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================