Untitled-10

Presiden Joko Widodo memang tidak main-main dalam memilih anggota Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi belakangan KPK sering berhubungan dengan kasus pencucian uang. Salah satu pakar pilihan Jokowi adalah Dr. Yenti Ganarsih, SH, MH.

(Yuska Apitya Aji)

YENTI berlatarbelakang pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang. Perempuan bergelar doktor ini juga bertugas sebagai dosen hukum pidana di Universitas Trisakti. Yenti dipilih Jokowi sebagai anggota Pansel KPK. Wanita kelahiran Sukabumi, 11 Januari 1959 itu juga merupakan doktor  pustaka di Washington University dengan sedikitnya 500 dokumen.

Yenty juga berperan di berbagai sidang untuk membuktikan dakwaan jaksa di kasus pencucian uang. Terakhir yang mencolok yaitu menjadi saksi ahli jaksa untuk membuktikan Labora Sitorus bersalah dan akhirnya Labora divonis 15 tahun penjara.
Berdasarkan penelusuran, setelah lulus SMA, ia mengambil kuliah di Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, lalu S2 dan S3 diselesaikan di UI. Yenti kemudian didaulat sebagai dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta. Mata kuliah yang diasuhnya adalah Ilmu Hukum Tindak Pidana di Bidang Ekonomi dan Tindak Pidana Khusus. Dia juga aktif di Pusat Studi Hukum Pidana (PSHP) Universitas Trisakti dan Study Center for Nationality, Human Rights and Democracy Universitas Trisakti.
Yenti sekarang bertolak belakang dengan Yenti yang dulu. Siapa nyana, sewaktu muda Yenti adalah seorang model. Terlahir sebagai anak Bupati Purworejo, Yenti juga pandai menari tari Jawa. Setelah lulus SMA, ia mengambil kuliah di Universitas Pakuan, Bogor, lalu S2 dan S3 diselesaikan di UI.

Integritasnya itulah yang membuat Presiden Jokowi kepincut. Kemarin, Yenti dan 8 Srikandi lainnya dipilih Jokowi menjadi anggota Pansel KPK yang akan menyeleksi pimpinan KPK periode 2015-2019.
Tantangan Semakin Berat
Dikonfirmasi, Yenti Ganarsih, mengatakan tugas Pansel kali ini akan lebih berat jika berkaca pada kondisi yang dihadapi KPK belakangan ini.
Yenti sadar tugasnya tidak mudah karena kondisi KPK terakhir, menurut dia, menuntut Pansel harus bekerja ekstra mencari komisioner KPK. “Tentu tugas ini akan lebih berat daripada sebelumnya. Tugas saat ini pasti berdasar evaluasi dari masa lalu,” ucapnya, kemarin.

BACA JUGA :  MUDIK MENDIDIK KITA UNTUK GAS POL SEKALIGUS SABAR DALAM HIDUP INI

Beberapa masalah bermunculan hingga ada pergantian pemimpin KPK meski belum tiba masa pergantian. “Pemimpin KPK berhenti sebelum waktunya sampai ada plt. Ini akan berat,” ujar Yenti.
Yenti juga berharap amanah besar ini dapat dilaksanakan dengan baik bersama delapan anggota lain. Yenti mengaku belum mendapatkan pernyataan resmi mengenai keterpilihannya tersebut.
Yenti tertarik dengan masalah pencucian uang (money laundering) sejak tahun 1992. Pengetahuannya mengenai masalah pencucian uang itu diperdalam dengan mencermati secara intens sewaktu mengambil kuliah doktoral di Universitas Indonesia.
Ketertarikannya atas masalah pencucian uang, semakin tinggi tatkala dirinya sebagai seorang wanita dari negara yang belum memiliki undang-undang antipencucian, datang ke AS seorang diri untuk belajar masalah pencucian uang. Mengejar ilmu tentang kejahatan, membaca seluk-beluk penjahat, dan putusan-putusan pengadilan.

Setelah menyelesaikan kuliah teori di UI, tahun 2001 Yenti berangkat ke AS untuk mencari data mengenai praktik pencucian uang di negara tersebut. Dia pun melakukan studi pustaka di Washington University. Sedikitnya 500 literatur dia baca untuk dijadikan bahan menyelesaikan studi S3 di Universitas Indonesia. Yenti memilih melakukan kajian literatur di negara Paman Sam itu, selain karena kajian atau tulisan mengenai tindak pidana pencucian uang di Indonesia masih sangat terbatas, juga karena negara itu yang pertama kali di dunia yang memiliki undang-undang antipencucian uang.
Pada waktu Yenti ke AS kebetulan akhir musim dingin. Dalam kondisi itu, dia setiap hari dari jam 09.00 sampai jam 23.00 dengan tekundan ulet meneliti jurnal-jurnal dan putusan pengadilan tentang money laundering. Selain melakukan kajian tentang praktik pencucian uang di AS, Yenti juga mencari tahu apa penyebab kegagalan negara adidaya itu dalam menerapkan hukuman terhadap pelaku kejahatan pencucian uang. Berbagai literatur dan putusan pengadilan dibaca dan dikumpulkannya, ada sekitar 600 jurnal dan 200 kasus persidangan tentang pencucian uang. Agar semua dokumen itu bisa dibawanya pulang ke Tanah Air, maka semua pakaiannya ditinggal di AS.

BACA JUGA :  Tak Khawatir Makan Rendang saat Lebaran, Ini Dia Resep Herbal ala Zaidul Akbar untuk Atasi Asam Urat

Kebiasaan selama berbulan-bulan menekuni bahan tulisan mengenai pencucian uang tersebut terbawa hingga setelah dia pulang ke Tanah Air. Dia terus memburu artikel mengenai kejahatan pencucian uang. Lalu, pengetahuannya mengenai pencucian uang itu pun dibagikan ke publik dengan menulis artikel di media massa. Bahkan, Yenti pun meluncurkan buku berjudul Kriminalisasi Pencucian Uang setebal 400 halaman. Buku itu diangkat dari disertasi doktor yang dipertahankannya di depan dewan penguji, dengan promotor Prof Erman Radjagukguk. Istri Brigjen TNI Bambang Prasetyo dan ibu dua anak, Ratna dan Jedi, ini pun mendorong pemerintah untuk membuat undang-undang pencucian uang

============================================================
============================================================
============================================================