Fig-Salad-Setup

Perkembangan industri kuliner di Bogor rupanya mendorong terbentuknya lini bisnis baru, yakni jasa pemotretan makanan atau food photography. Tak sekedar mengabadikan momen, food photography juga membutuhkan teknik khusus guna menghasilkan sebuah foto yang mampu menggugah selera konsumen. Pelaku di bisnis ini pun mengaku mampu mengantungi penghasilan yang lumayan.

Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]

 Ya, perkembangan media sosial dewasa ini mampu memper­luas peluang usaha. Bisnis ini kian populer seiring tren yang kini berkembang di kalangan anak-anak muda yang kerap mengunduh makanan di akun Instagram mereka. Lama kelamaan fenomena ini menjadi celah bis­nis yang potensial jika digarap serius.

Salah seorang fotografer asal Bogor, Fahmi Klines, mengungkapkan, awalnya ia hanyalah pehobi fotografi yang kebanyakan hasilnya berisikan model-model cantik. Ke­mudian, foto-foto hasil karyanya diunduh di sosial media. “Dari situ, teman saya ke­mudian mengajak memotret untuk keper­luan menu di cafe miliknya. Ternyata hasil­nya mereka suka,” ungkap Fahmi kepada BOGOR TODAY.

Kemudian, lanjut Fahmi, permintaan untuk memotret makanan terus meningkat seiring dengan perkembangan kuliner di Bogor. “Peluangnya masih sangat bagus ya. Tinggal daya saingnya saja harus lebih dit­ingkaykan. Soalnya, sudah banyak juga foto­grafer yang bermain di jasa ini,” katanya.

Untuk bisa bersaing di bisnis jasa itu, Fahmi biasanya lebih memberikan layanan yang fleksibel. “Misalnya, ada fotografer yang dibayar per satu kali jepret. Ada juga yang harus bayar sekian juta tapi Cuma untuk beberapa menu saja. Kalau saya ya fleksibel aja. Tidak terlalu memtok budget yang tinggi. Bagi saya kepuasan dan keper­cayaan klien paling utama,” terangnya.

Lantas, berapa biasanya Fahmi dibayar? “Berapapun saya ambil. Ada kemarin yang cuma bayar Rp500 ribu, ada juga Rp1 juta, Rp2 juta dan lain-lain. Tergantung kliennya. Harga tersebut sudah termasuk editing dan softcopy dalam bentuk CD,” jelasnya.

Fotografer makanan lainnya, Bretya Pati An­oraga mulai menjalankan profesi ini di tahun 2012. Dia mendapatkan banyak proyek kerjasama untuk foto makanan dari berb­agai restoran. Pria yang akrab disapa Aan mema­sang tarif jasa mulai dari Rp 3,75 juta hingga Rp 5,25 juta per proyek. Tarif tersebut be­lum termasuk tambahan penge­luaran berupa transportasi dan akomodasi yang diperlukan bila proyek di luar daerahnya.

Dalam sebulan, pemilik akun Insta­gram @takeafood_foodphotography ini mengaku bisa mendapatkan empat klien sampai lima klien dengan rata-rata omzet yang didapat hingga Rp 20 juta per bulan.

Biasanya Aan membutuhkan waktu sekitar enam sampai delapan jam un­tuk menyelesaikan satu sesi pemotretan makanan. Dia bilang, membaca angle dan mampu men­gombinasikan ber­bagai aksen pada makanan adalah kunci sukses dalam membuat foto makanan yang memuas­kan.

(Apriyadi Hidayat)

============================================================
============================================================
============================================================