SAUDI, TODAY — Harga minyak dunia terus merosot ke posisi USD 30 barel. Padahal harga minyak dunia pernah menyenÂtuh angka USD 100 per barel. Akibat harga minyak yang ronÂtok, negara-negara produsen minyak ikut terkena imbas.
Pendapatan negara menurun bahkan anggaran menjadi defisit. Kondisi ini memicu kekhawatiran investor atau kreditor atas kemamÂpuan negara produsen minyak dalam melunasi utang jatuh tempo.
Setidaknya ada 5 negara proÂdusen minyak yang sangat terpukul. Kondisi ini diperparah dengan diÂturunkannya rating atau peringkat utang oleh Standard and Poor’s terhÂadap 5 negara tersebut. Negara proÂdusen minyak yang diturunkan rating utangnya ialah: Arab Saudi, Oman, Bahrain, Brazil dan Kazakhstan.
Arab Saudi, memang cuÂkup terpukul dari anjloknya harga minyak dunia. Setidaknya, 75% pendapatan negara bersumber dari minyak. Akibat turunnya harga, anggaran Saudi mengalami kondisi sangat sulit alias defisit. “Dalam pandangan kami, penuÂrunan harga minyak berdampak langsung ke kondisi fiskal dan indiÂkator ekonomi Saudi karena keterÂgantungan sangat tinggi terhadap minyak,†tulis lembaga rating S&P, Minggu (21/2/2016).
Neraca keuangan Saudi menÂgalami defisit USD 100 miliar di 2015. Tahun ini, Saudi memutusÂkan untuk memangkas 14% beÂlanja negara. Kerajaan Saudi memÂproyeksi defisit anggaran bisa mencapai 13% dari GDP di 2016.
Sedangkan, S&P menilai penetapan anggaran Saudi maÂsih mematok harga minyak USD 41 per barel, namun faktanya harga minyak masih bertengger di angka USD 31 per barel. KaÂzakhstan juga menderita karena separuh pendapatan negara berÂasal dari ekspor BBM. Sepanjang 2015, mata uang Kazakhstan juga anjlok hampir 50% terhadap doÂlar Amerika Serikat (AS). Bahrain juga bernasib serupa. Hampir 75% pendapatan negara Arab ini datang dari minyak dan 60% ekspor Bahrain datang dari migas. Akibat kondisi ini, utang Bahrain ikut naik. S&P memproyeksi komÂposisi utang Bahrain bisa menyenÂtuh 77% dari GDP di 2017.
Kondisi sulit ini memaksa BahÂrain meminta bantuan Arab Saudi namun di sisi lain, Saudi sedang mengalami masalah serupa. Hal serupa menimpa negara Amerika Latin, Brazil. Negeri Samba ini, sangat terpukul karena turunnya harga minyak. IMF menilai perÂtumbuhan ekonomi Brasil kemÂbali akan turun hampir 3,5% dari proyeksi awal hanya 1%.
Berganti Impor
Venezuela merupakan negara dengan cadangan minyak melimÂpah, paling banyak dari negara lain di bumi ini. Namun saat ini, VenÂezuela malah mengimpor minyak mentah dari Amerika Serikat.
Menurut perusahaan riset data minyak ClipperData, sebuah kapal yang membawa setengah juta barel minyak yang dipompa di AS, merapat di terminal milik Venezuela pekan lalu. Minyak itu dikirim ke lokasi yang terletak di pulau Belanda Curaçao di Karibia. Ini merupakan fakta mengejutÂkan, karena Venezuela merupakan negara dengan cadangan minyak melimpah hingga 298 miliar barel.
Menurut Administrasi InforÂmasi Energi setempat, cadangan minyak Venezuela melebihi Arab Saudi, Rusia atau Iran dan delapan kali cadangan dari AS.
Menurut Nilofar Saidi, seorang analis pasar minyak di ClipperData mengatakan, minyak hasil olahan Venezuela lebih berat dan sulit dikirim ke negara-negara lain. VenÂezuela harus mencampur terlebih dahulu dengan jenis yang lebih ringan agar kualitasnya sesuai.
Saidi menyebutkan, Venezuela sudah mengimpor minyak mentah dengan jenis yang lebih ringan dari Rusia, Angola dan NiÂgeria. Ketegangan antara AS dan Venezuela berjalan cukup sengit. Maret lalu, pemerintahan Obama memberikan sanksi kepada beberÂapa negara anggota pemerintahan Presiden Nicolas Maduro ini. KeteÂgangan politik juga membebani hubungan ekonomi kedua negara. Ekspor minyak Venezuela untuk AS tercatat USD 48 miliar pada tahun 2008. Di tahun 2014, angka ekspor minyak Venezuela ke AS merosot tajam hanya USD 26 juta.
(Yuska Apitya/dtk)