Untitled-13MANTAN Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, kini tengah dikerjain Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Selain menyidik soal kasus gardu listik, jaksa ternyata juga tengah membidik sangkaan baru.

YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]

Kamis (11/6/2015) pekan ini, Kejati DKI kembali akan memeriksa mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu. Pemeriksaan tersebut merupakan yang pertama kali setelah Dahlan ditetapkan sebagai tersangka.

“Paling lambat, surat panggilannya akan dikirimkan Senin besok (8 Juni 2015),” kata juru bicara Kejati DKI Jakarta, Waluyo, Minggu(7/6/2015).

Dahlan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek gardu induk tahun 2011-2013. Dahlan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengeluarkan Surat Pertanggungjawaban Mutlak yang berisi klaim pembebasan lahan di Cilegon Baru II, Kedinding, New Wlingi, dan Surabaya Selatan untuk mendapat persetujuan Kementerian Keuangan atas anggaran senilai Rp 1,06 triliun. Faktanya seluruh tanah tersebut belum dibebaskan.

Tak hanya itu, Dahlan juga dituduh merekayasa penyerapan anggaran dengan meminta dispensasi pembayaran jasa konstruksi yang seharusnya berdasarkan kemajuan pembangunan fisik, menjadi berdasarkan pembelian barang.

Waluyo belum dapat memastikan apakah kasus tersebut bakal menyeret Direksi PLN lainnya. “Sementara belum, tergantung hasil pemeriksaan. Untuk pekan depan, hanya Pak Dahlan yang diperiksa,” ujarnya.

Kejaksaan juga telah mencegah Dahlan Iskan bepergian ke luar negeri, sekalipun untuk berobat. Meski telah dicegah, Kejaksaan tak menahannya lantaran menganggap Dahlan kooperatif.

Pencucian Uang

Waluyo juga membenarkan pihaknya berencana mengumpulkan sejumlah alat bukti terkait sangkaan tersebut. “Iya arahnya ke tindak pidana pencucian uang dalam hal pengembalian uang negara. Ada tidak gratifikasinya. Ini jelas masih terus dikembangkan,” kata Waluyo.

Untuk menguak aliran dana tersangka korupsi proyek pengadaan gardu induk tahun 2011-2013 ini, pihaknya bakal menggandeng Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). “Iya berencana akan kerja sama dengan PPATK,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Kejati DKI Jakarta Adi Toegarisman memastikan bakal menetapkan Dahlan Iskan dengan sangkaan baru apabila didapat bukti yang kuat. “Kalau ada faktanya, ya akan dikembangkan. Kita lihat bagaimana perkembangan penyidikan,” ujar Adi.

Dalam kasus korupsi, Dahlan dinilai menyebabkan mangkraknya belasan proyek gardu. “Uang muka sudah dicairkan, ada juga yang sudah dibayar untuk termin pertama dan kedua. Dari 21 gardu induk yang dibangun, tiga tidak ada kontrak, 5 selesai, dan 13 bermasalah,” ujar Adi.

Lebih jauh, dalam mekanisme pembayaran Dahlan juga dinilai menyalahi aturan. Adi menegaskan, sistem pembayaran seharusnya melalui mekanisme konstruksi alih-alih mekanisme on set atau berdasar pembelian material. “Pembayaran seharusnya sesuai dengan sejauh mana penyelesaian pekerjaan, bukan berapa material yang dibeli rekanan,” katanya.

BACA JUGA :  Pencok Kentang Betawi, Makanan Renyah yang Gurih Bikin Nagih

Selain itu, Dahlan juga dituding merancang pembangunan gardu induk di atas 17 tanah bertuan. Padahal, pembangunan gardu yang memakan waktu tahunan harus dimulai dengan pembebasan lahan. “Kalau (proyek) multiyears bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini tidak. Dari 21 yang dibangun, empat milik PLN sisanya tidak,” ujarnya.

Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.

Atas kelalaian sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tersebut, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.

Dahlan Iskan sendiri menyatakan bahwa ia menerima penetapan tersangka kasus proyek gardu induk. “Sebagai kuasa pengguna anggaran, saya memang harus bertanggung jawab,” demikian ia menulis pesan yang menyebar secara berantai pada 5 Juni 2015.

Posisinya tersebut, kata Dahlan, mewajibkan dia menandatangani anggaran dengan tujuan proyek bisa jalan karena ia “tak tahan dengan keluhan masyarakat atas kondisi listrik ketika itu”.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa-Bali dan Nusa Tenggara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun anggaran 2011-2013. “Perannya sudah jelas,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman, 5 Juni 2015.

Dugaan korupsi ini telah menyeret 16 pegawai PLN dan rekanan sebagai tersangka. Para pegawai PLN ini berperan sebagai panitia pemeriksa barang proyek. Mereka dianggap lalai karena meneken berita acara serah-terima hasil pekerjaan yang tak sesuai dengan kenyataan. “Uangnya dicairkan dua termin tanpa ada pembangunan,” kata Adi.

Kepada penyidik yang memeriksanya, Dahlan berulang kali mengatakan bahwa ia kerap didorong menerobos peraturan agar bisa menyediakan listrik bagi masyarakat. “Saya bilang saya siap masuk penjara karena itu, kali ini saya benar-benar menjadi tersangka,” katanya. Ia meminta pejabat PLN mengizinkannya mengakses dokumen-dokumen terkait soal itu. Kejaksaan mencegah Dahlan ke luar negeri, bahkan untuk keperluan berobat.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Jember, 2 Motor Adu Banteng Tewaskan 2 Orang, 2 Kritis

Beredar kabar bahwa penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka ini adalah desakan dari sejumlah politikus di Senayan. Ini tak lebih disebabkan soal sikap Dahlan yang pernah menyebut DPR sarang pemerasan pejabat BUMN.

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menyarankan kepada Dahlan Iskan untuk mematuhi proses hukum yang dijalaninya. Menurutnya, kepatuhan terhadap proses ini merupakan bentuk dari sosok Dahlan yang merupakan warga negara yang baik dan pernah menjabat sebagai pejabat publik. “Sebagai warga negara yang baik apalagi beliau pernah menjadi pejabat publik tentunya harus menghormati apa yang ditersangkakan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu, kemarin.

Ia meyakini, penetapan tersangka Dahlan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta itu berdasarkan alat bukti yang cukup.

Ia menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada Kejati DKI Jakarta. Menurut Fadli, keputusan Kejati DKI Jakarta untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka dipercaya sudah melalui prosedur hukum yang berlaku. Menurutnya, penegakan hukum seperti ini merupakan upaya pemberantasan korupsi secara maksimal yang harus dilakukan seluruh aparat penegak hukum.

“Tidak hanya oleh KPK. KPK ini menjadi salah satu instrumen, tapi bukan satu-satunya instrumen. Ada Kepolisian dan Kejaksaan yang sangat penting karena itu institusi induk,” ujar Fadli.

Sementara itu, Anggota Komisi III Nasir Djamil mengatakan, kasus yang menimpa Dahlan merupakan rumor yang telah digaungkan sebagian anggota Komisi VII DPR sejak lama. “Dulu, teman-teman Komisi VII ngotot soal Dahlan Iskan segera diperiksa,” katanya.

Nasir memperkirakan, tidak diperiksanya Dahlan pada saat itu lantaran belum banyak bukti yang dikantongi oleh penyidik. Jika Dahlan diperiksa baru-baru ini, menurutnya, hal tersebut dikarenakan bukti yang dikumpulkan penyidik semakin banyak. “apalagi sekarang sudah tidak jadi menteri,” katanya.

Senada dengan Fadli, Nasir pun berharap Dahlan dapat menghormati proses hukum yang tengah dialami. Menurutnya, jika Dahlan bersikukuh tidak terlibat dalam kasus ini atau tak terima dengan penetapan tersangka, ada cara lain yang bisa ditempuh, yakni melalui jalur praperadilan.

Namun, lanjut Nasir, jika obyek praperadilan Dahlan sama seperti yang diajukan mantan Ketua BPK Hadi Poernomo, ia melihat, penyidik Kejati DKI Jakarta masuk sebagai kategori penyidik yang diakui KUHP. “Kalau Kejaksaan yang sidik, itu masuk, tinggal majelis hakim mau terima atau menolan praperadilan,” katanya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================