MENIKAH muda bukanlah hal yang mudah, hal ini yang dirasakan betul oleh Hipohia. Pria keturunan Tionghoa ini pernah mengalami kegagalan dalam berumah tangga lantaran dirinya menikah di usia muda, dan secara spikologis ia mengaku masih labil kala itu.
Oleh : Latifa Fitria
[email protected]
Saya menikah pada usia 22, tepatnya saat baru lulus kuliah. Untuk laki-laki di Kota Bogor, usia 22 itu memang terhitung masih sangat muda untuk menikah. Saya sendiri menikah kala itu karena memilih jalan aman, daripada pacaran bikin maÂsalah, lebih baik dihalalkan saja,†kata Hipo.
Selama setahun, masih kata dia, menjalani perniÂkahan awalnya manis dan indah, namun ternyata pernikahan tidak sesederÂhana itu, banyak konflik di dalamnya dimana ia tidak dapat lari kemana-mana unÂtuk menyelesaikan masalah, sebab Hipo adalah kepala rumah tangganya.
“Mau minta bantu orangtua, saudara atau teman yang meÂmediasikan tapi tidak enak hati dan malu rasanya, terpaksa harus dihadapi berdua oleh dia (mantan istrinya). Bagaimana pun pernikahan ini adalah keputusan saya sendiri, bukan pakÂsaan jadi tidak mau melibatkan siaÂpapu,†terangnya.
Sampai akhirnya, ia memahaÂmi banyak menikahlah tidak selaÂmanya indah, dan ia menyadari pernikahannya sudah tidak bisa dipertahÂankan. “Setahun kami menikah lalu berceÂrai, daripada ribut terus,†akunya.
Hipo yang kini berstatuskan seorang duda tidak ingin cepat-cepat berencana ingin menikah kemÂbali. Bukan berarti ia trauma dengan pernikahan, hanya saja memang harus mematangkan diri baik secara mental juga finansial. “JuÂjur saja, perceraian bukanlah perkara yang mudah, saya membutuhkan waktu untuk bisa bangkit dari kegagaÂlan saya itu,†tutur Sarjana Hukum ini.
Hingga detik ini Hipo berusaha bangkit dan melanjutkan hidup seperti biasa. Namun keÂtika ditanya soal pasangan hidup yang baru ia enggan untuk membahsanya.â€Pacar belum ada, ah malas bahasnya. Saya sedang focus di kerjaan sekarang. Belum mau punya pasÂangan,†pungkasnya.