JAKARTA TODAY – Presiden Joko Widodo bertolak ke Paris, Prancis, kemarin. Orang nomor satu di Istana Presiden itu bakal menghadiri rang­kaian agenda Konferensi Peruba­han Iklim atau Conference of Parties (COP) ke-21. Jokowi mengatakan, di sana, dia akan memberikan dukun­gan politik terhadap keberhasilan konferensi tentang perubahan iklim itu untuk dunia internasional.

“Di COP ke-21 ini, yang paling penting adalah dukungan Indone­sia terhadap komitmen perubahan iklim,” ucap Jokowi di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Ahad, 29 November 2015. “Karena kita be­rada pada posisi yang kalau terjadi perubahan iklim sangat cepat. Kita punya 17 ribu pulau. Itu bisa memba­hayakan kalau terjadi kenaikan per­mukaan air laut, misalnya,” kata dia.

Jokowi jug a menuturkan, di sana, dia akan membahas soal pencegahan kebakaran hutan. Hal utamanya adalah pembentukan badan restorasi gambut, review per­izinan usaha perkebunan sawit, dan moratorium terhadap pembukaan lahat kelapa sawit. “Semuanya akan kami sampaikan di sana,” ujarnya.

Untuk pembentukan badan restorasi gambut, saat ini Jokowi masih merumuskannya bersama jajaran kementerian terkait. Terma­suk payung hukum yang menaungi badan restorasi gambut tersebut. Dalam Konferensi Perubahan Iklim, dia mengaku akan mengajak semua lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan membantu pelestarian lingkungan di Indonesia. “Ya, nanti akan kami ajak LSM atau NGO untuk berbicara dalam waktu yang sangat pendek un­tuk merestorasi gambut kita,” ucap­nya. “Mungkin ada wilayah tertentu yang harus dicabut izinnya. Ada dae­rah yang memang itu sebagai gunung tampungan air yang tak boleh untuk produksi sawit atau produksi hutan yang monokultur, ya harus dicabut.”

Rencananya, ujar Jokowi, di sana dia juga akan melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa pemimpin negara lain. Namun dia enggan mem­beri tahu kepala negara mana yang akan ditemuinya. “Nanti setelah pu­lang saya akan ceritakan,” tuturnya.

Beberapa orang yang mengan­tar Jokowi ke Paris di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Ke­amanan Luhut Binsar Pandjaitan; Sekretaris Kabinet Pramono Anung; Menteri Sekretaris Negara Pratikno; Panglima TNI Jenderal Gatot Nurman­tyo; dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti. Rencananya, Jokowi akan berada di Paris selama dua hari.

120 Ribu Personil

Terpisah, Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius menyatakan Konferensi Iklim PBB (COP21) di Paris tak akan ditunda walau kota itu baru saja diserang teror bom pada 13 November lalu. “Tidak, COP21 tetap diadakan,” kata Laurent Fabius men­jawab pertanyaan wartawan soal ke­mungkinan konferensi ditunda atau dipindahkan.

Konferensi akan diikuti 150 ke­pala pemerintahan serta 40 ribu pengunjung dan delegasi. Konferen­si berlangsung dua minggu dengan pengamanan selama 24 jam penuh setiap hari. Prancis akan mengerah­kan 2.800 polisi untuk memastikan keamanan KTT di Le Bourget, Paris utara. Selanjutnya 8.000 petugas dikerahkan untuk mengamankan perbatasan negara. Menurut Kemen­terian Dalam Negeri, 120 ribu polisi dan polisi militer telah dikerahkan di seluruh Prancis.

Pemerintah telah mengumum­kan bahwa kontrol perbatasan akan dilakukan menjelang COP21. Men­teri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve menuturkan ini dilaku­kan sebagai pencegahan terhadap ancaman teroris. Setelah serangan teror lalu, pihak berwenang Prancis memperkuat pos-pos pemeriksaan perbatasan. Pencarian dan penang­kapan terus dilakukan untuk mem­ecah jaringan militan yang dicurigai. Cazeneuve berujar, lebih dari 300 orang ditangkap sejak 13 November lalu. Dari jumlah itu, sekitar 200 di antaranya telah ditahan.

Kelompok-kelompok teror cende­rung tidak menargetkan puncak per­temuan karena tingkat keamanannya yang tinggi. Namun ada kasus mere­ka melancarkan serangan bertepatan dengan acara-acara penting. Con­tohnya di London, Juli 2005, ketika empat pelaku bom bunuh diri me­ledakkan bom di jaringan transpor­tasi bawah tanah dan bus kota serta saat Perdana Menteri Inggris Tony Blair menyelenggarakan KTT G8. Ini juga salah satu alasan pemerintah Prancis melarang demonstrasi untuk menandai dimulainya COP21. Setelah serangan terakhir, pemerintah meng­umumkan bahwa demonstran harus mempertimbangkan kembali ren­cana unjuk rasa yang direncanakan di Paris dan kota-kota lain di Prancis pada 29 November dan 12 Desember 2015. “Itu adalah keputusan yang su­lit. Namun, dalam konteks ini, per­syaratan keselamatan adalah priori­tas,” tandasnya.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================