Untitled-10JAKARTA TODAY – Presiden Jokowi menyampaikan sambu­tan pembukaan Munas PBNU di Masjid Istiqlal. Dalam kesempa­tan itu Presiden Jokowi menying­gung soal wacana adanya Hari Santri Nasional.

“Saya mau jawab soal Hari Santri. Kenapa kok sampai sekarang belum disahkan? Jadi begini, saya keliling pesantren-pesantren itu usulannya beda-be­da. Ada yang minta setiap tanggal 1 Muharram, lalu ke pesantren lain ada usulan lain tanggalnya, dan sekarang pak Kiai Said Aqil Siradj usul tanggal 22 Oktober,” tutur Jokowi di Masjid Istiqlal, Jl Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat, Minggu (14/6/2015).

Hadir pula dalam acara terse­but Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan Menag Lukman Hakim Saifuddin, serta sederet tokoh nasional lainnya. Acara ini juga dihadiri oleh 40.000 santri NU. “Saya tadi langsung bilang ke Pak Menag, tolong diseger­akan untuk bahas Hari Santri,” kata Jokowi kemudian disambut tepuk tangan para santri.

BACA JUGA :  Tragis, Istri di Medan Tewas Tertabrak Kereta, Diduga Sedang Melamun usai Bertengkar dengan Suami

Jokowi meminta Kement­erian Agama melakukan kajian akan tanggal yang tepat untuk ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tanggal ini juga menjadi salah satu hal yang dijanjikan Jokowi saat kampanye pilpres tahun lalu. “Kalau saya kan menunggu prosesnya. Kalau sudah selesai setelah melalui ber­bagai pembahasan, lalu sampai ke meja saya, kemudian saya ting­gal (membaca) bismillah dan saya tanda tangani,” ujar Jokowi.

Sebelumnya Ketum PBNU Said Aqil juga menyampaikan sambutan. Salah satunya dia ber­cerita tentang pentingnya pene­tapan Hari Santri Nasional. “NU adalah yang paling setia menga­wal Islam Nusantara. Bagaimana Islam membaur dengan tradisi Nusantara. Adalah akibat dari kolonialisme yang kemudian mengubah tradisi yang sudah ada. Maka dari itu kemudian ada fatwa berjihad bagi santri-santri melawan kolonialisme yaitu pada tanggal 22 Oktober 1945. Itu adalah hari di mana santri ber­satu dengan para kiai melawan penjajah,” tutur Said.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Wanita di Slogohimo Wonogiri, Gegerkan Warga Setempat

Lebih lanjut dia menambah­kan bahwa fatwa jihad itu kemu­dian memuncak hingga peristiwa 10 November 1945. Di tahun itu di Surabaya seorang komandan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) Brigjen AWS Mal­laby tewas. “Itu yang meledakan mobil Mallaby adalah santri NU. Sampai-sampai Bung Karno dulu heran dengan kegigihan santri. Sayangnya, yang meledakkan bom juga ikut tewas karena me­lihat terlalu dekat. Mungkin dip­ikir bomnya itu seperti mercon,” kata Said.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================