PT Cisarua Mountain Dairy atau Cimory pasti sudah banyak orang yang mengenalnya. Ya, usaha yang dibesut Bambang SutanÂtio ini sudah hadir sejak 2006 lalu dengan bisnis kuliner dengan bahan dasar olahan susu. Namun, kali ini bukan Bambang yang akan dibahas. Melainkan anaknya, Axel Sutantio, yang juga terjun dibidang serupa, bedanya Axel lebih ke jualan cokelat. Seperti apa kisahnya? Apakah lebih mudah karena terdongkrak nama Cimory?
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Menjadi penerus nama ayahnya seÂbagai pengusaha tidak semudah yang dibayangkan. Ayah Axel menÂgajarkan untuk tak melanjutkan bisnis Cimory. Anak-anaknya dibekali ilmu, tapi soal produk harus bisa bikin sendiri. Mereka tak hanya diajarkan bagaimana cara berekspansi tapi juga bagaimana membuat produk.
Soal produk apanya Axel memilih sama olahan susu tapi beda bentuknya. Anak kedua Bambang ini dipancing membuat usaha sendÂiri. Supaya dirinya bisa lebih masuk ke bisnis sains ini. Ia lantas berpikir, “apa sih bahan baku produk yang banyak di Indonesia tapi masih bisa dikembangkan dari segi produknya?â€
Riset berbulan- bulan dilakukannya seÂbelum memutuskan. Usaha apa yang bisa diÂjalankan olehnya nanti ke depan. Yang bisa memiliki prospek sebagai bagian dari Cimory. Lahirlah sebuah ide tentang produk olahan coklat. Negara kita merupakan negara penghaÂsil biji coklat terbesar. Rasa ingin taunya begitu menggebu, bagaimana cara mengembangkan komoditas ini.
Keinginan menggabu untuk masuk dunia coklat. Axel pun mulai belajar tentang koÂmoditi satu ini. Bahan baku sudah melimpah. Tapi apa yang kurang menurutnya adalah olaÂhannya. Padahal di Indonesia adalah nomor 3 disoal memproduksi biji coklat. Dari situlah dirinya bergerak Menyasar daerah pariwisata, coklat buatannya juga spesial, bukan seperti yang biasa ditemukan di mini market.
Menjawab tantangan sang ayah, Axel melakukan semuanya sendiri. Dengan dukunÂgan keluarga ia jadi lebih bersemangat. PertaÂma kali melangkah dirinya mengaku kesulitan mencai suplier. Susah buat mencari bahan baku coklat yang bagus. Tidak memiliki jaringan proÂdusen coklat membuatnya kesulitan. Bahkan sebagai orang baru di bisnis coklat; Axel diseÂpelekan. “Mereka menilai saya baru mulai, jadi tidak diuruslah, kasar katanya,†jelasnya
Sempat juga beberapa kali dikecewakan suÂplier asal Indonesia. Axel masih pada tekatnya berbisnis coklat. Ia terus mencari suplier terÂbaik. Pada akhirnya ia menemukan suplier baik hingga saat ini.
Meski memulai bisnis sendiri bayang- bayÂang sang ayah menghantui. Tatapan sinis bahwa dirinya cuma jadi pewaris bisnis keluÂarga menghantui. Omongan- omongan tak enak tersebut bahkan datang dari teman- temannya. Halangan terus menerjang baginya memulai sesuatu yang baru. “Itu adalah fakta. Memang saya tidak membangun bisnis ini dari nol,†denÂgan rendah hati dirinya mengakui. Tapi bukan berarti Axel cukup duduk- duduk santai saja.
Dalam benaknya ayahnya merupakan paÂnutan. Sang Ayah lah yang berlari 100 meter membangun bisnis Cimory dari nol besar. SeÂmentara dirinya tidak bisa cuma tinggal diam. Meski cuma berlari 2- 5 kilo meter tak apa. Yang terpenting adalah keharusan agar bisnis keluÂarga lebih maju. Bukan lari dengan kecepatan yang sama. Tapi bukankah ada istilah lebih sulit mempertahankan. Sementara Axel ingin lebih dari sekedar bisa mempertahankan. Jadi tak ada hak baik mereka atau kita menila buruk dirinya. “Itu tugas saya,†ujarnya penuh perÂcaya diri.
Pada tahun 2012 usaha pertama digelutinya mulai dijalankan. Hasilnya yaitu coklat aneka cita rasa bernama Chocomory. Sebuah gerai dibukannya di kawasan Komplek Cimory RivÂerside, Puncak, Jawa Barat. Disana selalu banÂyak pembeli berÂdatangan. Brand bernama ChocoÂmory kini menÂjadi salah satu oleh- oleh yang bisa kamu bawa ketika ke punÂcak. Pabriknya bisa memproduksi hingga 500kg per0- hari. Coklat tersebut dijual kisaran Rp.2000- Rp.40.000.
Memasuki tahun ketiganya banyak hal telah dicapai Axel. Langkah selanjutnya sepÂerti hal sang ayah yang aktif mengedukasi masyarakat. Ia pun mengambil langkah sama yakni kelas edukasi coklat. Tujuannya untuk memperkenalkan produk coklat asli IndoneÂsia. Agar masyarakat lebih mencintai produk dalam negeri. Dia fokus pada anak- anak TK sampai SMP. Akan ada sejarah coklat, bagaimana cara membuat coklat, itu akan menjadi pengalaman tersendiri. (OKZ)