LONDON, TODAY — Presiden Joko Widodo meyaÂkini perekonomian Indonesia tumbuh stabil di kisaran 5 persen pada kuartal I 2016 dan seÂcara gradual akan meningkat sesuai dengan target pemerintah.
Optimisme itu disampaikan Jokowi pada konferensi investasi di London, Inggris, Rabu (20/4/2016). “Saya percaya kami terÂmasuk yang stabil di kawasan, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tahuÂnan sekitar 5 persen,” ujar Jokowi.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia ini terkait dengan akselerasi investasi di sektor infrastruktur. Pada Februari lalu, Jokowi mengaku sangat optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai target 5,3 persen pasca melambat dengan hanÂya tumbuh 4,8 persen pada tahun lalu.
Indonesia, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini telah menÂgalami perlambatan ekonomi dalam enam tahun terakhir seiring dengan penurunan harga komoditas dan lesunya ekonomi China selaku negara mitra daÂgang utama.
Sementara itu, Wakil Menteri KeuanÂgan Mardiasmo menilai, daya tahan ekoÂnomi nasional semakin kuat untuk mengÂhadapi risiko-risiko yang berasal dari eksternal itu. Menurutnya, fundamental ekonomi nasional semakin baik dan muÂlai menunjukan pembalikan positif berkat belanja pemerintah yang semakin cepat.
Namun, ia masih mengkhawatirkan imbas dari penurunan harga komoditas dan risiko melesetnya target produksi minyak dan gas. “Inflasi terkendali, perÂtumbuhan positif, defisit APBN terjaga, dan sebagainya. Rupiah juga stabil, sudah terapresiasi. Naik-turunnya tidak terlalu banyak. IHSG juga relatif masih baik,” tuÂturnya.
Pada 2017, Mardiasmo optimistis ekonomi nasional tumbuh pada kisaran 5,5-5,9 persen, lebih tinggi dari target pertumbuhan tahun ini 5,3 persen.
Pemerintah optimistis kondisi ekoÂnomi nasional akan lebih baik pada tahun depan meski dibayangi risiko penggelembungan(bubble) aset keuanÂgan global. Optimisme tersebut tertuang dalam prognosa makroekonomi, yang tengah dipersiapkan untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaÂra (RAPBN) 2017.
Mardiasmo menyebutkan sejumlah proyeksi asumsi makroekonomi untuk taÂhun depan. Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan melaju pada kisaran 5,5-5,9 persen, lebih tinggi dari target pertumbuÂhan tahun ini 5,3 persen.
Sementara sasaran inflasi kemungkiÂnan masih sama dengan tahun ini, yakni sekitar 3-5 persen (4 plus/minus 1 persÂen). Sementara asumsi kurs dipatok di kisaran Rp13.700-Rp14.200 per dolar AS. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diÂproyeksi akan berada pada rentang harga USD35-45 per barel.
Lalu untuk produksi (lifting) minyak, Mardiasmo mengatakan pemerintah akan mematok pada kisaran 740-750 ribu barel per hari (bph). Sedangkan liftÂing gas, targetnya dipasang pada kisaran 1,05-1,15 juta bph (setara minyak).
Terakhir adalah suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, Wamenkeu mengungkapkan kisarannya 5,5-6,5 persen. “Ini masih perencanaan awal untuk penganggaran 2017,” ujarnya.
Waspada Bubble
Mardiasmo meyakini kondisi ekoÂnomi global pada 2017 akan lebih baik dibandingkan dengan tahun ini seiring dengan pemulihan ekonomi negara-negÂara maju. Namun, risiko di pasar uang inÂternasional masih tetap tinggi dan patut diwaspadai, terutama menyangkut utang publik yang meningkat dibanyak negara. “Namun kita harus waspada pertumbuÂhan ekonomi yang dipicu dengan utang, yang mungkin menimbulkan bubble,” tuÂturnya.
Faktor risiko lain yang juga patut diÂantisipasi, kata Mardiasmo, adalah penuÂrunan harga komoditas, perlambatan ekonomi China, dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed).
Kendati kondisi global masih dihanÂtui ketidakpastian, Mardiasmo menilai daya tahan ekonomi nasional semakin kuat untuk menghadapi risiko-risiko yang berasal dari eksternal itu. Menurutnya, fundamental ekonomi nasional semakin baik dan mulai menunjukan pembalikan positif berkat belanja pemerintah yang semakin cepat.
Namun, ia masih mengkhawatirkan imbas dari penurunan harga komoditas dan risiko melesetnya target produksi minyak dan gas. “Inflasi terkendali, perÂtumbuhan positif, defisit APBN terjaga, dan sebagainya. Rupiah juga stabil, sudah terapresiasi. Naik-turunnya tidak terlalu banyak. IHSG juga relatif masih baik,” tuÂturnya.
Sementara, Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi membengkak menjadi 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun depan seiring dengan meninÂgkatnya kebutuhan belanja prioritas.
Guna meredam risiko pelebaran defisit fiskal, Kementerian Keuangan mendorong moratorium pembangunan kantor pemerintahan baru pada tahun depan. “Ini masih perencanaan awal unÂtuk penganggaran 2017. Defisit anggaran (kemungkinan) 2,3-2,6 persen terhadap PDB,” ujar Mardiasmo.
Untuk mendukung percepatan pemÂbangunan, Mardiasmo mengatakan pemerintah akan memperluas basis paÂjak pada tahun depan dan meningkatÂkan kepatuhan wajib pajak melalui penÂegakan hukum ( law enforcement). Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga akan mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terutama yang berÂsumber dari sumber daya alam (SDA) non minyak dan gas.
Hemat Belanja
Pada kesmepatan itu, Mardiasmo mengingatkan seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah untuk menyinergikan postur APBD denÂgan APBN. Fokus penganggaran tahun depan lebih diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. “Belanja barang ada yang mengika t dan ada yang mendukung. SeÂlama bisa dipertanggungjawabkan tidak apa-apa (dipakai), tapi kalau hanya unÂtuk dihabiskan mungkin bisa dikurangi,” tuturnya. “Termasuk belanja modal yang non infrastuktur, misalnya dengan melakukan moratorium pembangunan gedung kantor. Sudah saatnya dikurangi, arahkan ke belanja modal untuk masyaraÂkat luas,” lanjutnya.
Terkait transfer anggaran ke daerah, Mardiasmo menekankan pentingnya singkronisasi penggunaan Dana AloÂkasi Khusus (DAK) secara terpadu antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota. “Bisa tidak gubernur memadukan DAK di kabupaten/kota agar sinkron ? SuÂpaya nyambung. Gubernur adalah kordiÂnator di kabupaten/kota masing-masing,” tuturnya.
(Yuska Apitya Aji)