0800374-uang-rupiah-780x390JAKARTA, Today — Nilai tukar rupiah masih berada dalam tren penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) beberapa bulan terakhir. USD sempat turun sampai kisaran Rp 13.200. Ber­dasarkan data perdagangan Reuters, USD Rabu sore ditutup di Rp 13.285.

Salah satu pemicunya datang dari kebijakan suku bunga negatif oleh Je­pang dan Uni Eropa. Banyak investor yang kebingungan untuk menempat­kan dananya agar tetap untung. Pasar keuan­gan Indonesia menjadi pilihan untuk saat ini.

Hal tersebut hampir sama seperti yang terjadi pada beberapa tahun lalu. Ketika AS memberlakukan hal yang sama. Indo­nesia ikut menikmati berkah, k a re n a b e ­sarnya a r u s modal yang ma­suk membuat do­lar AS turun ke level di bawah Rp 10.000.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui, ada pergerakan dana yang besar atau ‘hot money’ masuk ke Indonesia. Banyaknya dana asing yang masuk akan mampu mem­buat rupiah menguat. Na­mun, nilainya tidak seperti saat AS men­empuh kebi­jakan terse­but.

BACA JUGA :  Dua Remaja di Lebak Duel Sengit Gunakan Senjata Tajam di Tengah Jalan Raya

“Sekarang walau Jepang melakukan hal yang sama dan beberapa negara Eropa melakukan hal yang sama, tetap berbeda. Kare­na Amerika itu kan uangnya sudah mendunia,” ungkap Darmin, Rabu (02/03/2016).

Ini juga sekaligus menghindari risiko pembalikan arus modal asing seperti yang terjadi pada 2013, akibat berubahnya kebijakan negara-negara tersebut. “Nggak akan, karena sumber­nya tak ada lagi kebijakan Amerika yang quantitative easing. Yang paling banyak arusnya itu karena AS melakukannya,” ujarnya.

Darmin mengaku pemerintah harus tetap terus waspada. Hot money tidak boleh dibiarkan terlalu liar masuk ke dalam negeri, mengingat risiko pem­balikan yang bisa saja datang tiba-tiba. Solusi terbaik adalah suku bunga yang rendah.

BACA JUGA :  Pemkab Bogor Gaungkan Program Ekonomi Hijau untuk Peringati Hari Otda ke-XXVIII

Dengan demikian, hasil dari berb­agai instrumen pasar keuangan dalam negeri juga tidak terlalu tinggi diband­ingkan negara berkembang lainnya. In­vestor juga tidak buru-buru membawa dananya.

“Kita jangan membiarkan tingkat bunga terlalu tinggi. Supaya ya jangan juga terlalu banyak arus datang karena terlalu banyak bedanya dengan bunga negara lain,” tegasnya Menurut Dar­min, ada titik di mana berinvestasi di pasar keuangan dalam negeri tetap menarik. Mengingat pembiayaan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Neg­ara (APBN) masih membutuhkan dana asing. “Sampai tingkat tertentu, itu tinggal mencari titik yang betul,” ucap Darmin.

(Winda/net/detik.com)

============================================================
============================================================
============================================================