Komite Pemantau Legislatif (KO PEL) Indonesia mendesak DPRD Kota Bogor untuk memberi sanksi Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, terkait molornya penyampaiakn Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Tahun 2015.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Hingga akhir Maret, Bima Arya tak kunjung menyÂerahkan LKPj kepada deÂwan. Padahal, dalam pasal 71 UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyeÂbutkan kepala daerah menyampaikan LKPJ kepada DPRD paling lambat 3 buÂlan setelah tahun anggaran berakhir. Artinya, akhir tahun anggaran adalah bulan Desember 2015, maka batas peÂnyerahan LKPJ tahun 2015 menyisakan sekitar dua pekan lagi atau paling lamÂbat pada tanggal 31 Maret 2016 menÂdatang.
Di dalam pasal 69 UU Nomor 23 tahun 2014, selain kewajiban menyamÂpaikan LKPJ kepada DPRD, Walikota juga berkewajiban menyampaikan Laporan Penyelenggaraan PemerintahÂan Daerah (LPPD) dan Ringkasan LapoÂran Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (RLPPD). LPPD disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Sedangkan RLPPD disampaikan kepada masyarakat. Sama seperti LKPJ, LPPD dan RLPPD disampaikan paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakir.
Oleh karena itu, KOPEL mengkatÂegorisasikan LKPJ Walikota Bogor tahun 2015 dari sisi waktu penyerahan sebagai salah satu daerah yang sistem pelapoÂrannya termasuk yang kurang baik. BerÂdasarkan indikator penilaian LKPJ yang disusun KOPEL, kepala daerah yang menyerahkan LKPJ di Januari maka terÂmasuk kategori excellent (Nilai A), keÂpala daerah yang menyerahkan LKPJ di bulan Februari termasuk kategori baik (Nilai B).
Sementara itu, jika kepala daerah baru menyerahkan LKPJ paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran beÂrakhir maka daerahnya termasuk katÂegori kurang baik (Nilai C). Bukannya tanpa alasan, kepala daerah yang meÂnyerahkan LKPJ paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir, juga dikategorikan sudah memasuki masa injury time, apalagi jika itu dilakukan di pertengahan atau diakhir bulan.
Sedangkan, jika kepala daerah meÂnyerahkan LKPJ melewati batas waktu penyerahan, maka dikategorisasikan sebagai daerah yang buruk (Nilai D). “Nilai C yang diraih Bogor menandakan kurang baiknya pelaporan LKPJ WalikoÂta dari sisi waktu penyerahan kepada DPRDâ€, ujar Syamsuddin Alimsyah, DiÂrektur KOPEL Indonesia.
Lebih lanjut, Syam-sapaan akrab SyÂamsuddin Alimsyah menjelaskan, pentÂingnya dokumen LKPJ disampaikan lebÂih awal agar DPRD mempunyai waktu yang cukup untuk membahasnya guna (1) memastikan bagaimana hasil rekoÂmendasi LKPJ tahun lalu, apakah sudah dijalankan oleh Walikota atau tidak. (2) Untuk melihat akuntabilitas pemerintah daerah, (3) memastikan program-proÂgram pembangunan tetap on the track.
“Dan yang lebih penting hak-hak masyarakat dapat dipenuhi sesuai dengan janji-janji politik Walikota saat masa kampanye yang telah dituangkan dalam RPJMD. Termasuk rekomenÂdasi LKPJ tahun sebelumnya, apakÂah dilaksanakan oleh Walikota atau tidak?,â€ungkapnya.
Syam menyoroti DPRD Kota Bogor yang dianggap kurang proaktif memÂpertanyakan kepada eksekutif tentang progres LKPJ tahun 2015. Menurutnya, seharusya memasuki bulan Januari yang lalu, DPRD menjalankan kewaÂjibannya untuk menyampaikan Surat Peringatan kepada Walikota, tentang masa penyampaian dokumen LKPJ keÂpada DPRD. “Bukan malah memilih berdiam diri seolah melakukan pembiÂaranâ€, ungkapnya.
Sementara itu, jika paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran beraÂkhir atau sampai tanggai 31 Maret 2016 mendatang, Walikota belum juga menyÂerahkan LKPJ tahun 2015 kepada DPRD. Maka, DPRD kota Bogor sepatutunya menggunakan hak interplasi sesuai denÂgan kewenangan yang diberikan dalam pasal 73 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. DPRD punya hak memanggil Walikota unÂtuk meminta penjelasan dan bertanya tentang pertama, ada masalah apa seÂhingga dokumen LKPJ terlambat disÂerahkan, kedua, apa penyebab sehingga terlambat diserahkan.
Sesuai dengan pasal 73 ayat (4) UU No.23 Tahun 2014, apabila penjelasan kepala daerah terhadap penggunaan hak interplasi tidak diterima, DPRD Kabupaten/Kota melaporkan bupati/ walikota kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dan pada ayat (5) meÂnyebutkan, berdasarkan laporan dari DPRD, gubernur sebagai wakil PemerÂintah Pusat memberikan sanksi teguran tertulis kepada bupati/walikota.
Selanjutnya, pada ayat (6) menjelasÂkan, apabila sanksi telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah diwajibkan mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau oleh pejaÂbat yang ditunjuk.
Terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Setda (Kabag Humas) Kota Bogor, Encep Moh Ali Alhamidi menÂgatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tengah melakukan proses editing dari buku besar ke buku kecil terkait dengan LKPJ. “Sekarang sedang proses editing, nantinya akan digunakan sebÂagai resume untuk dibacakan pada saat paripurna DPRD oleh Walikota,†terangÂnya.
Sementara itu, Kepala Bagian AdÂministrasi Pemerintahan Umum Setda Kota Bogor, Herry Karnadi membenarÂkan LKPJ 2015 masih dalam tahap akhÂir penyusunan. Menurutnya, pekan depan baru akan dilakukan penyelarÂasan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). “Seperti yang sudah-sudah dalam prosesnya, kendala yang masih terjadi ada SKPD yang telat manÂyampaikan data sehingga pembuatan LKPJ 2015 ini belum selesai,†tandasÂnya kemarin.
Pihaknya menambahkan, pada KaÂmis (24/3/2016), DPRD Kota Bogor meÂminta buku LKPJ 2015 harus sudah disÂampaikan oleh semua SKPD, sehingga pada Rabu (30/3/2016), LKPJ 2015 Kota Bogor bisa diparipurnakan. “Kita akan segera selesaikan LKPJ sesuai pada wakÂtunya,†pungkasnya. (*)