Kontingen TNI Angkatan Darat membukukan prestasi di pentas dunia. Mereka berhasil menaklukkan 16 negara dalam kompetisi menembak internasional yang digelar di Australia. Negara-negara barat cuma bisa mengekor.
(Yuska Apitya Aji)
DALAM Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2015, Kontingen Indonesia total menÂyabet 30 medali emas, 16 perÂak, dan 10 perunggu. Jumlah itu jauh di atas pencapaian tim negara lain yang menjadi komÂpetitor. Australia berada di uruÂtan kedua dengan empat medali emas dan sembilan perak. Di urutan tiga tim Marinir Amerika Serikat yang hanya mengantungi empatmedali emas dan satu perak. Tim dari Australian and New Zealand Army Corps (Anzac) menempati posisi emÂpat. Kemudian disusul Inggris, Brunei DarÂrusalam, Jepang, Filipina, Selandia Baru dan Singapura yang mengantungi satu emas.
Tim kedua dari AS yakni dari angkatan darat hanya mampu menyumbang satu peÂrunggu dan menempati urutan 13. Tim dari Prancis, bersama dengan Timor Leste, TonÂga dan Papua Nugini pulang tanpa medali.
Ini merupakan kemenangan kontingen Indonesia yang kedelapan secara beruntun di turnamen ini.
Tak Terima Kalah
Di balik kemenangan telak kontingen TNI AD dalam lomba tembak internasional di Australia, ada cerita menarik di mana tuan rumah dan tim Amerika Serikat (AS) memÂinta agar senjata yang digunakan kontingen Indonesia dibongkar. Begini cerita mengenai permintaan yang akhirnya ditolak itu.
“Awalnya, tim dari AS dan Australia menÂdatangi panitia. Lalu panitia mendatangi tim kita,†kata Kadispen TNI AD Brigjen WuryÂanto dalam perbincangan, Kamis (4/6/2015).
Panitia menyatakan ada permintaan dari AS dan Australia agar senjata SS2 V4 dan pistol G2 buatan Pindad dibongkar. Setelah mendapatkan permintaan itu, kontingen Indonesia tidak langsung memberikan jawaÂban. “Sesuai dengan prosedur, kami tidak bisa memutuskan. Saya melaporkan perÂmintaan itu ke Jakarta, ke Mabes AD,†ujar Kepala Kontingen TNI AD Mayor Syafruddin dalam perbincangan terpisah.
Tak beberapa lama, Mabes AD yang berkedudukan di Jl Medan Merdeka Utara Jakarta memberikan jawaban ke Syafruddin. Mabes AD memberikan syarat jika senjata itu diminta dibongkar. “Mabes AD menyataÂkan tidak boleh dibongkar jika permintaan itu hanya ditujukan kepada kami saja. Pada intinya kami tolak,†kata Syafruddin.
Tak berhenti di situ, panitia kemudian meminta agar setidaknya dapat dilakukan prosedur pengecekan standar keamanan. Untuk permintaan ini, diakomodir namun hanya sebatas membuka pengaman senaÂpan. “Untuk mengecek sistem keamanan masa harus dibongkar. Cukup dibuka bagian pengamannya saja,†kata Syafurddin.
Latihan Ekatra Total
Kontingen Indonesia terdiri dari 14 penÂembak, 5 officials, dan dua teknisi Pindad. Para penembak itu terdiri dari prajurit-praÂjurit dari kesatuan Kopassus, Kostrad, KoÂdam VI, Kodam III dan Kodam V.
Sebelum mengikuti lomba ini, para penÂembak menjalani seleksi dan pelatihan yang berat. Mereka diharuskan menembak denÂgan tingkat akurasi tinggi, demi menjaga gengsi kemenangan Indonesia tujuh tahun beruntun di ajang AASAM.
Bekal dari gemblengan semasa latihan itu berperan besar dalam kemenangan telak kontingen TNI AD. Para penembak berhasÂil melewati situasi rumit dan sulit terkait kondisi Victoria, Australia, tempat perlomÂbaan itu digelar. “Memang sangat diperlukan penyesuian. Di Victoria itu kan dingin. Saya memerlukan hand warmer agar suhu tangan itu bisa sama ketika sedang latihan di IndoÂnesia,†kata Letnan Safrin Sihombing dalam perbincangan, Kamis (4/6/2015).
Safrin merupakan penembak kategori pistol. Dia memenangkan gelar kategori perseorangan, menggunakan pistol G2 elite buatan Pindad. Senapan Serbu 2 (SS2) yang juga merupakan produksi dalam negeri dan digunakan dalam lomba ini “Tangan saya ditempel-tempelkan saja di wadah air hangat di wadah steel. Yang penting tangan tidak kaku,†ujar Safrin yang menembak di titik terjauh sepanjang 25 meter ini.
Kondisi tangan dan bagian lain sangat menentukan dalam lomba tembak internaÂsional ini. Hal itu disebabkan karena penemÂbak tidak membidik target yang diam. Si penÂembak sendiri diharuskan untuk bergerak dari pos satu sampai empat. Masing-masing pos memiliki jenis kesulitan yang berbeda. “Materinya memang aplikasi tempur. Jadi beda dengan menembak untuk fun begitu, bukan. Jarak satu pos ke pos lain sekitar 20 meter. Ada yang targetnya itu (papan) orang. Ada yang target ada yang tidak boleh ditemÂbak sama sekali. Seperti sandera dan teroris. Jadi saya harus cepat menentukan tembakan ke arah mana,†ujar Safrin.
Anggota Satuan 81 Penanggulangan TerÂor (Gultor) Kopassus ini menambah panjang daftar medali yang selama ini dia raih. UnÂtuk Letda Inf Safrin Sihombing (Kopassus), penghargaan perorangan juga diberikan keÂpada Serda Misran (Kostrad), Serda Suwandi (Kostrad), dan Serda Woli Hamsan (Kostrad).