Untitled-11Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) ngebet ingin dilibatkan dalam penyidikan perkara mark up pembelian lahan Jambu Dua. Kasus ini dipandang KPK sangat besar lantaran menelan kerugian negara miliaran rupiah.

Oleh : RIZKY DEWANTARA
[email protected]

Kasus ini sudah disidik Ke­jari Bogor selama satu ta­hun. Namun, baru tiga ter­sangka yang ditetapkan, diantaranya, Kadis UMKM Kota Bogor, Hidayat Yudha Priatna; Camat Bogor Barat, Irwan Gumelar; Rodinasrun Adnan (Tim Appraisal) dan Angkahong alias Hedricus Kawi­djaja (dinyatakan meninggal).

Mereka terjerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999, Ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang merupakan pasal uta­ma dalam menjerat para koruptor.

Anehnya status tersangka yang telah ditetapkan oleh Kejari Bogor ini tidak berpengaruh terhadap sta­tus Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Bogor, yang tetap bekerja dan men­jalankan tugas negara. Bahkan Wa­likota Bogor, Bima Arya Sugiarto, pa­sang badan untuk menjamin kedua stafnya ini agar tidak ditahan untuk sementara. “Setiap kasus itu ada kon­teknya, bagi yang tertangkap tangan, itu tidak ada ampun. Dalam kasus Jambu Dua, saya belum melihat anak buah saya melakukan tindak pidana korupsi, sejauh ini kesalahan admin­istrasi, tentu kita minta perlakuan yang fair,” kata Bima Arya, sebelum berangkat ke Prancis, lusa kemarin.

Kepala Satgas Korsupgah KPK RI, Asep Rahmat Suwandha, men­gatakan, dalam penanganan kasus mark up pembelian lahan dikawasan Jambu Dua, dapat dilihat berdasar­kan kriteria. Seperti calon tersangka yang menjadi pihak bertanggung­jawab adalah penyelenggara negara seperti Walikota dan Wakil Walikota maka bisa disupervisi atau diambil alih oleh KPK. Ia menambahkan, na­mun jika hanya level Kepala Dinas kebawah maka KPK tak punya ke­wenangan karena akan berujung di prapradilan.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Pepes Tahu Kemangi yang Simple dan Sederhana

Asep kembali menjelaskan, be­ragam mekanisme harus ditempuh untuk mengambil alih kasus tindak pidana korupsi dengan adanya koor­dinasi antara KPK dengan Kejari Bogor. Berbagai alasan ini seperti, total jumlah kerugian negara yang biasanya dihitung oleh ahli dalam hal ini auditor ahli. “Biasanya yang digu­nakan oleh KPK adalah BPKP maka BPK, karena mereka yang memiliki keahlian itu. Bukti kerugian negara itupun akan dibuktikan dipengadi­lan sebagai alat buktinya keterangan ahli,” kata dia, di Balaikota Bogor.

Menurut Asep, penanganan kasus yang dilakukan oleh Kejari Bogor san­gat lambat, sehingga dapat meresah­kan masyarakat pihaknya bisa men­gambil alih kasus tersebut, namun pihaknya memiliki mekanisme dan aturan. “Kalau ditemukan kerugian negara minimal Rp 1 miliar, serta ma­syarakat mendesak Kejari agar kasus itu diselesaikan, bahkan hingga men­gakibatkan keributan maka KPK bisa melakukan supervisi dengan berb­agai mekanisme serta koordinasi ke­pada Kejari Bogor,” ungkapnya

Asep kembali membeberkan, un­tuk kerugian negara itupun bukan dari pihak Kejari Bogor yang meng­hitung nilai kerugiannya, tetapi ah­linya. Sedangkan tugas Kejari Bogor mencari alat bukti dan menyampai­kan di Pengadilan nanti. Ada pun, BPKP tidak diminta melakukan audit kecuali dia diminta menginvestigasi oleh penegak hukum. Sedangkan tugas BPK wajib mengaudit setiap ada proyek pengadaan besar, na­mun kalau soal keuangan justru hasil yang keluar, bukan kerugian negara artinya konteks hukum. Ia mengaku, untuk alat bukti harus dilakukan investigasi baru oleh BPK sehingga bisa menjadi alat bukti keterangan ahli sesuai pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) un­tuk menjadi alat bukti di pengadilan. Artinya KPK tidak menanganinya meski ada aduan karena KPK sudah mengetahui bahwa kasus mark up pembelian lahan Jambu Dua, dalam ranah Kejari Bogor.

BACA JUGA :  Tak Sama dengan Nyamuk yang Lain! Ini Dia 5 Ciri Nyamuk Penyebab DBD

“Kalau informasi kasus itu sudah masuk di KPK maka dikelola oleh Unit Koordinasi Supervisi Peninda­kan KPK. Dan secara reguler KPK akan memonitor penanganannya. Kalau ada hambatan maka tim akan turun untuk mensupervisi kasus Jambu Dua ini,” akunya.

Sementara itu, Direktur Penga­wasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Wilayah I Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat, Doddy Setiadi, men­gatakan, pihaknya tak mengetahui hasil audit terutama mengenai kasus mark up pembelian lahan di kawasan Jambu Dua oleh Pemkot Bogor. “Kalau data-datanya ada di BPK dan ada di tim yang melakukan audit anggarannya. Saya juga tidak tahu detailnya seperti apa,” singkatnya.

(inten/nadya)

============================================================
============================================================
============================================================