BAGAIMANA ya rasanya digaji USD100 juta atau Rp 1 triliun lebih dalam setahun? Ini dialami oleh Martin Sorrell, CEO dari perusahaan periklanan besar asal Inggris, WPP. Pada 2015 lalu, Sorrell dibayar 70 juta poundsterling (USD102 juta) atau lebih dari Rp 1 triliun.
(Yuska Apitya Aji)
BAYARAN yang diterima Sorrell mencapai 1.444 dari pendapatan rata-rata pegawainya. Total bayaran yang diterima SorÂrell terdiri dari gaji pokok 1,15 juta poundsterling. Lalu bonus tahunan senilai 4,3 juta poundÂsterling. Pendapatan terbesar Sorrell adalah dari bonus saham 5 tahunan yang nilainya 62,8 juta pounsterling.
Angka fantastis ini menjadi perhatian investor saham WPP. Perusahaan ini sudah menghadaÂpi sejumlah protes dari tingginya bayaran Sorrell. Di 2012 lalu, seÂbanyak 60% pemegang saham memprotes soal tingginya bayaran pejabat WPP.
 Rapat umum pemegang saham WPP akan berlangsung Juni nanti, dan sepertinya peÂmegang saham juga akan memÂprotes tingginya bayaran untuk Sorrell. Namun menurut sejumÂlah direksi perusahaan, bayaran yang diterima Sorrell layak.
Dalam 5 tahun terakhir, niÂlai kapitalisasi pasar WPP naik dua kali lipat menjadi 20 miliar poundsterling, dan pendapaÂtannya naik 31%. Jumlah pegaÂwai naik 23% dalam periode yang sama. Bahkan dividen yang diterima pemegang saÂham naik 20%.
“Carilah pekerjaan yang Anda gemari dan balaslah seÂsegera mungkin orang yang mengirim pesan ke Anda, kareÂna mungkin itu adalah celah bisnis bagi Anda…â€
Sir Martin Sorrel adalah Chief Executive Officer (CEO) dari WPP, perusahaan global berbasis di Dublin, Republik IrÂlandia yang bergerak di bidang periklanan dan public relaÂtions. Dia berulangkali menyeÂbutkan kutipan di atas ketika ditanyai mengenai rahasia keÂsuksesannya. Kalimat tersebut rupanya bukan omong kosong belaka. Sejumlah kliennya di WPP menyebutkan Sorrel palÂing cepat dalam merespon pesan pertanyaan dari mereka.
Sorrel mengaku kebiasaan itu tak lepas dari kecintaan pada pekerjaan yang dilakoninÂya. Hasil dari kerja keras itu membuat pria kelahiran LonÂdon 14 Februari 1945 ini, berÂhasil menerima upah tahunan sebesar 63 miliar poundsterÂling pada 2015 dari WPP.
Fakta tersebut membuat Sorrel menjadi salah satu CEO bergaji terbesar sepanjang sejarah di Birtania Raya. SeÂjumlah media di Inggris memÂperkirakan, Sorrel telah berhaÂsil mengumpulkan 150 miliar pounsterling dari gaji mulai dari 2010 hingga saat ini. Nominal ini sempat dibantah oleh WPP.
“Saya yang mewujudkan uang atas perusahaan, dan saya mungkin lebih berharga daripada uang itu.â€
Menurut Sorrel, keberhasiÂlannya tak lepas dari inspirasi ayahnya yang merupakan seorang peritel besar pada era 1960-an. Sorrel mengaku telah membaca koran FinanÂcial Times sejak usia 13 tahun. Dia beralasan bacaan dari koÂran itu akan memperkaya waÂwasannya ketika diajak diskusi oleh sang ayah.
“Saat saya berusia 14 taÂhun, dia bertanya apa yang akan saya lakukan ketika besar nanti. Saya pun menjawab, inÂgin menjadi pebisnis seperti ayah,†katanya.
Jawaban itu langsung diÂtanggapi dengan mengirim Sorrel muda ke Harvard BusÂsines School. Pesan sang ayah dijadikannya target pribadi. Alhasil, dia memperoleh gelar MBA dari Harvard.
Ketika lulus, Sorrel langsung memasuki dunia bisnis. Pada 1975, dia bergabung dengan perusahaan periklanan Saatchi-Satchi. Di perusahaan ini dia berÂhasil meraih sejumlah prestasi, dan kerap bersanding bersama Maurice dan Charles yang meruÂpakan pemilik perusahaan.
Pengalamannya di SaaÂtchi-Saatchi membuatnya ingin mendirikan perusaÂhaan periklanan baru. Pada 1985, Sorrel meminjam dana 250.000 poundsterling untuk membeli 29,9% saham di peÂrusahaan pembuat keranjang belanja yang bernama WPP plc, (Wire and Plastic ProdÂucts). Dia bekerjasama dengan Preston Rabl yang juga berenÂcana membeli 12,5% saham WPP. Kerjasama ini membuat keduanya berhak memperoleh mayoritas saham perusahaan.
Perlahan, dia mengubah peÂrusahaan manufaktur itu menjadi perusahaan yang total bergerak di bisnis periklanan dan public relations. WPP di bawah Sorrel bahkan berhasil menorehkan sejumlah prestasi dengan menÂgakuisisi sejumlah pesaing.
Agen iklan seperti JWT dan Ogilvy & Mather serta perusaÂhaan public relations seperti Finsbury dan Hill & Knowlton berhasil diakuisisinya.